HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI
Masa dewasa ialah era gejolak dimana seseorang menghadapi banyak dilema dan tantangan, pertentangan serta kebingungan dalam proses menemukan diri dan memperoleh tempatnya di masyarakat (Kartono,1990). Menurut Apollo (2005) dalam hal penelusuran jati diri selain di masyarakat, sekolah juga menawarkan andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian dan acuan pikir dewasa. Karena banyak waktu yang dilalui oleh dewasa salah satunya di lingkungan sekolah.
Ada beberapa persoalan yang biasanya dihadapi oleh cukup umur di sekolah diantaranya: mata pelajaran yang paling banyak selaku sumber persoalan bagi para pelajar ( 70%), sedangkan problem yang muncul dalam relasi dengan komponen-bagian sekolah lain relatif kecil jauh dibawah mata pelajaran (dengan kemudahan sekolah 35%), dengan guru dan ongkos sekolah nyaris sama yakni rata-rata 24%) (Muchtar dan Manan, 1993)
Banyaknya siswa menghadapi problem dengan mata pelajaran disebabkan ada beberapa pelajaran yang menuntut waktu dan fikiran yang banyak. Sebagian mata pelajaran yang dianggap menimbulkan problem yaitu ilmu niscaya dan pengetahuan alam, pelajaran kimia, dianggap momok alasannya adalah banyak perumpamaan (terminologi) yang harus dihafal dan banyak rumus yang mesti dikuasai (Muchtar dan Manan, 1993).
Itu pula sebabnya ada andal yang mengatakan kehidupan sekolah itu penuh dengan frustasi, Lask (dalam Muchtar dan Manan, 1993 ). Tambahan pula mata pelajaran adalah tujuan utama pada pelajar untuk tiba dan bergabung dengan lingkungan sekolah. Menurut Koentjaraningrat salah satu kelemahan generasi muda yakni kurangnya rasa yakin diri. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Afiatin dkk tahun 1997 (dalam Rizkiyah, 2005), bahwa permasalahan yang banyak dinikmati dan dialami oleh cukup umur intinya disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri.
Menurut Mastuti dan Aswi (2008) individu yang tidak yakin diri lazimnya disebabkan sebab individu tersebut tidak mendidik diri sendiri dan cuma menanti orang melaksanakan sesuatu kepada dirinya. Percaya diri sangat bermanfaat dalam setiap kondisi, yakin diri juga menyatakan seseorang bertanggung jawab atas pekerjaannya. Karena kian individu kehilangan sebuah iman diri, maka akan kian sukar untuk menetapkan yang terbaik apa yang harus dilaksanakan pada dirinya. Sikap yakin diri dapat dibentuk dengan berguru terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari.
Shauger (dalam Mahrita, 1997) menyatakan bahwa keyakinan diri ialah fikiran seseorang wacana kompetensi dan keterampilan yang dimiliki serta kemampuan untuk menangani berbagai macam suasana. Selanjutnya Burns (dalam Iswidharmanjaya dan Agung, 2005) mengatakan dengan kepercayaan diri yang cukup, seseorang individu akan mampu mengaktualisasikan kesempatanyang dimilikinya dengan percaya dan mantap. Kepercayaan yang tinggi sungguh berperan dalam menawarkan tunjangan yang mempunyai arti dalam proses kehidupan seseorang, sebab jika individu percaya dirinya bisa untuk melaksanakan sesuatu, maka akan muncul motivasi pada diri individu untuk melakukan hal-hal dalam hidupnya.
Motivasi menurut Suryabrata (dalam Djaali, 2007) yakni keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan tertentu guna pencapaian sebuah tujuan. Sementara itu Gates dkk (dalam Djaali, 2007), mengemukakan bahwa motivasi yaitu suatu keadaan fisioligis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengontrol tindakannya dengan cara tertentu. Sehubungan dengan kebutuhan hidup insan yang mendasari timbulnya motivasi, Maslow (dalam Djaali, 2007) mengungkapkan bahwa keperluan dasar hidup insan terbagi atas lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis seperti keperluan untuk makan, minum, berpakaian dan kawasan tinggal, keperluan keamanan mirip kebutuhan untuk menemukan keselamatan, keselamatan, dan mendapatkan jaminan hidup, kebutuhan sosial seperti kebutuhan untuk digemari dan menggemari, dicintai dan mencintai, bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kebutuhan akan harga diri seperti kebutuhan menemukan kehormatan, penghormatan, pujian, prestasi, penghargaan, dan pengesahan, serta kebutuhan akan aktualisasi diri seperti kebutuhan untuk menemukan kebanggaan dan kekaguman.
