Contoh Makalah Adab Bisnis Dalam Perspektif Islam

Pada contoh makalah adab bisnis berikut mengangkat judul dalam perspektif Islam yaitu : Etika Bisnis Dalam Prespektif Al Qur’an Dalam Menyongsong Tantangan Bisnis Di Masa Depan

A. PENDAHULUAN

Bisnis telah menjadi faktor penting dalam hidup insan. Sangat masuk akal kalau Islam memberi tuntunan dalam bidang perjuangan. Usaha mencari keuntungan sebanyak-banyaknya bahkan ditempuh dengan cara tidak etis telah menjadi kesan bisnis yang tidak baik. Etika bisnis sungguh urgen untuk dikemukakan dalam masa globalisasi yang terjadi di aneka macam bidang dan kerap mengabaikan nilai-nilai etika dan susila. Oleh akhirnya, Islam sungguh menekankan biar kegiatan bisnis tidak semata-mata selaku alat pemuas harapan tetapi lebih pada upaya menciptakan kehidupan sepadan disertai sikap nyata bukan destruktif. Penulisan makalah ini bermaksud mengkaji adat bisnis dari sudut pandang Al Qur’an dalam upaya membangun bisnis Islami menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Kesimpulannya, Bisnis dalam perspektif Al Qur’an disebut sebagai acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai kalau secara seimbang memenuhi kebutuhan material dan spiritual, jauh dari kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan namun mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, keinginanbebas, pertanggung-balasan, kebenaran, kebajikan dan kejujuran.

Al Qur’an selaku sumber nilai, sudah memperlihatkan nilai-nilai prinsipil untuk mengenali perilaku-perilaku yang berlawanan dengan nilai-nilai al-Qur’an terutama dalam bidang bisnis. Awalnya, adat bisnis muncul saat kegiatan bisnis kerap menjadi sorotan budbahasa. Menipu, meminimalkan timbangan atau takaran, yaitu contoh- contoh konkrit kaitan antara akhlak dan bisnis. Fenomena-fenomena itulah yang mengakibatkan etika bisnis menerima perhatian yang intensif hingga menjadi bidang kajian ilmiah yang bangkit sendiri. (George, 1986: 43). Bisnis telah ada dalam tata cara dan struktur dunianya yang baku untuk mencari pemenuhan hidup. Sementara, adat ialah disiplin ilmu yang berisi persyaratan-persyaratan tentang apa-apa yang benar atau salah, yang bagus atau buruk, sehingga dianggap tidak seiring dengan tata cara dan struktur bisnis (Rahardjo,1995:2). Kesangsian-kesangsian inilah yang melahirkan mitos bisnis amoral atau tak beretika

B. Etika dan Bisnis Dalam Islam

Al-Qur’an dari sudut pandang isinya, lebih banyak membicarakan tema-tema tentang kehidupan insan baik pada tataran perorangan maupun kolektivitas. Hal ini dibuktikan bahwa, tema pertama dan tema terakhir dalam al- Qur’an yakni perihal perilaku manusia (Rahman, 1992: 59). Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adab istiadat atau kebiasaan (Sonny Keraf, 1991: 14). Dalam pemahaman biasa , budpekerti senantiasa dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, yang berlaku pada diri sendiri, dan pada penduduk . Dalam pengertian yang lain, etika diartikan sebagai tata cara atau arahan yang dianut (Dahlan Yacub,2001:154). Terminologi lain yang bersahabat dengan pemahaman budpekerti, yaitu moralitas. Term ini berasal dari bahasa Latin mos, dan bentuk jamaknya mores, yang memiliki arti akhlak istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berlawanan, kedua-duanya memiliki titik temu, yaitu budbahasa kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh alasannya adalah itu, individu atau kelompok masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut mampu dibilang tidak beretika atau tidak bermoral. Dalam bahasa Arab, kata budbahasa atau moralitas disebut al-khuluq dan jamaknya al-akhlaq , yang mempunyai arti usaha manusia untuk membiasakan diri dengan budbahasa istiadat yang baik, mulia dan utama (Al-Raghib,tt:159) Terminologi al-khuluq itu sendiri berasal dari kata dasar al-khalq, yang berarti membuat (Lewis,tt: 520). Dengan demikian seseorang dibilang berakhlak atau bermoral yang baik, alasannya adalah dia membiasakan diri dengan etika istiadat yang bagus, yang seakan-akan ia dilahirkan dan diciptakan dalam keadaan demikian.

  Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya

Kemudian, bagaimanakah persepsi Al Qur’an ihwal bisnis? Bisnis ialah salah satu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Tidak heran bila Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW memberi tuntunan menyeluruh berkaitan dengan interaksi dalam bidang perjuangan dagang. Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah SWT selaku penyempurna adab juga memberi tuntunan yang berhubungan dengan bisnis. Al-Qur’an dalam mengajak insan untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalamsegala aspek kehidupan kadang-kadang menggunakan perumpamaan- ungkapan yang diketahui dalam dunia bisnis, mirip jual-beli, untung-rugi dan sebagai- nya (al-Taubah, 9: 111). Dari sudut pandang terminologi ihwal bisnis, Al-Qur’an mempunyai istilah-perumpamaan yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Diantaranya adalah al- tijarah, al-bai’u, tadayantum, dan isytara. Istilah tijarah, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijaratan, yang mempunyai arti berjualan, berniaga. At-tijaratun walmutjar; jual beli, perniagaan, atti-jariyy wal mutjariyy; mengenai jual beli atau perniagaaan (al-Munawwir, 1984: 139). Istilah di atas diketahui dalam dua segi. Pertama, diketahui dengan perdagangan yakni pada surat al-Baqarah: 282. Kedua, dimengerti dengan perniagaan dalam pengertian lazim.

Yang menarik dalam pengertian-pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing yaitu bahwa pengertian perniagaan tidak cuma bekerjasama dengan hal-hal yang bersifat material, tetapi kebanyakan dari pemahaman perniagaan lebih tertuju kepada hal yang bersifat immaterial-kualitatif. Yang memperlihatkan makna perniagaan dalam konteks material misalnya disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Taubah: 24, an-Nur: 37, al-Jumu’ah: 11. Adapun perniagaan dalam konteks material sekaligus immaterial terlihat pada pengertian tijarah dalam beberapa ayat Al-Qur’an adalah dalam surat Fatir: 29. Demikian pula istilah al-bai’ digunakan al-Qur’an, dalam pemahaman perdagangan yang halal, dan larangan untuk menemukan atau membuatkan harta benda dengan jalan riba. (al-Baqarah: 275).

Adapun istilah baya’tum, bibai’ikum (al-Taubah 9:111) dan tabaya’tum (al- Baqarah: 282), dipakai dalam pengertian jual beli yang dikerjakan dengan kecermatan dan dipersaksikan dengan terbuka dan dengan goresan pena. Jual beli di sini tidak cuma berarti jual beli sebagai faktor bisnis namun juga perdagangan antara manusia dan Allah adalah ketika manusia melakukan jihad di jalan Allah, mati syahid, menepati kesepakatandengan Allah, maka Allah berbelanja diri dan harta orang mukmin dengan syurga. Jual beli yang demikian dijanjikan oleh Allah dengan syurga dan disebut kemenangan yang besar. Uraian di atas menerangkan bahwa, pertama, al-Qur’an menawarkan tuntunan bisnis yang terperinci ialah visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat, melainkan mencari laba yang hakiki baik dan berakibat baik pula bagi akhirnya. Kedua, Keuntungan bisnis menurut al-Qur’an bukan semata- mata bersifat material namun bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih mengutamakan hal yang bersifat immaterial atau mutu. Ketiga, bahwa bisnis bukan semata- mata berhubungan dengan insan tetapi juga berhubungan dengan Allah.

C. Perilaku Bisnis Yang Menyimpang Menurut Al Qur’an

D. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

E. Upaya Mewujudkan Etika Bisnis Islami Menghadapi Tantangan Bisnis Masa Depan

Karena itu upaya mewujudkan akhlak bisnis untuk membangun bisnis yang islami yang harus di lakukan adalah pertama, sebuah rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis. Pandangan bahwa akhlak bisnis selaku bab tak terpisahkan atau menyatu ialah struktur fundamental selaku perubah kepada pikiran dan pemahaman perihal kesadaran sistem bisnis amoral yang telah memasyarakat. Bisnis dalam al-Qur’an disebut sebagai aktivitas yang bersifat material sekaligus immaterial. Sehingga sebuah bisnis dapat disebut bernilai, kalau kedua maksudnya ialah pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah mampu tercukupi secara sebanding. Dengan persepsi kesatuan bisnis dan budbahasa, pemahaman atas prinsip-prinsip etika Suatu bisnis bernilai, kalau memenuhi keperluan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-tanggapan, kebenaran, kebajikan dan kejujuran, dengan demikian adab bisnis dapat dijalankan oleh siapapun. kedua, yang pantas dipertimbang- kan dalam upaya mewujudkan akhlak bisnis untuk membangun tatanan bisnis yang Islami adalah dibutuhkan suatu cara pandang baru dalam melaksanakan kajian-kajian keilmuan tentnag bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normative etik sekaligus empirik induktif yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai Al Qur’an, supaya dapat menangani pergeseran dan perubahan zaman yang kian cepat. Atau dalam klasifikasi pengembangan ilmu pengetahuan terbaru mesti dikembangkan dalam contoh pikir abductive pluralistic (Abdullah, 2000: 88-94).

  Kebijakan Moneter

F. KESIMPULAN

Untuk mampu merealisasikan budbahasa bisnis dalam membangun tatanan bisnis yang Islami ialah:

  1. Bisnis baik selaku aktivitas perorangan, organisasi atau perusahaan, bukan semata-mata bersifat duniawi. Akan tetapi selaku acara yang bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai bila memenuhi keperluan material dan spiritual secara seimbang, tidak mengandung kebatilan, kerusakan dan kezaliman tetapi mengandung nilai kesatuan, keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan dan kejujuran. Sehingga dengan ketiga prinsip landasan praktek mal bisnis diatas, dapat dijadikan patokan apakah sebuah bisnis masuk ke dalam kawasan yang bertentangan dengan budpekerti bisnis atau tidak. Pahami pula pemahaman dan prinsip budpekerti bisnis.
  2. Diperlukan sebuah cara pandang gres dalam melaksanakan kajian-kajian keilmuan wacana bisnis dan ekonomi yang lebih berpijak pada paradigma pendekatan normatif etik sekaligus empirik induktif yang mengutamakan penggalian dan pengembangan nilai-nilai Al Qur’an, agar mampu menanggulangi pergeseran dan pergantian zaman yang terus berlangsung


G. DAFTAR PUSTAKA

Al-Asfahani, Al-Raghib, tt. Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Maraghi, Mustafa.1998, Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Toha Putra.
As-Sahdr, M. Baqir, 1993. Sejarah dalam Persfektif al-Qur’an, suatu anali-sis, Jakarta: Pustaka Hidayah.
Beekun, Rafiq Issa, 1997. Islamic Business Ethict, Virginia: International In- stitute of Islamic Thought.
George, Ricard T De, 1986. Business Ethics, New Jersey: Prentice Hall, Engle- wood Cliffs.
Husin Anis: Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis Islami, Bandung: Mizan.
Keraf, A.Sonny, 1998. Etika Bisnis, Jakarta, Kanisius.
Ma’luf, Lewis, tt. al-Munjid , Beirut: Dar al-Katholikiyah.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984, Kamus al- Munawwir, Yogyakarta: PP Krapyak.
Naqvi, Syed Nawab, 1993. Ethict and Eco- nomics: An Islamic Syntesis, diterjemahkan oleh
Rahardjo, Dawam, 1990. Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta : Tiara Wacana.
Rahman, Fazlur, 1992. Membangkitkan Kembali Visi al-Qur’an: Sebuah catatan Otobiograif, Jurnal Hikmah No IV juli Oktober
Suwantoro, 1990. Aspek-faktor Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia.

Demikian pola makalah etika bisnis dalam perspektif islam. Bahasan poin C dan D sengaja kami uraikan dalam postingan tersediri untuk menyingkir dari penulisan postingan yang terlalu panjang. Semoga mampu memberi manfaat dan memperluas wawasan.