Homo Soloensis: Pengertian, Sejarah, dan Ciri-Cirinya

Homo Soloensis merupakan salah satu subspesies manusia purba yg dulunya diperkirakan hidup pada zaman Paleolitikum. Spesies ini sudah termasuk kedalam jenis manusia homo erectus atau berdiri tegak.

Di Indonesia sendiri, lumayan banyak didapatkan berbagai fosil manusia purba yg hidup dr era Pleistosen bawah mirip Meganthropus Paleojavanicus, hingga yg telah mengalami evolusi di masa-masa setelahnya.

Sama halnya dgn manusia purba lain yg telah menjalani kehidupan di zaman praaksara, subspesies homo sapiens ini mewariskan hasil kebudayaan yg hingga kini masih dicoba untuk diekskavasi & dieksplorasi oleh para arkeolog.

Para peneliti masih terus mengkaji info yg ditemukan dr bermacam-macam artefak & benda purba, guna memproyeksikan bagaimana dahulu leluhur manusia ini menjalani kehidupan di abad prasejarah.

Pengertian Homo Soloensis

Homo Soloensis merupakan subspesies dr insan purba hominid yg berasal dr Solo, Jawa Tengah. Oleh karena itu, insan purba ini sering pula disebut dgn manusia dr Solo (Solo Man).

Para ahli memperkirakan dulunya hominid ini sudah ada di sekeliling wilayah Sungai Bengawan Solo purba semenjak masa Paleolitikum atau zaman batu.

Ada sebagian jago yg mengklasifikasikan subspesies ini ke dlm golongan homo sapiens. Namun, sebagian lain ada yg mengkategorikannya selaku kepingan dr spesies homo erectus.

Bahkan ada pula yg beropini bahwa hominid dr Solo ini masih satu golongan dgn spesies homo neanderthalensis yg dulunya tinggal di Eropa, Afrika, & Asia.

 

Sejarah Homo Soloensis

Sejarah Homo soloensis

Homo Soloensis ditemukan pertama kali oleh pakar purbakala dr Belanda yg telah mempelajari kehidupan purba beberapa tahun, yakni G.H.R von Koenigswald, Ter Haar, serta Oppenoorth.

Von Koengswald dkk memperoleh hominid ini sekitar tahun 1931 hingga 1933 berlokasi di wilayah Desa Ngandong, Sangiran (secara administratif menjadi belahan kabupaten Blora & Sragen).

Penemuan Fosil

Von Koenigswald melakukan riset di daerah Sangiran & ternyata tak cuma mendapati fosil hominid solo saja, tetapi pula beberapa spesies lain yg ia klasifikasikan menjadi tiga pengkategorian.

Fosil & artefak tersebut menandai memang ada kehidupan manusia purba yg sempat mendiami bantaran Sungai Bengawan Solo seperti halnya hominid solo.

Pertama, pada lapisan Pleistosen Bawah yg menjadi tempat ditemukannya homo mojokertensis, pithecanthropus robustus, serta meganthropus palaeojavanicus.

Kedua, yakni di lapisan Pleistosen Tengah atau lapisan trinil ditemui fosil pithecanthropus erectus.

Ketiga, lapisan Pleistosen Atas yg ditemukannya hominid solo & homo wajakensis.

Pada dikala mendapatkan fosil Homo Soloensis, von Koenigswald mendapati ada 11 fosil berwujud tengkorak. Sebagian kerangkanya sudah hancur, akan namun masih terdapat beberapa belahan yg pantas diteliti lebih lanjut. Organ tulang rahang beserta gigi 11 fosil tersebut nyaris tak ada semua.

 

Teori von Koenigswald

Von Koenigswald berpendapat bahwa manusia purba asal Solo ini sudah berada pada tingkatan yg lebih tinggi jika dibandingkan dgn spesies pithecanthropus erectus.

Itulah kenapa dinamakan dgn istilah homo yang memiliki arti insan, alasannya adalah para andal menduga makhluk hidup ini sudah meningkat dengan-cara akal ketimbang spesies sebelumnya.

R. Weidenreich pula mendukung pertimbangan tersebut. Koenigswald & Weidenreich memperkirakan bahwa hominid solo ini merupakan insan purba hasil evolusi pithecanthropus mojokertensis yang diketahui pula sebagai homo mojokertensis.