Menurut Maslow (dalam Djaali, 2007), manusia ialah makhluk yang tidak pernah puas seratus persen. Jika sebuah kebutuhan telah terpenuhi, individu tidak lagi berkeinginan memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi berusaha untuk memenuhi keperluan lain yang lebih tinggi tingkatannya, seperti keperluan keamanan seperti kebutuhan untuk menemukan keamanan, keamanan, jaminan, keperluan sosial mirip keperluan untuk disukai dan menyukai, dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri mirip kebutuhan akan kehormatan, pujian dan prestasi, dan seterusnya. Sementara itu McClelland (dalam Djaali, 2007), mengemukakan bahwa di antara keperluan hidup insan terdapat tiga macam keperluan, yakni keperluan untuk berprestasi, keperluan untuk bekerjasama, dan keperluan untuk menemukan kuliner. Selanjutnya Atkinson (dalam Djaali, 2007), mengemukakan bahwa di antara kebutuhan hidup manusia, terdapat keperluan untuk berprestasi, yakni dorongan untuk menanggulangi hambatan, melatih kekuatan dan berupaya untuk melakukan suatu pekerjaan yang merepotkan dengan cara yang bagus dan secepat mungkin, atau dengan perkataan lain usaha seseorang untuk mendapatkan atau melebihi tolok ukur keunggulan.
Motivasi berprestai berdasarkan McClelland (dalam Djaali, 2007), yaitu motivasi yang berafiliasi dengan pencapaian beberapa kriteria kepandaian atau patokan kemampuan. Sedangkan menurut Heckhausen (dalam Djaali, 2007), motivasi berprestai adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu yang senantiasa berupaya atau berjuang untuk memajukan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan tolok ukur keunggulan. Menurut McClelland (dalam Munandar, 2001) individu dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi senantiasa mencari peluang di mana mereka memiliki tanggung jawab pribadi dalam mendapatkan tanggapan-jawaban kepada masalahnya.
Menurut Fernald dan Fernald (Luxori, 2005) banyak faktor-faktor yang mampu mempengaruhi motivasi berprestasi individu, salah satunya yakni jika individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melaksanakan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal sehingga besar lengan berkuasa dalam berperilaku laris. Selain dari itu menurut Mastuti dan Aswi (2008), percaya diri dapat membuat individu untuk bertindak dan bila individu tersebut bertindak atas dasar yakin diri akan menciptakan individu tersebut bisa mengambil keputusan dan memilih pilihan yang tepat, akurat, efisien dan efektif. Percaya diri akan menciptakan individu menjadi lebih bisa dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya.
Dari hasil observasi yang sudah diungkapkan oleh Marini tahun 2003 (dalam Rizkiyah, 2005), terungkap bahwa seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi cenderung memiliki tingkat tingkat iktikad diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial. Menurut Mastuti dan Aswi (2008), kian individu kehilangan suatu iman diri, maka individu tersebut akan semakin sukar melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Dengan kepercayaan diri, inidividu mampu memotivasi dirinya tentang acuan pikirnya, perilaku dalam mengambil keputusan, nilai-nilai tabiat, perilaku dan pandangan, cita-cita dan aspirasi serta katakutan dan kesedihannya. Karena motivasi dalam diri individu merupakan aspek yang paling terbuka untuk mengganti sepanjang kehidupan individu dan merupakan teladan bagi individu untuk melaksanakan interaksi dengan lingkungan keluarga, budbahasa budaya, kepribadian orangorang terdekat, prestasi dan juga peristiwaperistiwa yang terjadi sepanjang kehidupan individu.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin menguji apakah ada korelasi antara dogma diri dengan motivasi berprestasi pada cukup umur ?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang mau dikerjakan ialah untuk menguji apakah ada kekerabatan antara akidah diri dengan motivasi berprestasi pada cukup umur.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan mampu dibedakan menjadi dua, ialah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat relasi yang faktual antara dogma diri dengan motivasi berprestasi, dimana kepercayaan diri yang tinggi mampu menjadikan motivasi berprestasi pula. Maka observasi ini dibutuhkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang psikologi pendidikan berupa gosip dan wawasan baru. Dan untuk observasi selanjutnya dibutuhkan lebih mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ciri-ciri dari kepercayaan diri yang mampu memajukan motivasi berprestasi.
