close

Hakikat Berguru

Artikel ini membahas tentang hakikat mencar ilmu. Ada aneka macam pendapat para andal terkait pengertian wacana berguru. Pada hakikatnya berguru lebih erat dengan pergantian tingkah laris seseorang, dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Agar lebih terang, simak klarifikasi ihwal pengertian berguru berikut ini.

a. Pengertian Belajar
Belajar yaitu sebuah kata yang sudah bersahabat dengan semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “berguru” ialah kata yang tidak aneh. Belajar merupakan perumpamaan yang paling esensial dalam setiap perjuangan pendidikan, sebab tanpa belajar bahu-membahu tidak pernah ada yang namanya pendidikan. Pengertian mencar ilmu dikemukakan oleh banyak mahir dengan pemahaman yang berlainan-beda. Hal ni disebabkan sebab perbedaan dalam sudut pandang, perbedaan tersebut akan memperbesar wawasan dan wawasan ihwal belajar. Namun pada dasarnya pemahaman tersebut lebih menitikberatkan mencar ilmu pada pergeseran tingkah laku.

Slameto dalam Hamdani (2011:20) mengemukakan bahwa “Belajar yaitu suatu proses usaha yang dikerjakan seseorang untuk mendapatkan perubahan tingkah laris yang gres secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya berdasarkan Gagne dalam Suprijono (2010:2) mengatakan bahwa “Belajar ialah perubahan disposisi atau kemampuan yang diraih seseorang lewat acara”. Oleh alasannya adalah itu, seseorang yang melaksanakan kegiatan belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah menemukan pergantian dalam dirinya dengan mempunyai pengalaman baru, maka seseorang itu dikatakan telah berguru.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan beberapa pengertian dari berguru yakni: a) berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, b) berlatih, c) berubah tingkah laris atau balasan yang disebabkan oleh pengalaman.

Lebih lanjut Lufri (2010:1) menguraikan beberapa rumusan ihwal mencar ilmu yang biasa dipakai:

  1. Belajar didefenisikan sebagai modifikasi atau peneguhan sikap lewat pengalaman (learning is defined as the medication or strengthening of behavior through experiencing). Berdasarkan pemahaman ini berguru bukan suatu hasil dan bukan pula sebuah tujuan namun ialah sebuah proses atau sebuah aktifitas.
  2. Belajar adalah suatu proses pergantian sikap individu yang terjadi akhir interaksi dengan lingkungan.
  3. Belajar yaitu ialah perpaduan kedua pemahaman di atas, adalah ialah suatu proses atau aktifitas individu dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya sehingga terjadi pengalaman belajar.

Lebih lanjut Hilgard dalam Sanjaya (2008) mengungkapkan bahwa “Learning is the process by which an activity originates or changed through training procedures (wether in the laboratory or in the natural environment)…” yang artinya belajar yakni proses pergeseran lewat acara atau prosedur latihan (baik latihan di dalam laboratorium maupun di dalam lingkungan alamiah).

Oleh Dimyati dan Mudjiono (2010:9-17) mengemukakan persepsi beberapa hebat wacana belajar, yaitu:

  1. Belajar menurut persepsi Skinner
  2. Skinner berpandangan bahwa belajar yakni suatu perilaku. Pada saat orang berguru, maka resposnya menjadi lebih baik baik. Sebaliknya, bila ia tidak mencar ilmu maka responnya menurun.

  3. Belajar berdasarkan Gagne
  4. Menurut Gagne, mencar ilmu ialah kegiatan yang kompleks. Hasil berguru berupa kapabilitas. Setelah mencar ilmu orang memiliki kemampuan, wawasan, perilaku, dan nilai.

  5. Belajar berdasarkan pandangan Piaget
  6. Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami pergantian. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek makin meningkat .

  7. Belajar menurut Rogers
  8. Rogers beropini bahwa praktik pendidikan menitikberatkan pada sisi pengajaran, bukan pada siswa yang berguru. Praktik tersebut ditandai oleh peran guru yang mayoritas dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.

