Kisah inspiratif dari perjalanan para shahabiyah (sahabat wanita) yang mendapat kedudukan tersendiri di segi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Salah satunya merupakan tokoh ilmuwan perempuan pertama dalam Islam. Ia yaitu seorang muslimah yang terkenal dengan kepandaian dan kebaikannya semenjak zaman Jahiliyah, di mana pada ketika itu cuma segelintir perempuan yang diperbolehkan menulis dan membaca.
Wanita ini berjulukan Asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah. Menurut Ahmad bin Soleh Al-Misri, nama bekerjsama adalah Laila, tetapi lebih diketahui sebagai Asy-Syifa’. Sedangkan beliau memiliki nama julukan, ialah Ummu Sulaiman. Beliau memiliki suami yang berjulukan Abu Hathmah bin Ghanim Al-Qurasyi Al-Adawi.
Inilah sosok muslimah shahabiyah tersebut.
Dalam kitab ‘Nisaa Haular Rasul, dijelaskan Asy-Syifa’ radhiyallahu’anha masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan tergolong muhajirin angkatan pertama serta tergolong wanita yang berba’iat terhadap Rasulullah SAW. Dialah yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهٗ بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Hai Nabi, bila tiba kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk menyelenggarakan akad setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam persoalan yang bagus, maka terimalah akad setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk perempuan yang cerdas dan utama. Asy-Syifa juga seorang ulama di antara ulama dalam Islam, serta merupakan tanah yang subur bagi ilmu dan doktrin. Asy-Syifa’ radhiyallahu’anha menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah.
Ketika nabi hijrah ke Madinah ia pun ikut hijrah bareng Nabi. Ia kemudian menempati satu rumah yang akrab dengan kawasan orang-orang yang sakit. Selain mengajari ilmu kepada orang-orang yang gres masuk Islam, ia pun menjadi seorang wanita yang menolong mengobati orang-orang yang sakit di Madinah.
Asy-Syifa dikenal sebagai orang yang senang memberi, bukan cuma senang memberi dalam keilmuan tetapi juga gemar memberi dalam kepedulian sosial. Ia memiliki sosial yang tinggi, sehingga dibanggakan oleh Rasulullah.
Rasulullah sendiri yakni pemimpin di Madinah yang sangat mengapresiasi langsung Asy-Syifa, yang selain dikenal selaku pribadi yang gemar mensedekahkan ilmu, juga masyhur diketahui sebagai orang yang peduli. Tidak jarang ketika Rasulullah main ke rumahnya beliau menyediakan daerah yang istimewa selaku penghormatan atasnya.
As-Syifa dicatat selaku perempuan Islam yang menjadi guru pertama yang mengajarkan banyak ilmu terhadap masyarakat secara sukarela. Ia yakni wanita yang inspiratif, diminati oleh Rasulullah, sebab kerja-kerja cerdasnya.
Asy-Syifa’ diketahui sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum hadirnya Islam, sehingga tatkala dia masuk Islam Asy-Syifa tetap memberikan pengajaran kepada para wanita muslimah dengan menginginkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, dia disebut selaku ‘guru wanita pertama dalam Islam’.
Di antara wanita yang dididik oleh Asy-Syifa’ yaitu Hafshah binti Umar bin Khatthab, istri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah meminta kepada Asy-Syifa’ untuk mengajarkan terhadap Hafshah tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa).
Asy-Syifa’ berkata, “Suatu saat Rasulullah masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda: ‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud).
Sebelumnya asy-Syifa’ diketahui selaku ahli ruqyah di abad Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah dia berkata terhadap Rasulullah, “Aku ialah hebat ruqyah di abad Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya terhadap Anda.”
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit infeksi.” Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”
Di antara yang termasuk ruqyah ialah do’a:
“Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang mampu menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, asy-Syifa’ telah menerima panduan yangn banyak dari Rasulullah SAW. Sungguh asy-Syifa’ sangat menyayangi Rasulullah sebagaimana kaum mukminin dan mukminat lainnya, dia berguru dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak tentang masalah dien (agama) dan dunia.
Ia juga turut mengembangkan Islam dan menawarkan pesan tersirat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menerangkan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari dia yaitu putranya adalah Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya ialah Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.
Bahkan sang ammirul mukminin Umar bin Khatthab sungguh mendahulukan pendapat dia, menjaganya dan mengutamakannya dan sering kali beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar. Begitu pula sebaliknya, asy-Syifa’ juga menghormarti Umar, ia memandangnya selaku seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang bagus dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil.
Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan perjaka yang sedang berlangsung lamban dan berbicara dengan suara lirih, ia bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu yaitu mahir ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar yaitu orang yang jika berbicara suaranya terdengar terperinci, kalau berlangsung melangkah dengan cepat, dan kalau menghantam mematikan.”
Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam sampai beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.
Beliau bukan hanya menjadi guru bagi mereka yang menuntut ilmu, tetapi juga lentera bagi muslimah yang mendambakan diri selaku muslimah yang arif, pintar, dan berwibawa. Karena bergotong-royong, ilmu yang berguna itu yaitu ilmu yang mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengakibatkan kita selaku orang yang bertakwa. Namun, tidak gampang memang untuk mencapai kebaikan ini pada zaman kini. Demikian dikala kita mengatakan haruslah dengan ilmu.
Semoga di kurun terbaru kini akan lahir perempuan-wanita seperti Asy-Syifa yang lain yang peduli lingkungan sosialnya. Bukan hanya peduli dalam problem pendidikan, tetapi juga dalam banyak hal, mirip kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. []