2. Manfaat Mudah
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa akidah diri.
Motivasi Berprestasi
Menurut Suryabrata (dalam Djaali 2000) motivasi adalah suatu kondisi yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melaksanakan acara tertentu guna mencapai sebuah tujuan. Menurut Gates (dalam Djaali 2000) mengemukakan bahwa motivasi adalah sebuah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang menertibkan tindakannya dengan cara tertentu. Greenberg (dalam Djaali 2000) mengemukakan bahwa motivasi yakni sebuah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan sikap arah sebuah tujuan. Dari tiga definisi tersebut mampu disimpulkan bahwa motivasi yaitu sebuah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melaksanakan kegiatan tertentu guna meraih suatu tujuan (keperluan).
Menurut Woolfolk (1993) mengatakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk berhasil, berusaha keras, dan memenangkan orang lain berdasarkan sebuah kriteria mutu tertentu. Gage dan Berliner (1992) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi ialah untuk menjangkau sukses dan menjadi yang terbaik dalam melakukan sesuatu. Sedangkan menurut McClelland (dalam Dimyati & Mudjiono 1999) menyampaikan bahwa salah satu motivasi yang berperan dalam individu yakni, motivasi berprestasi (Achievement motive). motivasi berprestasi ini mendorong seseorang untuk mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugasnya dimana individu melakukan pekerjaan sebaik mungkin dengan perjuangan yang sungguh-sungguh. Menurut Atkinson dan Raynor (1978) motivasi berprestasi ialah faktorfaktor yang nenentukan perilaku insan dalam mencapai prestasi yang berkaitan dengan beberapa patokan-kriteria kelebihan. Motivasi berprestasi terjadi ketika individu tahu bahwa terdapat evaluasi (dari diri sendiri ataupun dari orang lain).
Menurut Morgan dkk (dalam Tresnawati, 2001) di dalam buku “introduction to psychology” merumuskan bahwa motivasi berprestasi ialah sebuah perjuangan untuk mecapai sesuatu dan menjadi berhasil dalam menampilkan peran. Santrock (dalam Sobur, 2003) merumuskan bahwa motivasi berprestasi ialah sebuah dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk meraih suatu persyaratan keunggulan dan mencurahkan perjuangan atau upaya untuk mengungguli. Jadi mampu ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan motivasi berprestasi yaitu suatu impian untuk berhasil, meraih sukses dan menjadi yang terbaik dengan melakukan pekerjaan sebaik mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk meraih sebuah standar keunggulan dan mencurahkan perjuangan untuk memenangkan.
Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
McClelland (1987) mengemukakan beberapa ciri yang membedakan individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi, yakni :
a. Resiko pemilihan peran
Cenderung menentukan peran dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan sukses. Mereka menghindari peran yang terlalu mudah alasannya sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang menghindari peran yang terlalu sukar kemungkinan untuk sukses sangat kecil.
b. Membutuhkan umpan balik
Lebih menggemari melakukan pekerjaan dalam situasi dimana mereka mampu mendapatkan umpan balik yang positif ihwal apa yang mereka kerjakan alasannya adalah jika tidak, mereka tidak mampu mengenali apakah mereka telah melakukan sesuatu dengan baik ketimbang yang lain. Umpan balik ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya.
c. Tanggung jawab
Lebih bertanggung jawab secara langsung pada awal kinerjanya, alasannya dengan begitu mereka mampu merasa puas ketika mampu menuntaskan sesuatu tugas dengan baik.
d. Ketekunan
Lebih bertahan atau lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan peran, bahkan ketika peran tersebut menjadi sukar.
e. Kesempatan untuk unggul
Lebih terpesona dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan potensi untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada peran dan menjajal untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada individu dengan motivasi berprestasi rendah.
f. Berprestasi
Lebih kepincut untuk berprestasi dalam bekerja.
Percaya Diri
Menurut Fatimah (2006) iman diri adalah perilaku konkret seorang individu yang memampukan dirinya untuk menyebarkan penilaian faktual, baik terhadap diri sendiri maupun kepada lingkungan atau suasana yang dihadapinya. Sedangkan menurut Guilford ( dalam Hakim, 2004) bahwa kepercayaan diri adalah pengharapan umum perihal keberhasilan.
Branden (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mengemukakan bahwa dogma diri ialah iman seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya. Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mendefinisikan iktikad diri sebagai sebuah perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan, dan keahlian untuk melaksanakan atau menciptakan sesuatu yang dilandasi doktrin untuk sukses.