Hal ini didasarkan pada struktur tubuh pada fosil yg diperkirakan sudah mengalami penyempurnaan.

 

Masa Hidup Homo Soloensis

Melihat dr karakteristik fosil yg ditemukan, para jago memperkirakan Homo Soloensis hidup pada 900—300 ribu tahun silam.

Adapun usia kerangka yg diteliti kira-kira sudah berusia 143.00-550.000 tahun, walaupun perlu observasi lebih lanjut guna memastikan kemungkinan yang lain.

Apalagi saat ditemukan kondisi fosil sudah tak sepenuhnya berwujud sempurna.

Manusia purba dr Solo ini mempunyai volume otak yg bekisar antara 1000-1200 cc sehingga banyak ahli berpandangan subspesies ini sudah meningkat dr segi kecerdasan.

Kebudayaan yg terkenal hasil peninggalan hominid solo yakni alat serpih, kapak genggam, serta perlengkapan yg dibuat dr materi tulang atau tanduk hewan.

Dari sana, para andal berusaha mengumpulkan gambaran bagaimana kehidupan hominid solo ini di masa Paleolitikum. Manusia purba cenderung tinggal di kawasan sekitar sungai, ditandai dgn banyaknya penemuan fosil yg tak jauh dr sungai.

Hal ini diasumsikan alasannya sungai memberikan suplai air & binatang yg menunjang kehidupan manusia purba.

Sebagaimana karakteristik insan zaman praaksara yang lain, Homo Soloensis bertahan hidup dgn mengandalkan hasil dr alam.

Namun ada yg berbeda antara subspesies homo sapiens ini dgn spesies sebelumnya yakni meganthropus dan pithecanthropus yang masih merupakan nomaden & menerapkan gaya hidup berburu & meramu.

Manusia purba ini sudah bisa mengolah makanan lewat cara-cara pertanian yg sangat sederhana. Kehidupannya pun sudah tak nomaden, karena menetap tinggal di sebuah wilayah yg dirasa ideal.

Alat-alat khas zaman Paleolitikum seperti kapak genggam & kapak perimbas dipakai selaku fasilitas bertahan hidup.

Selain itu, kehidupannya yg sudah mulai menetap pula dapat dilihat pada terbentuknya Kjokkenmoddinger ataupun abris sous roche. Bukti-bukti hidup manusia yg sudah mulai menetap.

 

Dugaan Kekerabatan Homo Soloensis

Banyak hebat yg berspekulasi bahwa hominid solo mempunyai kekerabatan dgn manusia purba spesies lainnya. Itulah yg disangka menjadi penyebab kesamaan fisik hominid solo dgn manusia purba spesies lain.

Misalnya, dr hasil analisis fitur anatomi pada hominid solo yg serupa dgn homo sapiens subspesies javanthropus.

Ada pula peneliti yg membuat pembagian terstruktur mengenai Homo Soloensis dianggap nenek moyang suku Aborigin, anatomi tubuhnya yg serupa menjadi dasar anggapan ini.

Namun kemudian dimengerti bahwa tak ada kaitan antara hominid solo dgn suku Aborigin. Jika pun ada hubungan, maka itu berasal dr spesies leluhur di atas homo sapiens.

 

Ciri-Ciri Homo Soloensis

Ciri homo soloensis

Dalam mengidentifikasi homo soloensis, setidaknya terdapat beberapa ciri-ciri yg mampu dijadikan tolok ukur & pula tumpuan.

Agar lebih gampang, ciri-ciri tersebut dipisahkan menjadi ciri fisik dr manusianya, & ciri budaya dr kebudayaan yg ditinggalkannya. Selain itu, akan dikaji pula kepercayaan-keyakinan yg ada pada homo Soloensis.

Ciri Fisik Homo Soloensis

Morfologi atau ciri fisik subspesies homo sapiens ini bahu-membahu lebih serupa dgn homo erectus. Namun pada beberapa aspek, hominid solo lebih unggul & bisa dibilang lebih tepat dr homo erectus.

Contohnya yakni cara berlangsung sudah lebih tegak & mampu melangkahkan kaki lebih tepat.

