close

Fase-Fase Pertumbuhan Antropologi

A. Pengertian Antropologi
Dalam setiap kehidupan penduduk pasti mempunyai suatu hasil anutan yang berasal dari kecerdasan local penduduk tersebut atau biasa disebut kebudayaan. Kebudayaan antara masyarakat satu dengan yang yang lain pastilah mempunyai perbedaan masing-masing ,sehingga dibutuhkan sebuah ilmu untuk mempelajari setiap kebudayaan tersebut. Antropologi , merupakan cabang ilmu pengetahuan social yang mempelajari wacana budaya sebuah masyarakat tertentu. Kata Antropoligi sendiri berasal dari kata antrophos yang bermakna insan dan logos yang memiliki arti ilmu. Antropolgi sendiri mempelajari insan secara biologinya dan juga secara kehidupan sosialnya.
Dari berbagai macam definisi antropologi, berikut ini ialah pemahaman antropologi yang biasa dipakai dalam pembelajaran antropologi, yakni:
· William A. Haviland Antropologi adalah studi tentang umat insan, berusaha menyusun generalisasi yang berfaedah perihal manusia dan perilakunya serta untuk mendapatkan pengertian yang lengkap perihal keragaman manusia.
· David Hunter Antropologi yaitu ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas wacana umat manusia.
· Koentjaraningrat Antropologi yakni ilmu yang mempelajari umat manusia kebanyakan dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik penduduk serta kebudayaan yang dihasilkan.[1]
B. Fase Perkembangan Antropologi
Antropologi selaku ilmu tidak muncul begitu saja, namun antropologi meningkat melalui fase-fase yang ada. Dalam antropologi terdapat 4 fase yang terjadi dalam kemajuan antropologi sebagai ilmu, adalah:
1. Fase pertama
Fase ini terjadi sebelum tahun 1800, sekitar selesai masa 15 sampai permulaan kurun 16 orang eropa mulai mengelilingi kawasan kawasan dikawasan Asia, Afrika dan Amerika, semenjak saat dalam perkembanganya permukaan bumi ini mulai terkena imbas Negara-negara Eropa Barat. Dalam perkembanganya mulai terkumpul catatan, buah dongeng laporan dan buku-buku kisah kisah dari para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama dan pegawai pemerintah jajahan mengenai daerah yang mereka datangi. Dalam buku-buku itu termuat mengenai deskripsi bangsa-bangsa yang terdapat di Afrika, Asia, Oseania dan suku-suku bangsa lainnya. Bahan-materi deskripsi tersebut sungguh menarik perhatian bangsa Eropa alasannya adalah perbedaan dari daerah yang dikunjungi dengan budpekerti istiadat, bahasa, susunan masyarakat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa Eropa Barat.
Bahan-bahan wawasan tadi disebut etnografi, atau seskripsi ihwal bangsa-bangsa. Deskripsai yang diperoleh tadi lazimnya tidak begitu teliti sehingga sering kali bersifat kabur, dan pada umumnya hanya mengamati hal yang menurut orang Eropa nampak ajaib saja, walau ada pula karangan-karangan yang bagus dan bersifat lebih teliti.
Dari keanehannya, maka bahan etnografi tadi amat menarik perhatian kaum pintar di Eropa Barat semenjak abad ke 18. Kemudian dalam persepsi orang Eropa munculah pertentyangan terhadap bangsa Amerika, Afrika Asia dan juga Oseania tadi, adalah: sebagian orang eropa menilai bahwa mereka keturunan iblis dan bukan bangsa yang ialah keturunan insan, adajuga yang menganggap mereka merupakan bangsa yang masih murni yang belum tersentuh olehkejahatan, dan yang terakhir sebagian orang Eropa kepincut akan adab-istiadat dan ulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan asal Amerika, Afrika, Oseania dan Asia sehingga muncul museum-museum kebudayaan luar Eropa.
Pada aawal abad ke-19 pehartian terhadap himpunan wawasan wacana penduduk , akhlak istiadat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul perjuangan-perjuangan pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan materi wawasan etnografi tadi menjadi satu.[2]
2. Fase Kedua
Masa ini berlangsung pada pertengahan abad ke-19, pada mas ini mulai muncul goresan pena-tulisan ataupun berbentukkarangan yang menyusun materi etnhografi tersebut menurut cara berikir evolusi masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir tersebut bisa di golongkan mirip berikut: Masyarakat dan kebudayaan insan telah berevolusi dengan sungguh lambat dalam jangka beribu-ribu taun dengan berbagai tingkatan evolusi, dengan selaku persyaratan tingkatan tertinggi yakni masyarakat yang hidup seperti masyarakat dii Eropa Barat. Bentuk penduduk yang tinggal di luar Eropa disebut oleh mereka(orang Eropa) selaku bangsa primitive, dianggap selaku sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih hidup sampai sekarang.berdasarkan kerangka berfikir tersebut maka pada tahun sekitar 1860 muncul beberapa karangan yang membandingkan tingkat kebudayaan dari masing-masing bangsa berdasar tingkat-tingkat evolusi, sehingga timbula ilmu antropologi.