Selanjutnya Radenbach (1998) menyatakan bahwa yakin diri bukan bermakna menjadi keras atau seseorang yang paling sering menghibur dalam sebuah kelompok, yakin diri tidak juga menjadi kebal kepada cemas. Percaya diri adalah kemampuan mental untuk menghemat efek negatif dari keragu-raguan, dengan demikian biarkan rasa percaya diri setiap orang dipakai pada kesanggupan dan pengetahuan personal untuk memaksimalkan imbas.
McClelland (dalam Luxori, 2005) bahwa iktikad diri ialah kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuankemampuan dan bertanggung jawab kepada keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dkk (dalam Lie, 2003) mengungkapkan bahwa keyakinan diri ialah suatu iktikad dalam diri seseorang bahwa individu bisa menjangkau kesuksesan dengan berpijak pada bisnisnya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka mampu ditarik kesimpulan bahwa yakin diri adalah evaluasi positif kepada diri sendiri mengenai kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan serta kemampuan mental untuk menghemat efek negatif dari keragu-raguan yang mendorong individu untuk meraih kesuksesan atau kesuksesan tanpa tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkannya.
Karakteristik Individu yang Percaya Diri
Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional ialah selaku berikut :
- Percaya akan kesanggupan atau kompetensi diri, sampai tidak memerlukan pujian, legalisasi, penerimaan ataupun hormat dari orang lain.
- Tidak terdorong untuk memperlihatkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
- Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri
- Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil)
- Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau kondisi serta tidak bergantung atau menghendaki bantuan orang lain)
- Mempunyai cara pandang yang konkret terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya
- Memiliki cita-cita yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga dikala harapan itu terwujud, dia tetap bisa menyaksikan segi kasatmata dirinya dan suasana yang terjadi.
Remaja
Remaja yakni sebuah peralihan antara pintar balik (puberty) dan dewasa, sebuah kala pancaroba dalam perkembangan fisik, kognitif (cognitive), emosi dan sosial, juga ialah sebuah era transisi dari kanakkanak menjadi remaja (Tjokrohusada dalam Sampoerno & Azwar, 1987).
Menurut Prawiratirta (dalam Gunarsa, 1983) periode remaja ialah periode transisi dari kanak-kanak menuju akil balig cukup akal. Banyak pergeseran-pergantian yang terjadi dalam kurun sampaumur ini satu diantaranya yaitu pergeseran-perubahan fisik. Percepatan yang berlipat ganda dalam pergantian fisik mirip tinggi badan, perubahan bentuk tubuh, pergantian bunyi dan sebagainya. Sedangkan berdasarkan Wirowidjojo (dalam Sarwono, 1984) sampaumur yakni seorang yang pada jenjang waktu tertentu dalam berkembang kembangnya antara anak dan tingkat sampaumur. Remaja ini telah melalui abad anak sekolah dasar, namun belum sampai pada ambang pintu untuk memasuki alam kedewasaan.
Istilah kurun sampaumur dipakai untuk memberikan masa peralihan dari ketergantungan dan derma orang cukup umur pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri sendiri. Masa remaja ditandai dengan munculnya serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa individu pada kematangan fisik dan biologis (Semiun, 2006). Masa sampaumur dimaksudkan sebagai kala transisi antara masa kanak-kanak dan kala akil balig cukup akal batas-batas usianya tidak diputuskan dengan terperinci, namun kira-kira berawal dari usia 12 tahun sampai dengan final usia belasan, saat pertumbuhan fisik nyaris lengkap (Atkinson dkk, 1993)
Berdasarkan definisi yang dijelaskan, maka mampu ditarik kesimpulan bahwa dewasa yakni kurun transisi dari kanak-kanak menuju cukup umur, memberikan kurun peralihan dari ketergantungan dan pinjaman orang remaja pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri sendiri.
Hubungan Antara Percaya Diri dengan Motivasi Berprestasi
Berdasarkan uraian di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa yakin diri ialah evaluasi positif terhadap diri sendiri tentang kesanggupan, talenta kepemimpinan, serta kemampuan mental untuk meminimalisir efek negatif dari keragu-raguan, mempunyai ketentraman diri, bisa menyalurkan segala yang individu pahami dan segala yang individu kerjakan, serta merasa mampu untuk mampu meraih berbagai tujuan di dalam kehidupan.
