close

Materi Khutbah Jumat Terupadate: Menyambut Awal Syawal


الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ
المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين
 والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ،
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Kini kita tengah berada di Jum’at kedua bulan Syawal 1438 H. Delapan hari telah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa bertemudengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, menyanggupi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah telah mengundang kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah menerima kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah yang menciptakan sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal biar ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal sampai sya’ban berdoa biar dipertemukan dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Arti syawal yakni kenaikan. Demikianlah seharusnya. Paska Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan seseorang tergantung pada ketaqwaannya?
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau adalah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat : 13)
Akan tetapi, yang kita lihat di penduduk justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan ibadah, juga penurunan mutu diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah peringatan idul Fitri dengan musik dan tarian, dibukanya daerah-kawasan hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru pribadi ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na’udzubillah! Lalu sehabis itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali “membudaya”. Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini mirip mengotori kain putih yang tadinya sudah dicuci dengan sebaik mungkin? Jadilah beliau kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan semakin memburam.
 Delapan hari sudah Ramadhan meninggalkan kita Materi Khutbah Jumat Terupadate: Menyambut Awal Syawal
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
 
Fenomena itu bantu-membantu juga menawarkan terhadap kita, bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak bisa mengirimkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah dikenali oleh siapa saja yang hendak memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi selaku kaidah yang sebaiknya kita perhatikan sebaik mungkin: “Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah beliau.” Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah biasa dari hadits Nabi tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada kenaikan di bulan ini. Dan peningkatan itu tidak lain yaitu berangkat dari perilaku istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang sudah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melebihi batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kau lakukan. (QS. Huud : 112)
Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal ialah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.
إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah yakni yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka amal-amal yang sudah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang saban hari. Shalat malam yang sebelumnya kita selalu melakukan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqah yang telah kita kerjakan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang berkembang besar lengan berkuasa di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit alasannya kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berjalan tanpa adanya hal yang membatalkan karena kita yakin akan pengawasan Allah (ma’iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu memberitahukan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang mencakup keyakinan, maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan makin meningkat. Bukan menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
 
Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan yang lain. Akan tetapi, Allah sudah memperlihatkan potensi berbentuksatu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka memajukan ibadah dan mutu diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini yakni, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita menjalankan puasa enam hari di bulan ini sehabis sebulan sarat kita berpuasa Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun. (HR. Muslim)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصَوْمِ الدَّهْرِ
Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, dia seperti puasa setahun. (HR. Ibnu Majah, shahih)
Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal mesti dijalankan secara berurutan atau boleh tidak? Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut usulan Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keistimewaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Kaprikornus, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 hingga 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada peluang mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jum’at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi ialah hal yang semestinya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang ialah campuran dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain. Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (campuran/sekutu), disamping juga populer dengan istilah perang khandaq yang bermakna parit, alasannya adalah kaum muslimin memakai taktik membuat parit di sekitarMadinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah jerih payah yang hebat. Persatuan kaum muslimin benar-benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu’ makin mendekatkan mereka terhadap Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu’aim yang memecah belah pasukan Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar kenaikan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah acuan betapa bulan Syawal tidak sepantasnya menciptakan ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru sebaiknya, sesuai dengan makna syawal, maka kita mesti mengalami kenaikan dengan berupaya istiqamah serta memajukan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawal.
وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين


اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