Di negeri kita Indonesia, terutama di kota besar telah terjadi pergantian pola hidup dan kebiasaan makan yaitu pergantian dari teladan makan tradisional ke teladan makan ala kebarat-baratan (Western Style) adalah “ fastfood”.
Berbagai masakan yang tergolong makanan cepat saji yakni kentang goreng, ayam goreng, hamburger, soft drink, pizza, hotdog, donat, minuman berkarbonasi dan lain-lain. Mengkonsumsi masakan cepat saji kian sering didapatkan di penduduk kota-kota besar. Selain jumlah outlet (gerai) kedai makanan-restoran tersebut semakin banyak di berbagai penjuru kota, menu kuliner cepat saji biasanya enak, lezat dan mudah. Di kota besar banyak didapatkan pelanggan yang memilih hidangan makanan cepat saji, sebab keterbatasan waktu untuk merencanakan makanannya sendiri.
Konsumsi makanan cepat saji sangat disenangi di golongan bawah umur dan dewasa dan memang ialah salah satu kuliner favorit untuk mereka.
Tempat-kawasan masakan cepat saji pada ketika ini tidak hanya terletak di pertokoan, mall, atau plaza, tetapi sudah mulai ada di dekat sekolah-sekolah, khususnya di sekolah-sekolah favorit. Sehingga tidak he ran jika konsumsi makanan cepat saji dikalangan belum dewasa dan remaja terus saja meningkat.
The American Population Study Cardia menjelaskan bahwa konsumsi makanan cepat saji positif berhubungan terhadap terjadinya peningkatan berat badan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji > 2 kali per ahad berat badannya berkembang4,5 kg dan 104% memajukan resistensi insulin bila dibanding dengan seseorang yang mengkonsumsi kuliner cepat saji 1 kali/ahad (Stender, Dyerberg & Astrup, 2007). Dampak konsumsi makanan cepat saji dalam hal ini berhubungan dengan sejumlah faktor.
Ada beberapa aspek yang meyebabkan tingkat konsumsi makanan cepat saji pada anak-anak dan cukup umur, adalah tingkat pemasukan orang renta dan tingkat pendidikan orang renta. Tingkat pendapatan orang renta sangat besar lengan berkuasa kepada konsumsi energi. Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi perbulannya daya belinya pun tinggi pula, sehingga untuk menentukan banyak sekali jenis materi masakan akan lebih besar. Namun pada dikala pemilihan bahan masakan tidak lagi menurut kebutuhan melainkan lebih mengarah kepada prestise dan rasa kuliner yang enak, termasuk kuliner cepat saji. Biasanya makanan yang enak cenderung mengandung protein dan lemak tinggi. Perilaku mirip inilah yang dapat menyebabkan konsumsi kuliner tidak dengan pertimbangan kesehatan.
Selain pengaruh konsumsi kuliner cepat saji di atas, tingginya konsumsi energi terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh kepada terjadinya duduk perkara kesehatan yakni obesitas dan penyakit degeneratif lain seperti jantung koroner dan diabetes mellitus. Menurut informasi dari WHO (2000) menyatakan kemajuan food industri yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, ialah masakan yang tingi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obesitas.