Dari beberapa usulan para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berguru yaitu sebuah proses pergeseran tingkah laris atau wawasan seseorang selaku hasil pengalamannya melalui interaksi dengan lingkungannya.

b. Prinsip-prinsip Belajar
Beberapa ahli mengemukakan beberapa usulan wacana prinsip-prinsip yang mana satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari aneka macam prinsip mencar ilmu tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang mampu dipakai selaku dasar dalam upaya kenaikan pembelajaran. Oleh Dimyati dan Mudjiono (2010:42-49), mengemukakan beberapa prinsip dalam mencar ilmu adalah:

  1. Perhatian dan motivasi
  2. Perhatian memiliki peranan penting dalam acara belajar. Perhatian kepada belajar akan muncul pada siswa jika materi pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran dirasakan sebagai sesuatu yang diperlukan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, akan menghidupkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.

    Di samping perhatian, motivasi memiliki peranan penting dalam aktivitas berguru. Motivasi yaitu tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan acara seseorang. Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi ialah salah satu tujuan dalam mengajar. Dan sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil berguru sebelumnya yang dapat memilih keberhasilan mencar ilmu siswa dalam bidang wawasan, nilai-nilai dan kemampuan.

  3. Keaktifan
  4. Dalam setiap proses mencar ilmu, siswa senantiasa menawarkan keaktifannya. Keatifan itu beragam bentuknya. Mulai dari acara fisik yang mudah diperhatikan hingga kegiatan psikis yang sulit diperhatikan. Kegiatan fisik mampu berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh aktivitas psikis contohnya menggunakan khasanah wawasan yang dimiliki dalam memecahkan problem yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan aktivitas psikis yang lain.

  5. Keterlibatan langsung/berpengalaman
  6. Keterlibatan siswa dalam belajar jangan diartikan sebagai keterlibatan fisik semata. Namun lebih dari itu terutama yaitu keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan wawasan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan perilaku dan nilai, dan juga pada ketika menyelenggarakan latihan-latihan dalam pembentukan keahlian.

  7. Pengulangan
  8. Oleh teori Psikologi Daya, mencar ilmu adalah melatih daya-daya yang ada pada insan yang terdiri atas daya mengamati, menanggapi, mengingat, mengkhayal, mencicipi, berpikir, dan sebagainya. Dengan menyelenggarakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan terus berkembang.

  9. Tantangan
  10. Dalam suasana mencar ilmu siswa menghadapi suatu tujuan yang dicapai, namun senantiasa terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan berguru, maka timbullah motif untuk mengatasihambatan itu adalah dengan mempelajari bahan berguru tersebut. Apabila kendala itu telah diatasi artinya tujuan berguru sudah tercapai, maka beliau akan masuk dalam medan gres dan tujuan gres.

  11. Balikan dan penguatan
  12. Siswa akan mencar ilmu lebih bergairah bila mengenali dan menerima hasil yang baik. Hasil yang bagus akan merupakan balikan yang menggembirakan dan kuat baik bagi usaha berguru selanjutnya. Namun dorongan mencar ilmu itu tidak saja oleh penguatan yang menggembirakan namun juga yang tidak mengasyikkan. Atau dengan kata lain penguatan faktual dan penguatan negative mampu memperkuat belajar.

  13. Perbedaan individual
  14. Perbedaan individual besar lengan berkuasa pada cara dan hasil mencar ilmu siswa. Karenanya, perbedaan individu pelu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

c. Faktor-aspek yang Mempengaruhi Belajar
Faktor-faktor yang mensugesti mencar ilmu banyak jenisnya, tetapi mampu digolongkan menjadi dua kalangan, adalah aspek intern dan aspek ektern. Faktor intern yaitu aspek yang berasal dari dalam diri individu yang sedang mencar ilmu, sedangkan faktor ektern ialah faktor yang ada diluar diri individu.

Slameto (2010:54-59) menerangkan beberapa faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi mencar ilmu yaitu:

  1. Faktor jasmaniah
    • Faktor kesehatan, sehat bermakna dalam kondisi baik segenap tubuh beserta bab-bagiannya bebas dari penyakit.
    • Cacat badan, ialah sesuatu yang mengakibatkan kurang baik atau kurang sempurna tentang badan/badan.
  2. Faktor psikologis
    • Inteligensi, merupakan kecakapan yang terdiri dari tiga jenis ialah kecakapan untuk menghadapi dan beradaptasi kedalam suasana yang baru dengan segera dan efektif, mengenali atau memakai konsep-konsep yang absurd secara efektif, mengetahui kekerabatan dan mempelajarinya dengan segera.
    • Perhatian,ialah keaktifan jiwa yang dipertinggi dan jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek.
    • Minat, ialah kecenderungan yang tetap untuk mengamati dan mengenal beberapa aktivitas.
    • Bakat, merupakan kemauan untuk belajar yang akan terealisasi menjadi kecakapan yang faktual.
    • Motif, ialah daya pengerak atau pendorong untuk melaksanakan sesuatu.
    • Kematangan, merupakan sebuah tingkat atau fase dalam kemajuan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya telah siap untuk melakukan kecakapan gres.
    • Memberi response atau reaksi.
  3. Faktor kelelahan
    • Kelemahan jasmani, terlihat dengan lemah lunglainya badan dan berkembang kecenderungan untuk membaringkan badan.
    • Kelelahan rohani, terlihat dangan adanya kelesuan dan kejenuhan, sehingga minat dan dorongan untuk menciptakan sesuatu hilang.

Lebih lanjut Slameto (2010:60-71) menerangkan beberapa faktor-aspek ekstern yang mampu mensugesti mencar ilmu yaitu:

  1. Faktor Keluarga
    • Cara orang bau tanah mendidik, hal ini besar pengaruhnya kepada berguru anak alasannya keluarga merupakan forum pendidikan yang pertama dan utama.
    • Relasi antara anggota keluarga, ialah kekerabatan orang bau tanah dengan anaknya, anak dengan saudaranya ataupun dengan anggota keluarga lainnya.
    • Suasana rumah, merupakan suasana atau kejadian-peristiwa yang sering terjadi dalam keluarga dimana anak tersebut berada dan belajar.
    • Keadaan ekonomi keluarga, hal ini bekerjasama dengan keperluan pokok anak, misalanya masakan, pakaian, pertolongan kesehatan dan juga kemudahan belajar.
    • Pengertian orang tua, hal ini bekerjasama dengan dorongan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya.
    • Latar belakang kebudayaan, merupakan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan agar mendorong semangat anak untuk belajar.
  2. Faktor Sekolah
    Faktor sekolah yang menghipnotis belajar ini meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, korelasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, kriteria pelajaran, kondisi gedung, metode berguru dan peran rumah.
  3. Faktor Masyarakat
    Faktor penduduk yang mempengaruhi belajar meliputi acara siswa dalam masyarakat, mass media, sobat bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang menghipnotis mencar ilmu cukup luas dan kompleks. Hal ini beranjak dari lingkungan keluarga, sekolah dan penduduk .

Selain dari beberapa faktor-faktor diatas, salah satu hal penting yang perlu diketahui yaitu perihal bagaimana minat belajar siswa. Berikut ialah pengertian minat:
  1. Minat berdasarkan kamus besar bahasa indonesia adalah kecenderungan hati yang tinggi kepada suatu gairah harapan.
  2. Minat menurut Mahfudz Shalahuddin adalah perhatian yang mengandung komponen-komponen perasaan.
  3. Minat berdasarkan Crow yakni berafiliasi dengan daya gerak yang mendorong kita condong atau merasa terpesona pada orang, benda dan aktivitas.

Berdasarkan usulan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, minat yakni kecenderungan jiwa yang relatif menetap kepada diri seseorang dan umumnya disertai dengan perasaan bahagia untuk melakukan proses pergantian tingkah laku melalui aneka macam aktivitas yang meliputi mencari wawasan dan pengalaman.

Ada beberapa indikator minat yaitu:
  1. Pengalaman berguru, pengalaman yang dimiliki oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut seperti prestasi berguru.
  2. Mempunyai perilaku emosional yang tinggi, sikap emosional yang tinggi misalnya siswa tersebut aktif mengikuti pelajaran, senantiasa mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik, dll.
  3. Pokok pembicaraan, ialah apa yang dibicarakan atau didiskusikan.
  4. Buku bacaan (buku yang dibaca), biasannya siswa atau anak bila diberi kebebasan untuk memilih buku bacaan tertentu siswa itu akan menentukan buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan bakat dan minatnya.
  5. Pertanyaan, kalau pada dikala proses berguru-mengajar berlangsung siswa selalu aktif dalam bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan itu bertanda bahwa siswa tersebut mempunyai minat berguru yang besar.
  6. Adanya konsentrasi siswa kepada materi yang disuguhkan.

