Berdasarkan hasil olah cepat sensus masyarakattahun 2012 (SP2012), Jumlah masyarakatKabupaten Ciamis adalah 1.531.359 jiwa, yang terdiri atas 757.729 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 773.630 masyarakatberjenis kelamin wanita.
Adapun di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis 10% dari jumlah penduduknya rata-rata menikah pada usia di belum dewasa 17 tahun. Dengan kata lain mereka melakukan nikah di anak-anak (nikah dini) dan masih duduk di dingklik sekolah.
Di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis, pernikahan di usia dini sudah tidak dipermasalahkan lagi. Banyak cukup umur di tempat tersebut yang telah melakukan akad nikah di usia dini. Semestinya remaja-sampaumur itu harus berfikir dua kali sebelum mengambil keputusan untuk menikah di usia dini. Pada umumnya akil balig cukup akal yang menikah di usia dini, niscaya tidak mampu menikmati bangku pendidikan dan masa-abad remja yang semestinya dicicipi oleh mereka. Kebanyakan akil balig cukup akal yang melaksanakan akad nikah dini yakni sampaumur-cukup umur yang masih duduk di dingklik sekolah yang sudah menjajal kekerabatan badan layaknya suami isteri di luar ijab kabul yang akhirnya hamil. Sehingga mereka menetapkan untuk menikah dan berhenti sekolah pada usia yang semestinya diwajibkan untuk mengenyam pendidikan di dingklik sekolahnya masing-masing. Berdasarkan persoalan di atas, maka aku menciptakan laporan penelitian yang berhubungan dengan Pengaruh Pernikahan Dini Terhadap Pendidikan Usia Sekolah Di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang problem di atas maka, rumusan dilema dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor apa yang melatarbelakangi maraknya pernikahan dini.
2. Sejauhmana Pengaruh Pernikahan Dini Terhadap Pendidikan Usia Sekolah di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
a. Untuk mengenali Pengaruh dan aspek Pernikahan Dini.
b. Untuk mengetahui Pendidikan Usia Sekolah di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus:
a. Ingin mengetahui sejauh mana Pengaruh Pernikahan Dini Terhadap Pendidikan Usia Sekolah di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis Tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
Laporan ini saya buat agar berguna bagi saya dan para pembaca serta mampu menyingkir dari perbuatan atau perilaku yang tidak dikehendaki sepeti pernikahan dini. Dan supaya mengetahui imbas negatifnya dari berafiliasi tubuh di luar nikah dengan usia dini yang masih duduk di dingklik sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Dalam landasan teori akan diterangkan secara berurutan tentang pemahaman-pemahaman yang nantinya menjadi variabel-veriabel dalam observasi ini yaitu:
1. Pernikahan Dini
a. Pengertian Pernikahan Dini
Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang berdasarkan bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melaksanakan hubungan kelamin atau bersetubuh.[2] Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah (نكاح) yang berdasarkan bahasa artinya menghimpun, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.[3]
Banyak definisi nikah yang dikemukakakn oleh para ulama, namun pada hakikatnya, semuanya mempunyai persamaan arti dan tujuan, yakni untuk menghalalkannya relasi antara pria dengan wanita. Adapun definisi nikah berdasarkan aturan islam salah satunya diungkapkan oleh Wahbah az-Zuhaily adalah:
الزواج شرعا هو عقد وضعه الشارع ليفيد ملك استمتاع الرجل بالمرأة وحل استمتاع المرأة باالرجل
Perkawinan menurut syara’ yakni kesepakatan yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-bahagia antara pria dengan perempuan dan menghalalkan bersenag-senangnya perempuan dengan laki-laki.[4]
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang masak dari satu segi mampu mengindikasikan sikap tidak affresiatif kepada makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah akad nikah. Atas dasar itu, suatu ijab kabul boleh dilakukan kalau keduanya baik laki-laki maupun perempuan telah dianggap mampu dan siap baik dari segi fisik maupun psikis. Maka, ada batasan umur sekurang-kurangnyadalam perkawinan.
