Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada potensi itu, ia berpidato perihal Struktur Ekonomi Dunia & Pertentangan Kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kecerdikan non-kooperatif.
Di bawah kepemimpinannya, PI menjelma organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Pada tahun 1926, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis.
Dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang bersejarah, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yg menakjubkan yaitu “Indonesia Vrij” atw “Indonesia Merdeka”.
Pada bulan Juli 1932, Hatta sukses menuntaskan studinya di Negeri Belanda dan sebulan lalu ia tiba di Jakarta. Antara tamat tahun 1932 & 1933, kesibukan utama Hatta yaitu menulis banyak sekali artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Rakjat. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel salah satunya Hatta. Sebelum dibuang, Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul Krisis Ekonomi dan Kapitalisme.
Dalam pembuangan, Hatta secara terorganisir menulis postingan-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Di pembuangan Hatta membukukan tulisanya “Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan” dan “Alam Pikiran Yunani.” (empat jilid).
9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda mengalah terhadap Jepang & 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pidato yang diucapkan Hatta di Lapangan Ikada pada tanggaI 8 Desember 1942 menghebohkan banyak kalangan. Ia mengatakan, Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Oleh alasannya adalah itu beliau tak mau menjadi jajahan kembali. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibuat, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia merencanakan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas dengan menuliskan kata-kata yang didiktekannya. 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Bung Hatta & Sepatu Bally yang Tak Pernah Terbeli
Dandanan mentereng, rumah, dan mobil glamor agaknya sudah menjadi gaya hidup para pejabat ketika ini. Masyarakat pun kembali merindukan figur-figur pemimpin yang sederhana dan patut untuk dijadikan teladan.
Suatu hari, di tahun 1950, Wakil Presiden Muhammad Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah, dia langsung ditanya sang istri, Ny Rahmi Rachim, ihwal kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.
Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, Ny Rahmi tidak mampu berbelanja mesin jahit yang diidam-idamkannya balasan penghematan nilai mata duit itu. Padahal, ia telah cukup usang menabung untuk berbelanja mesih jahit baru. Tapi, apa kata Bung Hatta?
“Sunggguhpun saya mampu yakin kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada semua orang. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?” jawab Bung Hatta.
Kisah mesin jahit itu ialah salah satu teladan dari kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta (1902-1980) dan keluarganya. Sejak kecil, Bung Hatta telah dikenal hemat dan suka menabung. Akan namun, duit tabungannya itu senantiasa habis untuk keperluan sehari-hari dan menolong orang yang memerlukan.
Saking mepetnya keuangan Bung Hatta, hingga-hingga sepasang sepatu Bally pun tidak pernah terbeli sampai selesai hayatnya. Tidak bisa dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa membeli sepasang sepatu. Mimpi itu masih berbentukguntingan iklan sepatu Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.
Bung Hatta gres menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan sesudah memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18 November 1945. Saat itu, beliau berumur 43 tahun. Apa yang dipersembahkan Bung Hatta sebagai mas kawin? Hanya buku “Alam Pikiran Yunani” yang dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada tahun 1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang didapatkannya amat kecil. Dalam buku “Pribadi Manusia Hatta, Seri 1,” Ny Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah murka ketika anaknya undangan agar keluarga menaruh bokor selaku tempat duit derma tamu yang berkunjung.
Ny Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima rekening listrik yang tinggi sekali. “Bagaimana saya mampu membayar dengan pensiun aku?” kata Bung Hatta. Bung Hatta mengantarsurat terhadap Gubernur DKI Ali Sadikin biar memotong duit pensiunnya untuk bayar rekening listrik. Akan namun, Pemprov DKI lalu menanggung seluruh ongkos listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.
Bung Hatta yakni pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang tangguh. Di balik semua itu, ia juga ialah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun diketahui sepanjang kala. Musisi Iwan Fals mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul “Bung Hatta”.
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan besar hati, berkapal doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu
Artikel : Biografi Mohammad Hatta