Berikut ini ialah beberapa ciri-ciri fisik dengan-cara umum dr homo soloensis

  • Mempunyai volume otak antara 1000 hingga 1200 cc
  • Otak kecil dr homo soloensis berukuran lebih besar dibanding otak kecil pada manusia Pithecanthropus Erectus
  • Tengkorak kepala berskala lebih besar bila dibandingkan dgn Pithecanthropus Erectus
  • Mempunyai tinggi tubuh sekitar 130 hingga 210 cm
  • Otot pada cuilan tengkuk yg mengalami penyusutan
  • Bentuk wajah tak menonjol ke depan
  • Tonjolan pada kening agak terputus di tengah tepatnya di atas hidung
  • Sudah bisa bangun tegak (erect) & berlangsung dgn lebih sempurna
  • Bentuk fisiknya menyerupai insan dikala ini
  • Berat badannya berkisar antara 30 sampai 150 kg

Postur tubuh Homo Soloensis diperkirakan setinggi 130—210 cm. Sub spesies ini pula memiliki keunikan yakni otot pada pecahan tengkuknya mengalami penyusutan.

Wajahnya pun tak lagi menonjol ke depan seperti spesies insan purba di generasi atasnya. Bagian dahi agak miring ke belakang, serta di tengkoraknya terdapat tonjolan di dekat alis yg lebih tebal.

Tengkorak hominid solo lebih besar kalau dibandingkan dgn pithecanthropus erectus. Volume otaknya pun lebih besar, yakni sekitar 1000-1200 cc.

Adapun berat tubuh manusia purba satu ini berkisar antara 30-150 kilogram. Jika dibayangkan sekilas, postur tubuh hominid solo sudah hampir serupa dgn insan ketika ini.

 

Ciri Kebudayaan Homo Soloensis

Homo Soloensis tak hanya meninggalkan fosil dr anggota tubuh mereka, namun pula artefak alat-alat kehidupan yg menjadi ciri kebudayaan mereka pada ketika hidup.

Berikut ini adalah ciri-ciri kebudayaan yg ditemukan pada insan Homo Soloensis

  • Kapak perimbas
  • Perkakas dr tulang
  • Kapak genggam
  • Alat serpih

Kapak diperkirakan menjadi peralatan utama yg dipakai oleh hominid solo ini. Ada jenis kapak genggam, ada pula kapak perimbas. Selain itu ada pula perkakas & alat serpih dr tulang binatang.

Alat-alat yg ditemukan ini mempunyai ciri-ciri mirip budaya Ngandong terdapat di wilayah Papua & pula pulau Jawa. Penyebaran-penyebaran alat-alat ini mempunyai kaitan yg sungguh erat dgn posisi geografis Indonesia.

Seperti yg kita ketahui, Indonesia dahulu terhubung dgn Asia lewat dangkalan Sunda & terhubung dgn Papua serta Australia lewat dangkalan Sahul.

 

Kepercayaan Homo Soloensis

Banyak ahli yg mempercayai bahwa kemajuan budaya insan purba pula diimbangi dgn kemajuan ajaran serta budaya-budaya yang lain seperti seni & rohani.

Menurut Karen Armstrong, insan menciptakan rancangan dewa untuk mejelaskan segala sesuatu yg ada. Tuhan disini menjadi penyebab dr segala hal yg belum bisa mereka jelaskan dgn sains & teknologi.

Wilhelm Schmidt pula mendukung desain monoteisme primitif ini dlm bukunya the origin of the idea of god. Pada mulanya, manusia-insan pertama di Afrika meyakini keesaan ilahi bahwa cuma ada satu tuhan yg maha kuasa & maha menyaksikan segalanya.

Meskipun hadir dlm doa & sejenisnya, dewa ini tak memiliki kasta agamawan atau apapun yg menjadi penghubung antara insan dgn ilahi. Semua orang melaksanakan doa-doanya tersendiri & dgn bentukan-bentukannya sendiri.

Hal ini meningkat sebelum karenanya dewa ini digantikan oleh tuhan-dewa pagan yg banyak. Tuhan pagan ini melambangkan kekuatan2 alam & pula roh-roh nenek moyang yg diwujudkan dlm animisme & dinamisme.

Oleh alasannya itu, besar kemungkinan bahwa Homo soloensis ini pula sudah mengenal & merasakan kedatangan dewa dlm kehidupan mereka. Hal ini terjadi karena banyak fenomena-fenomena alam yg terjadi pada masanya, tak mampu dijelaskan oleh teknologi & ilmu yg mereka miliki pada saat itu.

  Keselamatan Dan Ketertiban Penduduk Selama Orde Baru Relatif Tersadar Alasannya