Undang-undang Perkawinan menunjukkan batas sekurang-kurangnyausia perkawinan. Dalam bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan cuma diizinkan bila pihak laki-laki mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan telah meraih umur 16 tahun.[5] Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak betul-betul siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Meskipun intinya kedewasaan itu tidak bisa diukur dari umur, namun kedewasaan juga bisa diukur dari pengalaman yang sudah dialami.
Pernikahan yang ideal, untuk perempuan ialah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi wanita secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara pria pada usia itu keadaan psikis dan fisiknya sungguh besar lengan berkuasa, sampai bisa menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial.
Apabila ijab kabul yang dilakukan pada ketika dimana umur dari salah satu atau kedua mempelai masih dibawah umur, maka yang demikian disebut dengan Nikah dini. Adapun standar umur seseorang dikatakan menikah diniberbeda-beda. Ada yang mengatakan di anak-anak 21 tahun dan adapula yang mengatakan di bawah 17 tahun tetapi untuk menyamakan persepsi pada penelitian ini, maka nikah dini disini kami artikan selaku akad nikah yang dilaksanakan oleh seseorang ketika orang tersebut masih dalam usia pendidikan, yaitu mereka yang sedang mengenyam pendidikan di dingklik SMP-SMA atau sekitar dibawah umur 16 tahun bagi wanita dan dibawah umur 19 tahun bagi pria.
Adapun di Kecamatan Purwadadi yang sering terjadi yaitu pernikahan pada anak sampaumur yang masih duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan maraknya masalah mirip halnya siswa kelas 3 SMP yang hamil oleh kakeknya sendiri. Sungguh tragis yang dialami cukup umur-dewasa jaman sekarang, dan mungkin telah menjadi ekspresi dominan bahwa menjaga keperawanannya bukan menjadi hal yang mutlak lagi dan tidak memikirkan imbas jelek yang ditimbulkanya, memang sungguh sangat memprihatinkan.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini
Menurut para jago, ada beberapa aspek yang mendorong terjadinya perkawinan dini ialah:
1. Faktor Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi alasannya adalah kondisi keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk mengendorkan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
2. Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun wawasan orang renta, anak dan penduduk , menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
3. Faktor orang tua
Orang tua cemas kena malu karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga secepatnya mengawinkan anaknya.
4. Faktor Media Massa
Gencarnya ekspose seks di media massa mengakibatkan sampaumur terbaru makin Permisif kepada seks.
5. Faktor Adat
Perkawinan usia muda terjadi alasannya adalah orang tuanya takut anaknya dibilang perawan renta sehingga segera dikawinkan.
6. Faktor Agama Yang Kurang Kuat
Sedikitnya pengetahuan tentang aturan-aturan Agama yang kurang dikenali oleh bawah umur dewasa kini, sehingga begitu dengan mudahnya mereka berbuat hal-hal di luar batas kewajarannya.
c. Dampak-Dampak Pernikahan Dini
Berbagai pengaruh ijab kabul dini dapat dikemukakan selaku berikut:
1. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan korelasi seks dengan lawan jenisnya, apalagi bila hingga hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan abses yang mau membahayakan organ reproduksinya hingga membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah relasi seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) kepada seorang anak.
2. Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan memahami ihwal hubungan seks, sehingga akan menyebabkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan sedih dan meratapi hidupnya yang rampung pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengetahui atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
3. Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap komplemen seks laki-laki saja. Kondisi ini sungguh bertentangan dengan ajaran agama apapun tergolong agama Islam yang sungguh menghormati wanita (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang mau melahirkan kekerasan kepada wanita.
4. Dampak Perilaku Seksual Menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar bekerjasama seks dengan belum dewasa yang diketahui dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini terang ialah langkah-langkah ilegal (menggunakan seks anak), tetapi dibungkus dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak utamanya pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah.
