Hukum Adat Pada Era Penjajahan

Sentilan Prof. Hilman Hadikusuma bahwa hukum adat hanyalah istilah teknis pakar andal hukum, perlu dipertimbangkan. Terkait hal tersebut istilah hukum budbahasa sering dikaitkan dengan Prof. Dr. C Snouck Hurgronje yang menyebut perumpamaan adab recht dalam bukunya De Atjehers. Istilah adat recht dalam buku ini digunakan untuk memberi nama pada sesuatu pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam masyarakat pada dikala itu. Kemudian ungkapan ini dikembangkan dan dipakai secara ilmiah oleh Van Vollenhoven. Baca : definisi hukum akhlak.

Menurut Van Vollenhoven, etika recht ialah nomenklatur yang menunjuk pada suatu sistem hukum orisinil yang tepat dengan alam pikiran masyarakat yang mendiami seluruh Nusantara. Oleh karena itu, Prof. Hilman Hadikusuma menyimpulkan bahwa ungkapan budpekerti recht mulai timbul pada tahun 1920, bertepatan munculnya buku Van Vollenhoven yang berjudul Het Adat Recht van Nederlandsch Indie pada tahun 1918. Yang menarik dari buku ini adalah mengenai pembagian kawasan hukum akhlak (etika law area) di Indonesia. Tetapi beliau memberi perhatian khusus pada 4 daerah,adalah Aceh, Minangkabau, Jawa dan Madura.

Secara sederhana kita gunakan istilah teknis ini, untuk pembahasan aturan budpekerti. Apabila ingin merekontruksi perlu dibahas secara filosofis tentang penamaan segala sesuatu. Sejauh ini sesuatu yang dinamakan “hukum etika” ini masih hidup dan berlaku di sekeliling kita. Beranjak dari sini, kita akan memulai membahasa kapan hukum adab mulai berlaku di Indonesia.

Pakar ilmu hukum selalu menghubungkan berlakunya hukum adat ini dengan landasan aturan berlakunya aturan adat di Indonesia. Di sisi lain, mirip kita ketahui bareng bahwa hukum akhlak ini sudah berlaku sejak kemunculannya dalam komunitas masyarakat tertentu. Karena sejatinya hukum adab, hukum atau aturan yang sungguh-sungguh diharapkan oleh penduduk . Masalahnya, timbul pertentangan kepentingan ketika Belanda menjajah Indonesia, yaitu ihwal siapa yang berhak mengadili atau menetapkan hukum dan memakai aturan yang mana?

Sebelum tanggal 1 Januari 1926, hukum budbahasa boleh diberlakukan dengan dasar pasal 11 Algemene Bepaligen van Wetgeving (A.B) dengan istilah “Godsdienstige Wetten, Volksinstelling en Engenbruiken”, artinya peraturan-peraturan keagamaan, forum-lembaga rakyatr,dan kebiasaan-kebiasaan. Kemudian dikontrol dalam pasal 75 Regerings-Reglement (RR)[1] tahun 1854 dengan pembatasan hakim berhak memutuskan masalah dengan hukum etika bagi kelompok Timur Asing dan Pribumi, bila hukum adab tersebut tidak mampu memperlihatkan penyelesaian,maka memakai aturan Eropa. Selain itu aturan etika dibatasi keberlakuannya bila menentang asas-asas keadilan.

Dengan berlakunya, Indische Stastsregeling (IS)[2] maka pemberlakuan aturan budbahasa menjadi lebih luas lagi. Pasal 131 ayat (2) IS mengendalikan ihwal kelompok hukum Pribumi dan Timur Asing berlaku hukum akhlak bagi mereka. Tetapi kalau mereka membutuhkan untuk kepentingan sosial, maka pembuat ordonansi, (badan sentra legislatif/gubernur jenderal bareng dengan Volksraad) mampu menentukan bagi kalangan tersebut Hukum Eropa, Hukum Eropa yang sudah diubah (gewijzigd Eropees Recht), Hukum bagi kelompok bersama-sama (gemenschaappelijk recht), atau aturan gres (nieuw recht) hasil sintesis aturan adab dan hukum eropa. Jadi wewenang hakim (governement rechter) mempunyai banyak opsi, tetapi opsi pertama tetap memakai aturan budbahasa.

Sedangkan metode peradilan yang digunakan bagi golongan pribumi dan Timur Asing di kawasan Jawa-Madura menggunakan Peradilan Swapraja. Sedangkan wilayah di luarJawa-Madura memakai peradilan akhlak. Stratifikasi kalangan aturan baik dalam peraturan dan peradilan ini,mengingatkan sistem pemerintahan kerajaan Majapahit. Undang-undang Majapahit, Negarakertagama membagi stratifikasi masyarakat menjadi 5 kalangan, yakni Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra dan Candala (Mleccha dan Tuccha). Dalam pelaksanaannya, pembagian ini juga memiliki balasan hukum tertentu. Sedangkan dalam Kitab Kutara Menawa ada empat macam hamba, yakni Grehaja, Dwajaherta, Bhaktadasa dan Dandadasa.

Selanjutnya, bagaimana posisi aturan adat ketika Indonesia merdeka, apakah masih sama berlakunya ketika zaman penjajahan. Silahkan baca goresan pena berikutnya : Posisi Hukum Adat Dalam Sistematika Hukum Indonesia.


[1] Undang-undnag aslinya berbunyi : Reglementop Het Beleid der Regering van Nederlands-Indie, Stbl. Negara Belanda Tahun1854 No.2, dan Tahun 1855 No.2 Jo. 1.

[2] Undang-undnag aslinya berbunyi : Wet po de Staats-inrichting van Nederlands-Indie , Stbl. Negara Belanda Tahun 1925 No.415 Jo. 577, Berlaku mulai tanggal 1 Januari 1926.