Kemudian timbul pula beberapa karangan yang akan meneliti sejarah penyebaran kebudayaan bangsa-bangsa di mika bumi. Disini pula orang Eropa masih menilai kebudayaan diluar Eropa merupakan sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih antik, sehingga dengan meneliti kebudayaan tersebut maka mereka mampu mengenali sejarah penyebaran kebudayaan insan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu akademikal; dengan tujuan yang mampu dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk menerima ssuatu pengertian perihal tingkat-tingkat antik dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.[3]
3. Fase Ketiga
Fase ini berlangsung pada permulaan kala ke-20. Pada awal kurun ke-20, sebagian besar negara-negara penjajah di Eropa masing-masing sukses untuk meraih kemantapan kekuasaannya di tempat-kawasan jajahan di luar eropa. Untuk keperluan daerah jajahan dimana pada waktu itu mulai berhadapan ilmu antropologi selaku sebuah ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di tempat luar eropa justru menjadi sungguh penting. Sejak itu muncul pendirian bahwa mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa itu penting.
Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai di atas khususnya berembang di negara Inggris sebagai negara penjajah yang utama, namun juga di hamper semua negara colonial yang lain. Selain itu ilmu antropologi di Amerika Serikat yang bukan negara colonial namun mengalami banyak sekali persoalan yang berafiliasi dengan suku-suku bangsa Indian yang merupakan suku orisinil atau masyarakatpribumi Benua Amerika lalu terpengaruh oleh ilmu antropologi yang gres tadi. Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi sebuah ilmu yang praktis dan maksudnya mampu dirumuskan selaku berikut : Mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah colonial dan guna menerima sebuah pemahaman tentang penduduk era kini yang kompleks.
4. Fase Keempat
Fase ini kira-kira sehabis 1930. Pada fase ini ilmu antropologi mengalami kurun perkembangannya yang paling luas. Hal ini termasuk bertambahnya materi pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari sistem-sistem ilmiahnya. Kecuali itu kita lihat adanya dua pergantian di dunia, yakni timbulnya anti pati kepada kolonialisme kepada perang dunia II, serta cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa orisinil dan terpencil dari efek kebudayaan Eropa dan Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan setelah perang dunia II memang hampir tak adalagi di tampang bumi.
Proses tersebut menjadikan seakan-akan lapangan dalam ilmu antropologi sudah hilang, sehingga menimbulkan suatu dorongan untuk menimbulkan pandangan baru untuk menyebarkan lapangan penelitian dengan inspirasi dan tujuan gres. Adapun materi-materi etnografi yang terdapat dalam fase pertama, kedua maupun yang ketiga tidak dibuang begitu saja melainkan dijadikan sebagai landasan bagi perkembangannya yang baru. Pengembangan itu terjadi di amerkia Serikat tetapi menjadi lazim di negara-negara lain setelah tahun 1951, stelah 60 orang jago antropologi dari banyak sekali negara Amerika dan Eropa, menajlin seuatu simposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan ruang lingkup dari ilmu antropologi yang gres.
Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkrmbangannya yang keempat ini mampu dibagi dua yakni tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademuikalnya ialah mencapai pengertian wacana makhluk-makhluk insan pada umumnya dengan mempelajari aneka warnabentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena disalam praktek ilmu antropologi lazimnya mempelajari masyarakat suku bangsa, maka tujuan praktisnya yaitu mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku-bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
C. Antropologi Masa Kini
Perbedaan-perbedaan di Berbagai Pusat Ilmiah tergantung pada pertumbuhan ilmu Antropologi yang dibahas di Universitas tempat ilmu tersebut meningkat . Tantaralain sebagai berikut:
1. Amerika Serikat, telah memakai ilmu antropologi dan mengintegrasikan seluruh warisan materi dan metode dari ilmu antropologi yang berasal dari fase pertama, fase kedua dan fase keempat maksudnya ialah pengembangan fase ke empat seluas-luasnya.
2. Inggris dan negara persemakmuran, fokus pada fase ketiga demi kepentingan negara penjajah.
3. Eropa Tengah, fokus pada fase kedua; mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa.
4. Eropa Utara, bersifat lebih akademikal; keunikan terdapat pada observasi suku bangsa eskimo.
5. Uni Soviet, observasi lebih bersifat simpel dengan meneliti suku-suku bangsa mereka sendiri; tetapi ada juga penelitian perihal bangsa lain dengan ditemukannya buku yang berjudul Narody Mira (Bangsa- bangsa di Dunia).
6. Indonesia, perkembangannya masih belum terikat pada satu hukum baku; jadi masih boleh disesuaikan dengan kemajuan.[4]


[1] Diambil dari http://antropolog.wordpress.com/about/ pada 16 September 2011

[2] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Anek Cipta. Jakarta. 1990 hal 2-3

[3] Ibid, hal 3-2

[4] Diambil dari http://id.shvoong.com/social-sciences/anthropology/2174250-hubungan-antropologi-dan-ilmu-lain/