Hakikat Puisi
Puisi bukan lagi suatu bentuk karya sastra yang kaku dan penuh tolok ukur. Puisi dalam pengertian modern yakni puisi yang bebas.
Puisi merupakan aktualisasi ekspresi dan perumpamaan jiwa penulisnya. Oleh sepembahasan itu, siapa pun dapat membuat puisi, meskipun pasti tetap ada bentuk khas sebuah puisi selaku ukuran patokan yang membedakannya dengan bentuk karya sastra lainnya.
Artinya setiap orang dapat menggunakan fasilitas -fasilitas kepuitisan mirip rima, irama, diksi, dan yang lain untuk mengintensitaskan ekspresi dan pengalaman jiwanya, bukan membuatnya syarat pengikat.
Sebagai suatu karya sastra, puisi tetap harus memiliki kesanggupan memuat segala unsur yang berhubungan dengan kesastraan. Setidaknya ada tiga faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hakikat puisi. Tiga faktor tersebut, yakni: sifat seni, kepadatan, dan verbal tidak eksklusif.
Aspek-faktor untuk Memahami Hakikat Puisi dan Contoh Puisi
a. Sifat atau Fungsi Seni
Sebagai karya sastra, di dalam puisi mesti terdapat komponen estetika atau keindahan. Unsur ini mampu dibangun dengan pemanfaatan gaya bahasa.
Gaya bahasa meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan imbas tertentu seperti, bunyi, kata, dan kalimat. Semua bagian bahasa di dalam puisi mampu digunakan untuk menampilkan segi keindahan di dalam puisi.
Perhatikan permainan kata menjadi nada atau tinggi rendahnya bunyi serta mengakibatkan keindahan di pendengaran tanpa meminimalkan kepaduan atau ke selarasan maknanya pada puisi Hartojo Andangdjaja di bawah ini:
“NYANYIAN KEMBANG LALANG”
Putih di padang-padang
putih kembang-kembang lalang
putih rindu yang memanggil-manggil dalam dendang
orang di dangau orang di ladang
putih jalan yang panjang
kabut di puncak Singgalang
sepi yang menyanyup di ujung pandang
putih bermata sayang
muka beresiko tanah minang
b. Kepadatan
Di dalam puisi, istilah yang ingin disampaikan tidak semuanya diuraikan. Puisi cuma mengungkapkan inti duduk perkara, peristiwa, atau dongeng. Puisi cuma mengungkapkan esensi atau sari pati sesuatu.
Maka, untuk menulis puisi, penyair mesti akil memilih kata yang akurat. Terkadang suatu kata diambil bentuk dasarnya saja dan relasi antar-kalimat terjadi secara implisit, bahkan kata-kata yang tak perlu dapat dihilangkan.
Yang paling penting adalah setiap bagian di dalam puisi mempunyai keterikatan dan keterpaduan makna. Maka, salah satu cara untuk mengungkapkan kandungan isi dalam puisi ialah menciptakan parafrasa puisi menjadi prosa dengan menyempurnakan kalimat atau memperlihatkan pemahaman pada kata-katanya biar menjadi terang atau lugas.
Perhatikanlah puisi Chairil Anwar berikut ini:
“SELAMAT TINGGAL”
Aku berkaca
Ini muka sarat luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu
– dalam hatiku? –
Apa hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah …..!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal …..!!
Selamat tinggal …..!!
c. Ekspresi Tidak Langsung
Selain mengandung nilai estetika atau keindahan serta bentuk opsi kata dan tata kalimat yang mengandung pemahaman yang padat, puisi juga merupakan media pengungkapan lisan secara tidak langsung. Pengungkapan mulut tidak pribadi ini terbukti dengan dominannya penggunaan kata yang mempunyai arti konotasi atau kiasan.
Di dalam puisi, juga penyair mampu menggunakan idiom, pepatah, majas, atau peribahasa dalam mengungkapkan sesuatu secara implisit. Ini dilakukan agar puisi mempunyai cita rasa tersendiri dengan penggunaan kata berjiwa atau stilistika sehingga pembaca atau pendengar memiliki rasa ingin tahu kandungan makna yang tersembunyi dalam sebuah puisi atau hal yang bahu-membahu ingin diungkapkan penyair lewat puisinya.
Dalam pandangan awam puisi memang mesti mengandung daya tarik atau kemisterian. Seorang kritikus sastra menyampaikan puisi bukanlah susunan kata–kata yang membentuk baris dan bait melainkan sesuatu yang terkandung di dalam kata, baris, dan bait itu.
Contoh puisi yang memakai simbol atau ungkapan:
‘DI MEJA MAKAN’
Ia makan nasi dan isi hati
Pada mulut terkunyah duka
Tatapan matanya pada lain isi meja
Lelaki muda yang dirasa
Tidak lagi dimilikinya.
Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
Meleleh air racun dosa.
…………
(W.S. Rendra)