Menurut Iswidharmanjaya dan Agung (2005) dogma diri bukan merupakan faktor yang dibawa seseorang semenjak lahir. Terbentuknya keyakinan diri seseorang tidak lepas dari perkembangan manusia kebanyakan, khususnya kemajuan kepribadiannya. Aspek kepribadian inilah yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam meraih kesuksesan. Kepercayaan diri juga berperan dalam menawarkan semangat serta motivasi kepada individu untuk dapat bereaksi secara sempurna terhadap tantangan dan peluang yang tiba pada seseorang maupun untuk mencicipi berbagai kebahagiaan dalam hidupnya.
Shauger (dalam Mahrita, 1997) menyatakan bahwa keyakinan diri ialah fikiran seseorang ihwal kompetensi dan keterampilan yang dimiliki serta kemampuan untuk menangani banyak sekali macam suasana. Selanjutnya Burns (dalam Luxori, 2005) mengatakan dengan iman diri yang cukup, seseorang individu akan dapat mengaktualisasikan peluangyang dimilikinya dengan yakin dan mantap. Kepercayaan yang tinggi sungguh berperan dalam memberikan pinjaman yang berarti dalam proses kehidupan seseorang, karena jika individu percaya dirinya mampu untuk melaksanakan sesuatu, maka akan muncul motivasi pada diri individu untuk melaksanakan hal-hal dalam hidupnya.
Selain itu dari hasil observasi yang dilakukan oleh Gough (dalam Apollo, 2005) melaporkan bahwa siswa yang percaya dirinya rendah lebih banyak tercatat siswa tidak berprestasi, rendahnya tanggung jawab sosial dan motivasinya. Menurut Winkel (dalam Tresnawati, 2001) motivasi berprestasi yaitu sebuah daya penggagas dalam diri seseorang untuk menemukan suatu kesuksesan dan melibatkan diri dalam kegiatan, dimana kesuksesan tergantung pada perjuangan langsung dan kesanggupan yang dimiliki. Menurut Atkinson (dalam Djaali, 2007), di antara keperluan hidup insan, terdapat kebutuhan untuk berprestasi, ialah dorongan untuk menangani kendala, melatih kekuatan, dan berusaha untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang merepotkan dengan cara yang baik dan secepat mungkin, atau dengan perkataan lain usaha seseorang untuk memperoleh atau melebihi kriteria kelebihan.
Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya cita-cita akan suksesnya senantiasa mengalahkan rasa takut akan mengalami kegagalan. Individu selalu merasa optimis dalam melaksanakan setiap apa yang dihadapinya, sehingga setiap dikala selalu termotivasi untuk meraih maksudnya. Menurut Apollo (2005) bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menunjukkan iman diri yang tinggi di sekolah. Sebaliknya siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah akan kesulitan dalam mengatur diri, relasi interpersonal dengan sobat sebaya di sekolah, kurang suka bergaul, stress, kecemasan dan pesimisme terhadap kala depan.
Heckhausen (dalam Tresnawati, 2001) mengemukakan beberapa faktor dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, adalah :
- Individu tersebut mempunyai dogma diri yang tinggi,
- Berorientasi kepada era depan,
- Cenderung memilih tugas dalam tingkat kesukaran sedang,
- Tidak suka membuangbuang waktu,
- Cenderung berteman dengan orang yang mempunyai kesanggupan dan
- Mengerjakan tugas dengan handal dan giat.
Selain itu dari hasil observasi yang sudah diungkapkan oleh Marini tahun 2003 (dalam Rizkiyah, 2005), terungkap bahwa seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi condong mempunyai tingkat tingkat keyakinan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial. Menurut Mastuti dan Aswi (2008) yakin diri akan membuat individu menjadi lebih bisa dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melaksanakan berbagai penemuan sebagai kelanjutannya. Wellington & Wellington (dalam Apollo, 2005) mengatakan muridmurid yang mempunyai akidah diri akan lebih condong termotivasi, rasa tanggung jawab dan kesungguhan dalam meraih tujuan.