2. Pendidikan Usia Sekolah
a. Pengertian Pendidikan Usia Sekolah
Pendidikan ialah usaha sadar dan berkala untuk mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran semoga akseptor didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kemampuan yang diperlukan dirinya dan penduduk .
Dalam observasi ini kami batasi bagi usia sekolah. Artinya objek penelitian ini yaitu mereka yang sedang mengenyam pendidikan dibangku sekolah mulai dari SMP-SMA. Dan bertempat di Pendidikan formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Karena jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang terperinci, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi.
Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Yang dibilang masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. Batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) sampai usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, pertumbuhan anak, dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, sampaumur, awal usia remaja sampai meraih tahap proses pertumbuhan telah lengkap.
b. Fase Perkembangan Anak Pada Usia Sekolah
Fase usia sampaumur sering dianggap selaku fase yang sangat tidak stabil dalam tahap perkembangan manusia. G.S. Hall menyebutnya sebagai strum und drang masa tornado topan[6] sementara James E. Gardner menyebutnya sebagai periode turbulence(periode sarat gejolak). Penilaian ini tentu berangkat dari realitas psikologis dan sosial akil balig cukup akal.
Masa usia remaja identik dengan krisis, sifat labil, serta terjadinya gejolak psikologis dan sosial yang bersifat destruktif. Dengan kata lain, kelabilan dan gejolak (turbulence) lekat dengan fase usia akil balig cukup akal yang ialah peralihan antara anak-anak dan akil balig cukup akal. Pendidikan akil balig cukup akal seharusnya bisa menunjukkan solusi terbaik dalam meredam kondisi labil dan penuh gejolak tadi, serta menunjukkan pemecahan bagi mereka untuk keluar dari bundar krisis yang mereka alami.
B. Kerangka Berfikir
Pernikahan Dini ialah suatu akad nikah yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Keduanya masih berusia dibawah optimal usia ijab kabul yang dianjurkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang Pernikahan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ialah 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi laki-laki.
Siswa-siswai pada era menjalani pendidikan usia sekolah yang dimulai dari Sekolah Menengah Pertama-SMA telah menginjak pada abad sampaumur. Tidak ada definisi serta batas-batas usia yang baku untuk golongan usia yang umum disebut akil balig cukup akal. Namun secara biasa , sampaumur lazimnya dianggap selaku kelompok usia peralihan antara bawah umur dan cukup umur, kurang lebih antara usia 12 dan 20 tahun.
Masa cukup umur adalah periode peralihan mencari jati diri, pada waktu tersebut, pendidikan di usia sekolah ialah hal yang sangat penting untuk menuntun sampaumur ke jalan kebaikan, tidak melaksanakan akad nikah di usia produktif untuk berfikir dan melanggar norma-norma agama.
Pernikahan dini banyak menjinjing imbas negatif dari pada positifnya, karena keduanya atau salah satunya diantara mereka belum siap menata kehidupan sehabis melaksanakan ijab kabul dini, secara kesehatanpun akan teranacam keturunannya kalau menikah pada batas usia yang sewajarnya.
Dengan demikian dapat diduga terdapat efek yang negatif antara ijab kabul dini kepada pendidikan usia sekolah. Berdasarkan uraian di atas, secara teoritis ada dampak akad nikah dini terhadap pendidikan usia sekolah. Keterkaitan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk paradigma selaku berikut:
X = Pernikahan Dini
Y = Pendidikan Usia Sekolah
C. Hipotesis
Hipotesis mampu dirumuskan selaku dugaan sementara dari problem-dilema observasi dan dibuktikan lewat observasi, apakah praduga itu benar atau salah. Dalam observasi ini, peneliti memakai hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi: “terdapat pengaruh yang signifikan ijab kabul dini terhadap pendidikan usia sekolah di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis Kecamatan Banjarsari Tahun 2013.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Penelitian ini ialah penelitian lapangan yang bersifat korelasional dan kuantitatif. Penelitian lapangan ialah sebuah observasi untuk mendapatkan data-data yang sebenarnya terjadi di lapangan. Penelitian korelasi yaitu sebuah observasi yang bermaksud menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berhubungan dengan variasi variabel lain.[7]
Adapun metode yang digunakan dalam observasi in yaitu tata cara deskrif invarensial. Metode deskriptif yakni mekanisme pemecahan dilema yang diselidiki dengan menggambarkan objek penelitian (sesorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) berdasarkan fakta yang terlihat atau sebagi mana adanya.[8]
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013. Waktu observasi selama 7 hari yakni dari tanggal 7 November sampai 14 November 2013. Sedangkan yang menjadi kawasan penelitian yakni Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis. Alasan mengenai penyeleksian kawasan ini menurut pertimbangan finansial dan waktu, serta fasilitas dalam meraih lokasinya yang lebih dekat dari rumah.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi ialah semua anggota kalangan atau objek penelitian yang telah dirumuskan secara terang.[9] Populasi juga diartikan selaku keseluruhan objek observasi yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, tanda-tanda-gejala, nilai tes, atau pristiwa-peristiwa selaku sumber data yang mempunyai karakteristik tertentu diadakan suatu observasi.[10]
Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh masyarakat Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis. Karena jumlah populasi dalam penelitian ini lebih dari 100 maka observasi ini menggunakan sampel.
Apablila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya ialah observasi populasi. Selanjutnya kalau jumlah subjeknya, besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25 % atu lebih, maka dengan ini peneliti mengambil sampel sebesar 20%, jadi mampu disimpulkan bahwa jumlah sampel yang peneliti ambil dalam penelitian ini yakni 20/100 x 116 = 23,2 (23) jumlah sampel yang diambil ialah 23 sampaumur wanita dan 23 akil balig cukup akal laki-laki di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis.
Adapun cara pengambilan sampel yang dikerjakan oleh peneliti yakni secara sistematika random sampling (acak). Adapun langkah yang peneliti lakukan yaitu dengan cara menjumlahkan kelipatan 3 dengan ketetapan 20% jumlah sampel, jika sudah tercapai 20% maka pengambilan sampel tersebut dihentikan.
D. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian ialah sebuah desain atau teori konstruk atau batasan yang diseleksi dan dibentuk serta digunakan dengan sengaja dengan kesadaran sarat dengan maksud ilmiah khusus yang diteliti.[11]
Penelitian ini mempunyai dua variabel. Variabel tersebut terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Kedua variabel tersebut yaitu:
1. Variabel bebas (indevenden variable) yang terdiri atas variabel akad nikah dini (X)
2. Variabel terikat (dependet variable) adalah pendidikan usia sekolah. Variabel terikat ini ialah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi balasan, sebab adanya variabel bebas.
Hubungan pribadi dan tidak eksklusif antara variabel bebas dan terikat tercermin dalam koefisien jalur (path cofficients, p) yaitu koefisien regresi yang sudah dibakukan. Untuk mengindikasikan balasan eksklusif (direct effect) dari suatu variabel yang dihipotesiskan sebagai penyebab terhadap variabel yang dianggap selaku akhir. Adapun versi paradigma analisis dalam observasi ini mampu divisualisasikan pada gambar berikut:
X = Pernikahan Dini
Y = Pendidikan Usia Sekolah
→ = kekerabatan pengaruh
Dari gambar tersebut menawarkan, bahwa: 1) imbas variabel akad nikah dini (X) kepada pendidikan usia sekolah (Y) di Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis.
E. Teknik Pengumpulan Data
Disamping harus memakai sistem yang tepat, diharapkan pula teknik serta alat pendukung data yang sempurna untuk menerima hasil observasi yang objektif.
Teknik dan alat pengumpulan data dalam observasi ini yakni cara yang digunakan untuk pengumpulan data atau materi yang memiliki kegunaan dalam membahas masalah penelitian. Dengan terpilihnya teknik dan alat pengumpulan data yang baik dan benar memungkinkan tepatnya langkah untuk menjawab duduk perkara observasi.
Untuk keperluan analisis data, maka peneliti membutuhkan sejumlah data pendukung yang berasal dari penduduk yang tidak berdomisili di daerah yang dilaksanakan penelitian. Karena itu peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu angket (komunikasi tidak eksklusif, dan pengamatan (observasi langsung).
Teknik komunikasi tidak eksklusif ialah teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara mengumpulakan data dengan cara menghimpun data melaui mediator atau alat. Alasan memakai teknik ini dengan menggunkan alat pengumpulan data berupa angket dianggap lebih mudah dan efisien, tingkat keakuratannya tidak kalah dengan teknik dan alat pengumpulan data lainnya.
Sementara, pengamatan digunakan untuk mengamati lingkungan penduduk Kecamatan Purwadadi Kabupaten Ciamis. Semua data yang terkumpul akan dimasak secara manual dan menggunakan computer.
BAB IV PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ijab kabul dini atau perkawinan dibawah umur lebih bayak mudharat dari pada keuntungannya. Oleh alasannya adalah itu patut ditentang. Orang renta mesti disadarkan untuk tidak membolehkan menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia dini atau mesti mengetahui peraturan perundang-usul untuk melindungi anak.
Di jaman sekarang ini akad nikah di usia dini memang sudah tidak dipermasalakan lagi. Bukan cuma di Kecamatan Purwadadi, mungkin di daerah-tempat lain pun sama halnya banyak yang melakukan pernikahan di usia dini. Pada biasanya cukup umur yang menikah di usia dini pasti tidak dapat mencicipi lagi kursi pendidikan dan abad-masa dewasa yang seharusnya mereka rasakan. Kebanyakan dari dewasa yang melaksanakan akad nikah dini ialah mereka yang masih duduk di dingklik sekolah yang sudah mencoba kekerabatan badan layaknya suami isteri di luar pernikahan dan akhirnya hamil yang mengharuskan mereka untuk menikah di usia dini, dan pendidikan/sekolahnya pun terpaksa harus putus.
Adapun factor-faktor yang menghipnotis akad nikah di usia dini ialah:
1. Faktor Ekonomi
2. Faktor Pendidikan
3. Faktor Orang Tua
4. Factor Media Masa
5. Faktor akhlak
6. Faktor agama yang kurang berpengaruh
Dampak dari ijab kabul dini ialah dampak biologis, efek psikologis, dampak sosial, dan efek perilaku sosial menyimpang.
4.2.Saran
Menikah dini ialah jalan bagi orang untuk tetap mempertahankan kesucian dirinya dari hal yang berbau perzinahan. Namun alangkah baiknya jikalau menikah itu dipikirkan secara masak-masak-matang, alasannya adalah menikah bukan hal yang sepele.
Begitu juga para akil balig cukup akal biar lebih mengetahui sebagaimana baiknya melakukan perkawinan dan agar tidak adanya perkawinan di belum dewasa alasannya mempunyai pengaruh yang mampu merugikan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sensus Penduduk tahun 2013 di Kabupaten Ciamis.
[2] Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, cet.ke-3, hlm. 456.
[3] Secara arti kata nikah bermakna “bergabung” (ضم), “hubungan kelamin” (وطء) dan juga berarti “kesepakatan” (عقد). Lihat, Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 36. Bandingkan dengan Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 7.
[4] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr, 1989, cet. ke-III, hlm. 29.
[5] Lihat Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1947.
[6] Sarlito Wirawan Sarwono, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hlm. 23.
[7] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2006, hlm. 8 [8] Hadri Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University, hlm. 2001, hlm, 63
[9] Harun Rasyid, Metodologi Penelitian Kuantitatif Bidang Ilmu Sosial dan Agama, Pontianak: FKIP UNTAN, 1999, hlm. 81.
[10] Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, Hlm. 118
[11] Ibid.,Harun Rasyid, hlm. 54-55