Bahan Pelengkap Pangan. Dihentikan?

Apakah materi suplemen pangan dihentikan? Perlu diketahui bahwa bahan pangan atau kuliner yaitu bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam kuliner dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga mampu memajukan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan pelengkap pangan mesti menyanggupi beberapa tolok ukur untuk mempertahankan keselamatan penggunaannya, adalah tidak memberikan sifat-sifat bereaksi dengan materi, mengusik kesehatan konsumen, menimbulkan keracunan, merangsang atau menetralisir rasa dan menghalangi kerja enzim. Bahan tersebut haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan mempertahankan kualitas. Bahan perhiasan pangan yang tidak boleh yakni semua bahan tambahan yang dapat   membohongi pelanggan, menyembunyikan kesalahan dan teknik penanganan serta penurunan kualitas (Sulaeman, 1990). 

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan yaitu bahan yang biasanya tidak dipakai sebagai makanan dan lazimnya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja disertakan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk organoleptik) pada pembuatan, pembuatan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, packing, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menciptakan atau diharapkan menciptakan (pribadi atau tidak eksklusif) suatu unsur atau menghipnotis sifat khas makanan tersebut (Alsuhendra dan Ridawati,2013).
 Perlu dipahami bahwa bahan pangan atau makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan senga Bahan Tambahan Pangan. Dilarang?  
Pada lazimnya bahan suplemen pangan atau bahan pelengkap makanan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yakni: (1). Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dalam kuliner dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, menertibkan keasaman atau kebasaan dan memantapkan bentuk dan rupa dan (2). Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam masakan dalam jumlah sangat kecil selaku akhir dari proses pembuatan pangan(Winarno, 1992).

Penggunaan bahan tambahan pangan yang tepat dan sesuai dengan aturan akan menciptakan produk dengan mutu yang dibutuhkan. Namun, jikalau penggunaannya salah dan berlebihan akan menimbulkan produk tersebut tidak kondusif lagi dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh senyawa-senyawa yang tergolong bahan perhiasan pangan ini kebanyakan ialah senyawa-senyawa kimia sintesi yang jika dipakai dalam jumlah berlebihan atau tidak sesuai dengan aturan dapat berakibat fatal bagi kesehatan (Alsuhendra dan Ridawati,2013).

Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan menurut Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 antara lain (Fardiaz, 2007):

  1. Pemanis buatan, bahan komplemen pangan yang mampu menjadikan rasa cantik pada masakan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat.
  2. Pengawet, bahan embel-embel pangan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap masakan yang disebabkan oleh mikroorganisme.Biasa disertakan pada masakan yang gampang rusak atau yang disukai selaku medium perkembangan kuman atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya dan ester para hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju dan margarin, asam propionat untuk keju dan roti.
  3. Pewarna, materi tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada kuliner. Contoh: karmin, ponceau 4R, eritrosin warna merah, green FCF, green S warna hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin warna kuning dan karamel warna coklat.
  4. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, bahan perhiasan pangan yang dapat memberikan, menyertakan atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.

Sementara materi suplemen pangan atau masakan yang dihentikan digunakan dalam kuliner berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/IX/88 antara lain: boraks, formalin, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, dan nitrofurazon. Adapun menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1168/Menkes/Per/X/1999 bahwa materi pelengkap lainnya yang dilarang dipakai dalam masakan yaitu rhodamin B, methanyl yellow dan kalsium bromat (Yuliarti, 2007).

  Cara Menghitung Kalori Makanan untuk Diet, Harian, dan Online

Kiranya terang, materi embel-embel pangan yang boleh dan yang dilarang untuk digunakan dalam berbagai jenis masakan. Siapa saja yang melanggar aturan tersebut untuk alasan keuntungan jualan sangat tidak bijak bahkan membahayakan kesehatan dan nyawa para konsumen.  Patut dibaca kegunaan & ancaman formalin bagi kesehatan