Sikap percaya diri dibuat dengan belajar terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan wawasan yang telah dipelajari. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Karena dengan percaya diri, individu dapat memotivasi dirinya perihal acuan pikirnya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai adab, perilaku dan pandangan, cita-cita dan aspirasi terhadap era depan, serta ketakutan dan kesedihannya. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka mampu ditarik hipotesis ialah ada korelasi yang aktual antara iman diri dengan motivasi berprestasi pada akil balig cukup akal, di mana cukup umur yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi pula dan sebaliknya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat hubungan, yaitu menghubungkan antara variable satu dengan lainnya. Total subjek dalam observasi ini ialah sebanyak 79 siswa. Sampel observasi ialah siswa kelas 3 IPA sejumlah 40 siswa dan kelas 3 IPS sejumlah 39 orang. Sedangkan metode yang dipakai dalam pengambilan sampel ialah dengan purposive sampling yakni dengan memilih persyaratan-tolok ukur sampel yang dibutuhkan dalam observasi antara lain siswa dan siswi SMU kelas 3 dan berumur antara 17-19 tahun. Pada observasi ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan memakai angket atau kuesioner.
Untuk variabel iman diri digunakan skala iman diri yang berbentuk skala likert dan untuk variabel motivasi berprestasi digunakan skala yang berupa skala likert. Pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur keyakinan diri disusun berdasarkan karakteristik doktrin diri dari Fatimah (2006) ialah percaya akan kesanggupan dan kompetensi diri, tidak konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok, berani menghadapi penolakan orang lain, punya pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control, mempunyai cara pandang yang faktual kepada diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya, mempunyai harapan yang realistik.
Sedangkan pengumpulan data yang dipakai untuk mengukur motivasi berprestasi yakni dengan menggunakan skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi tinggi menurut McClelland (1987), ialah: resiko pemilihan peran, membutuhkan umpan balik, tanggung jawab, ketekunan, kesempatan untuk unggul, dan berprestasi Uji validitas dalam observasi ini yaitu dengan mengkolerasikan skor setiap item dengan total item (sistem item total correlation), dengan menggunakan relasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 2006). Sedangkan untuk menguji reliabilitas alat ukur motivasi berprestasi dilakukan dengan memakai analisis Alpha Cronbach (Azwar, 2006). Teknik analisis kekerabatan yaitu untuk mengenali relasi keyakinan diri selaku variabel Independent (X) kepada motivasi berprestasi siswa selaku variabel Dependent (Y). Analisis ini dilaksanakan dengan pertolongan program SPSS Versi 13.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan mempersiapan alat ukur meliputi penyusunan skala doktrin diri dan Skala motivasi berprestasi. Pada skala iktikad diri dipersiapkan 61 pernyataan, yang terdiri dari 30 item favorabel dan 31 item unfavorabel. Sedangkan skala motivasi berprestasi dipersiapkan 60 pernyataan, yang berisikan 31 item favorabel dan 29 item unfavorable. lalu dijalankan pengambilan data adalah pada hari Senin tanggal 1 Maret 2009. Peneliti memberikan kuesioner terhadap 79 subjek observasi untuk pengambilan data.
Uji validitas dan Reliabilitas Skala
Pada skala dogma diri yang disusun dengan menggunakan skala likert, dari 61 item yang dipakai, diperoleh 45 item yang valid, sementara 16 item yang lain dinyatakan gugur. Item valid memiliki nilai hubungan antara 0,320 – 0,690, sedangkan pada uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach yang diperoleh dengan nilai reliabilitas sebesar 0,934. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilaksanakan dengan bantuan program SPSS Versi 13.0 for Windows. Sedangkan pada skala motivasi berprestasi yang disusun dengan menggunakan skala likert, dari 60 item yang dipakai, diperoleh 46 item yang valid, sementara 14 item lainnya dinyatakan gugur. Item valid mempunyai nilai relasi antara 0,312 – 0,662, sedangkan pada uji reliabilitas dijalankan dengan teknik Alpha Cronbach yang diperoleh dengan nilai reliabilitas sebesar 0,934. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan perlindungan acara SPSS Versi 13.0 for Windows.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS Ver 13 for Windows dan menggunakan One-Sample KolmogorovSmirnov Tes untuk menguji normalitas sebaran skor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada tabel Kolmogorov-Smirnov untuk skala kepercayaan diri menunjukkan angka 0,078 (p > 0,05). Dengan demikian distribusi kepercayaan diri pada sampel yang telah diambil adalah normal. Selain itu, hasil pengujian normalitas pada skala motivasi berprestasi menunjukkan angka 0,200 (p > 0,05). Dengan demikian distribusi motivasi berprestasi pada sampel yang sudah diambil yakni wajar ..
Uji Linearitas dan Uji Hipotesis
Pada observasi ini didapat bahwa variabel x (yakin diri) dan y (motivasi berprestasi) linear, alasannya adalah pada tabel linearitas menunjukkan nilai sig 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian mampu dikatakan ada korelasi yang linear antara doktrin diri dengan motivasi berprestasi pada siswa, sedangkan untuk uji hipotesis berdasarkan analisis data yang dikerjakan dengan menggunakan relasi Product Moment Pearson (1 tailed) dibantu dengan acara SPSS Ver 13 for Windows. Dari hasil analisis data diketahui bahwa koefisien korelasi Pearson yang diperoleh sebesar 0,525 dengan nilai sig.(1-tailed) sebesar 0,000. dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada korelasi antara iman diri dengan motivasi berprestasi pada siswa, relevansinya bersifat nyata yaitu kalau keyakinan diri makin tinggi maka makin tinggi pula motivasi berprestasi dari seseorang dan sebaliknya. Hal ini memberikan bahwa hipotesis observasi ini diterima.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian ini dimengerti bahwa hipotesis diterima, dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang konkret antara iktikad diri dengan motivasi berprestasi pada siswa. Koefisien relasi yang diperoleh menawarkan angka konkret yaitu sebesar 0,525, hal ini bermakna terdapat kecenderungan semakin tinggi keyakinan diri maka akan kian tinggi pula motivasi berprestasi yang dimiliki siswa. Semakin tinggi iman diri maka akan makin tinggi pula motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa.
Hal ini dimungkinkan alasannya adalah siswa yang mempunyai iman diri yang tinggi mempunyai keyakinan akan kemampuan sendiri yang mencukupi dan menyadari akan kesanggupan yang dimiliki, serta mampu memanfaatkannya secara tepat (Iswidharmanjaya & Agung, 2004). Individu mampu mempunyai doktrin diri yang bagus apabila individu tersebut condong realistik terhadap kemampuan diri sendiri dan menghargai diri sendiri secara aktual, yakin akan kemampuan diri sendiri tanpa terpengaruh oleh perilaku atau pertimbangan orang lain, merasa optimis, tenang, kondusif, tidak gampang khawatir dan tidak raguragu menghadapi problem (Iswidharmanjaya & Agung, 2004). Berdasarkan uraian diatas maka subjek penelitian condong mempunyai iman diri yang tinggi sehingga mereka dapat menyadari atas kesanggupan yang dimiliki, merasa optimis dalam menghadapi setiap urusan, serta mereka tidak terpengaruh oleh pendapat orang lain dan tidak bimbang dalam setiap masalah yang mereka hadapi.
Kepercayaan diri juga ialah modal dasar untuk pengembangan dalam aktualisasi diri (eksplorasi segala kesanggupan dalam diri). Berani bertindak dan mengambil potensi yang dihadapinya. Sementara itu, akidah diri yang rendah akan menyebabkan hal yang buruk bagi siswa dan mempengaruhi kemampuannya dalam mengahadapi setiap permasalahan. Semakin mereka kehilangan iman diri maka akan kian menghalangi mereka dalam menyebarkan kesempatandiri, pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan tidak yakin dalam menyampaikan ide, ragu-ragu dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Hasil penelitian menawarkan bahwa siswa mempunyai tingkat keyakinan diri pada kategori rata-rata. Yang mampu dilihat dari mean empirik sebesar 127,47. Selanjutnya untuk motivasi berprestasi diperoleh mean empirik sebesar 144,05 yang berada pada klasifikasi tinggi. Dengan dogma diri yang cukup dan tingkat motivasi berprestasi yang baik pada siswa mampu memungkinkan mereka menjadi pribadi yang selalu menghadapi tantangan, berprestasi, ingin meraih kesuksesan.
Siswa yang mempunyai iman diri memungkinkan pula siswa menjadi lebih bertanggung jawab, optimis, bersifat realistik kepada kemampuan yang dimiliki, serta tidak gampang khawatir dan bimbang dalam menghadapi setiap urusan yang dihadapi. Sebaliknya siswa yang memiliki iktikad diri dan motivasi berbprestasi yang rendah akan bersikap pesimis akan kesanggupan yang dimiliki, merasa ragu-ragu dan juga senantiasa membandingkan dirinya dengan orang lain.
