=>Pengaruh Ibadah Bagi Seorang Muslim<= Syariat Islam yang mencakup dogma (keyakinan), ibadah dan mu’amalah, diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan nasihat-Nya yang Maha Sempurna, untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup insan. Karena tergolong fungsi utama petunjuk Allah Subhanahu wa ta’ala dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yakni untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa insan dari semua kotoran dan penyakit yang menghalanginya dari semua kebaikan dalam hidupnya.
Berikut ini kami akan sampaikan beberapa poin penting yang memberikan besarnya pengaruh positif ibadah dan amal shaleh yang dijalankan seorang muslim dalam hidupnya.
- 1). Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan darul baka.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang menjalankan amal saleh (ibadah), baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, maka bahwasanya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang bagus (di dunia), dan sebetulnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang sudah mereka kerjakan” [QS. an-Nahl:97].
Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan yang lain yang mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki. [Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/772)].
Sebagaimana orang yang berpaling dari isyarat Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan menyebabkan sengsara hidupnya di dunia dan darul baka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa yang berpaling dari perayaan-Ku, maka sebenarnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari akhir zaman dalam kondisi buta.” [QS Thaaha:124].
- 2). Kemudahan semua masalah dan jalan keluar/penyelesaian dari semua problem dan kesusahan yang dihadapi
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa yang bertakwa terhadap Allah pasti Dia akan menawarkan baginya jalan keluar (dalam semua persoalan yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” [QS. ath-Thalaaq:2-3].
Ketakwaan yang tepat terhadap Allah mustahil diraih kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah (ajuan), serta menjauhi semua tindakan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala. [Lihat klarifikasi Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 197)].
Dalam ayat selanjutnya Allah berfirman;
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah pasti Dia akan menimbulkan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” ]QS. ath-Thalaaq:4[.
Artinya: Allah akan meringankan dan mempermudah (semua) urusannya, serta menyebabkan baginya jalan keluar dan solusi yang secepatnya (menyelesaikan dilema yang dihadapinya). [Tafsir Ibnu Katsir (4/489)].
- 3). Penjagaan dan taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala
Dalam suatu hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abdullah bin Abbas
احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك
“Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu.” [HR at-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (1/293)].
Makna “mempertahankan (batasan-batas-batas/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepadanya, serta mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia akan selalu bersamamu dengan senantiasa memberi sumbangan dan taufik-Nya kepadamu . [Lihat klarifikasi Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam”].
Keutamaan yang agung ini hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala peruntukkan bagi orang-orang yang menerima predikat sebagai wali (kekasih) Allahsubhanahu wa ta’ala, yang itu mereka dapatkan dengan selalu melakukan dan menyempurnakan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, baik ibadah yang wajib maupun sunnah (tawaran).
- 4). Kemanisan dan kelezatan dogma tanda kesempurnaan dogma
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد رسولاً
“Akan mencicipi kelezatan/kemanisan kepercayaan, orang yang ridha dengan Allah Ta’ala selaku Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (Nabi) Muhammad r sebagai Rasulnya“ [HR. Muslim, 34].
Imam an-Nawawi dikala menjelaskan hadits di atas, berkata, “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Ta’ala, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melaksanakan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak disangsikan lagi bahwa barangsiapa yang mempunyai sifat ini, maka niscaya kemanisan keyakinan akan masuk ke dalam hatinya sehingga beliau bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iktikad tersebut (secara nyata)” [Syarh shahih Muslim (2/2)].
- 5). Keteguhan doktrin dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (kepercayaan) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di darul baka, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia harapkan” [QS Ibrahim:27].
Ketika menafsirkan ayat ini Imam Qatadah berkata, “Adapun dalam kehidupan dunia, Allah meneguhkan akidah mereka dengan tindakan baik (ibadah) dan amal shaleh (yang mereka lakukan)”[Dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir dia (2/700)].
Fungsi ibadah dalam meneguhkan keimanan sangat terperinci sekali, sebab seorang muslim yang merasakan kemanisan dan kenikmatan iktikad dengan ketekunannya beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka sesudah itu – dengan taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala – ia tidak akan mau berpaling dari keimanan tersebut meskipun ia mesti menghadapi banyak sekali cobaan dan penderitaan dalam mempertahankannya, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya.