close

Bagaimana Ekonomi Politik Dki?

Pada permulaan setelah final lulus sekolah, pastinya galau untuk kembali lanjut pada Perguruan Tinggi, dan Universitas di Untan tahun 2008. Ketika itu, pernah mendaftar namun tidak lolos, ha..ha..ha… di Pontianak. 

Tidak usang, lebih baik kerja dahulu deh, ntah itu sebagai marketing sales, atau urus toko orang, dan ngojek pernah dialami (Mio Sporty). Karakteristik Batak – Tionghoa – Dayak disini, itu perlakukannya selama disini.

Tidak jauh – jauh dari lingkungan kampus – dan gereja Keuskupan Agung Pontianak, sambil memahami budaya organisasi di Pontianak, sangat menarik sekali, tetapi berbagai kondisi dan aktivitas apa yang terselenggara dikala itu pastinya saya lebih baik diam, itu saja.

Di kampus bisnis aku mencoba masuk di (bisnis inggris & Manajemen), di Pontianak namun hingga saat ini belum selesai, dan masih belum di selesaikan alasannya masih banyak pekerjaan, tergolong riset, organisasi cowok Nasrani, Kerja, dan Kampus, kebetulan ketika itu ngampus malam. Balik tidak jauh malam hari saat itu, itu pun bila tidak ada aktivitas di gereja.

Yang menawan adalah, saat itu pada tahun 2009 – 2010 lagi sibuknya riset, pastinya dengan kapasitas pengalaman, dan wawasan yang sebelumnya dimengerti dikala dibangku sekolah, dan kampus selaku bobot untuk berpengetahuan lebih baik, pada politik ekonomi kota Pontianak.

Tetapi keasikan riset dengan, peneliti kompas (Assisten), Elsam (Kontributor), dan Pontianak Institute, Orang Indonesia. tidak usang setelah itu masuk pada media mirip Tempo, dan Jawa Pos, tergolong keterlibatan dalam hal olahraga seperti sepeda, dan basket Surabaya – Jakarta, dan Pontianak, bersama kolega. 

Di teruskan dengan kegiatan lainnya, kebetulan di Jakarta ada kolega atau siapa itu, masuk dalam jajaran parlemen, dan MPR RI, dan kementerian pada Kabinet kerja, Himpunan Pengusaha di Indonesia, hingga saat ini pada kurun pemerintahan Revolusi Mental dan industry, menjadi seruan tersendiri ketika itu.

Keluarga, mengisi posisi penting di DKI Jakarta, termasuk saya mengabari di paman sam, seorang pelatih dan juga prof, dan dokter sebagai andal kesuburan dan gigi diberbagai Negara bagian di Eropa, dan Amerika Serikat – Brazil, dan Jepang untuk pemberian pada  pendidikan saya, termasuk di Indonesia, kebetulan bule – bule.

Hidup selaku WNA dan imigran sebelumnya, dengan suasana ekonomi politik, tidak menentu dalam sistem Demokrasi di Indonesia, terlebih saya dan keluarga seorang Tionghoa Hokkien – Kanton (Jakarta) jika diundang teman-sobat itu “Cik” ha…ha….ha, dan bertemu Ibu asal hulu di Kalimantan Barat, dan tinggal di Pontianak. 

Hal yang menawan tentunya menawan aku untuk menentukan kampus yang mempunyai dapat dipercaya yang bagus, dan sesuai dengan style tetapi baik sekali lingkungannya.

Tidak lupa juga saya menanyakan lingkungan pergaulan, dan kerja baik tentunya, begitu pula iklim pertemanan, komunikasi yang bagus adalah facebook, dan media sosial, tergolong IG tentunya, penemuan buatan Amerika Serikat.

Teman – sahabat di Jakarta, tentunya akan baiklah dengan problem saya, dan aneka macam kekurangan aku secara baik. Tidak lupa juga, hal ini menguatkan saya untuk kembali belajar Bahasa di RI, termasuk di Indonesia, lewat buku Indonesia pastinya.

Dari kecil aku sudah di tentukan untuk berbahasa lain, termasuk bahasa Ibu. Ibadah ialah kerja rutin saya setiap ketika ini, dimanapun saya berada, minimal ada di Goa Maria. Tingkat kedisplinan menjadi penting dalam menyaksikan aneka macam kegiatan saya sebagai manusia yang perlu berguru kembali.