Perhatian siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung sungguh perlu dimengerti. perhatian, ialah keaktifan jiwa yang dipertinggi dan jiwa itupun semata-mata tertuju terhadap sebuah objek.

Ada beberapa indikator perhatian adalah:
  1. Memiliki daya tarik.
  2. Adanya fokus siswa dalam mengikuti pembelajaran.
  3. Adanya rasa ingin tahu siswa tentang materi yang disampaikan.

Selain dari minat dan perhatian perlu juga diketahui bagaimana partisipasi siswa dalam pembelajaran. Adapun konsep partisipasi berdasarkan Ensiklopedi pendidikan bahwa, bantu-membantu partisipasi yakni suatu tanda-tanda demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam penyusunan rencana serta pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.

Dalam hal ini partisipasi yang dimaksud yaitu partisipasi siswa adalah keikutsertaan atau keterlibatan dalam aktivitas yang dikerjakan dalam pembelajaran.

Kaprikornus dari beberapa pengertian di atas, maka mampu ditarik kesimpulan bahwa partisipasi yakni keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta latih dalam menunjukkan respon kepada aktivitas yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikenali bahwa dalam partisipasi terdapat unsur-unsur selaku berikut:
  1. Keterlibatan akseptor bimbing dalam segala aktivitas yang dilaksanakan dalam proses berguru mengajar.
  2. Kemauan peserta latih untuk menyikapi dan berkreasi dalam aktivitas yang dijalankan dalam proses belajar mengajar.

Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menggembirakan. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah direncakan bisa diraih semaksimal mungkin.

Tidak ada proses berguru tanpa partisipasi dan keaktifan anak bimbing yang belajar. Setiap anak latih niscaya aktif dalam belajar, hanya yang membedakannya yaitu kadar/bobot keaktifan anak latih dalam belajar. Ada keaktifan itu dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Disini perlu kreatifitas guru dalam mengajar biar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Penggunaan seni manajemen dan tata cara yang tepat akan menentukan kesuksesan kegiatan berguru mengajar. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilaksanakan guru akan bisa membawa siswa dalam suasana yang lebih kondusif alasannya adalah siswa lebih berperan serta, lebih terbuka dan sensitif dalam aktivitas berguru mengajar.

d. Belajar Matematika
Matematika yaitu ilmu yang berkaitan dengan pandangan baru-wangsit abstrak dan disajikan dalam bentuk simbol-simbol serta disusun secara hierarkis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dimyati dalam Uno (2010:126) bahwa: matematika ialah “ide abstrak” memiliki pijakan untuk mempelajarinya.

Belajar matematika pada dasarnya merupakan proses yang diarahkan pada satu tujuan. Tujuan mencar ilmu matematika ditinjau dari segi kognitif yaitu terjadinya transfer belajar yang mampu tampakdari kemampuan siswa mengfungsionalkan bahan matematika baik secara konseptual maupun secara mudah. Secara konseptual dimaksudkan untuk dapat memperlajari matematika lebih lanjut, sedangkan secara simpel dimaksudkan memutuskan bahan matematika dalam memecahkan masalah matematika dan dalam bidang lain.

Meskipun pelajaran matematika itu dirasakan siswa selaku pelajaran yang merepotkan dipelajari, namun ialah suatu ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Matematika ialah sebuah ilmu pasti yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, inovatif, dan kesanggupan berguru yang efektif. Uno (2009:129) mengemukakan bahwa: Matematika ialah sebuah bidang ilmu yang merupakan alat pikir, komunikasi, alat untuk memecahkan aneka macam masalah simpel, yang bagian-unsur akal dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas serta memiliki cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri dan analisis.

Dari klarifikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika itu selalu berafiliasi dengan acara manusia. Mempelajari matematika tidak dapat dijalankan secara acak, mesti dimulai dari dasar, tahap demi tahap. Dalam belajar matematika diperlukan daya nalar yang bagus serta kesungguhan untuk mempelajarinya. Selain itu, siswa juga dituntut untuk terlebih dahulu menguasai materi dasar (penunjang) sebelum beranjak pada bahan pelajaran yang merupakan lanjutan dari materi pelajaran sebelumnya.

Demikian penjelasan ihwal hakikat berguru. Barangkali sobat-teman juga ingin membaca tentang pendekatan dan sistem pembelajaran. Semoga bermanfaat.