Saran Berdasarkan hasil penelitian maka diajukan beberapa anjuran sebagai berikut :
- Karena hasil observasi memperlihatkan doktrin diri memiliki relasi dengan motivasi berprestasi, maka dibutuhkan bagi siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi tinggi dibutuhkan lebih meningkatkan iman dirinya lewat berguru berdiskusi dengan sobat, ikut extrakulikuler semoga mampu berprestasi di perguruan tinggi tinggi yang beliau jalani. Dengan kepercayaan diri siswa yang tinggi tersebut mampu memotivasi dirinya untuk selalu merasa optimis dan mampu bersaing untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
- Dalam penelitian ini, peneliti cuma memakai 79 siswa dan hanya memakai salah satu SMU sebagai sampelnya karena kekurangan waktu dan ongkos. Maka diperlukan untuk peneliti selanjutnya agar mampu melaksanakan observasi bukan cuma di SMU saja, tetapi juga mampu dijalankan di SMK atau sekolah menengah atas lainnya. Sehingga lebih menggambarkan dari karakteristik iktikad diri pada dewasa kebanyakan.
- Diharapkan bagi orang tua yang anaknya berguru di SMU supaya mampu menawarkan santunan dan masukanmasukan untuk menolong sang anak dalam membuatkan iman dirinya agar dapat terus termotivasi untuk menerima hasil yang terbaik di sekolahnya.
- Bagi penulis selanjutnya, dibutuhkan untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan penelitian lanjutan serta dengan subjek yang berlainan, mirip subjek dengan kelas sosial ekonomi yang rendah. Dengan cara ini diperlukan dapat memperkaya ilmu wawasan utamanya dibidang psikologi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian. Jakarta : UMM Press.
Atkinson, R. L,. Atkinson, R. C., Smith, E. E. & Bem, D. J. (1993).
Pengantar psikologi. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksara
Atkinson, J. & Raynor, J. (1978). Personality, motivation & achievement. New York : Halstead Press, John Willey & Sons.
Azwar, S. (2006). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Angelis, B. D. (2005). Confidence : percaya diri sumber berhasil dan kemandirian. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Apollo. (2005). Hubungan antara iktikad diri dengan prestasi belajar siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. 3, 46-63.
Centi, P. J. (1993). Mengapa rendah diri. Kanisius : Jakarta.
Djaali, H. (2007). Psikologi pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Djaali, H. (2000). Psikologi pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Dimyati & Mudjiono. (1992). Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rieneka Cipta.
Fatimah, E. (2006). Psikologi pertumbuhan : kemajuan akseptor asuh. Bandung : Pustaka Setia
Gage, N. L & Berliner, D. C. (1992). Educational psychologi. 5th ed. Boston : Houghton Mifflin Company.
Gunarsa, S. D & Gunarsa, Yulia. S. D. (1983). Psikologi kemajuan anak dan sampaumur. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia
Hakim, T. (2004). Mengatasi rasa tidak yakin diri. Jakarta : Puspa Swara
Hurlock, E.B. (1993). Psikologi kemajuan: suatu pendekatan sepanjang wacana kehidupan. (Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soejarwo). Jakarta:Erlangga.
Iswidharmanjaya, A dan Agung, G. (2005). Satu hari menjadi lebih yakin diri. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Kartono, Kartini. (1990). Psikologi anak. Bandung : Mandar Maju.
Luxori, Y. (2005). Percaya diri. Jakarta : Khalifa.
Lie, A. (2003). 1001 Cara menumbuhkan rasa percaya diri anak. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Mastuti & Aswi. (2008). 50 Kiat percaya diri. Jakarta : PT. Buku Kita.
Munandar, A. S., (2001). Psikologi industri & organisasi. Jakarta : Penerbit UI.
McClelland, D. C. (1987). Human motivation. New York : Cambridge University.
Mahrita, E. (1997). Pengembangan inventori kepercayaan diri (penelitian reliabilitas, validitas dan norma pada sampel mahasiswa berusia 18-27 tahun di Jakarta dan sekitarnya). skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Muchtar, R & Manan, A. M (1993). Remaja pelajar SMU dan lingkungan sosial: masalah dan upaya mereka mengatasinya. Jurnal Masyarakat Indonesia. 20, 387-397. Riyanti, D.B.P & Prabowo, H. (1998). Psikologi lazim 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Redenbach, R. (1998). Tampil sarat dengan percaya diri. Jakarta : PT. Handal Niaga Pustaka.
Rifa’I, M. S. S. (1984). Psikologi kemajuan remaja dari segi kehidupan sosial. Bandung: Bina Aksara
Rizkiyah. (2005). Hubungan antara penerimaan golongan teman sebaya dengan doktrin diri remaja awal siswa kelas XI IPS. skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam AsSyafi’iyah.