Faktor Kemampuan Individu Penunjang Mobilitas Sosial – Kemampuan individu merupakan aspek yang kiprahnya dalam mobilitas sosial. Faktor individu mencakup aspek pendidikan, etos kerja, cara bersikap terhadap diri sendiri dan kepada orang lain. Seluas apa pun kesempatan mobilitas terbuka bagi semua orang, jikalau orang tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mencapainya, maka mustahil terjadi mobilitas naik. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang dalam menjaga kedudukan sosialnya justru mampu menjadikan terjadinya mobilitas menurun. Kemampuan individu dapat dilihat dari:
1) Faktor Pendidikan.
Kemampuan individu dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, pengetahuan, pengalaman. Semakin terdidik seseorang lazimnya semakin piawai, tetapi kesanggupan individu dalam bidang pendidikan tidak dapat disamakan dengan prestasi akademik di sekolah. Angka yang tertinggi di bangku sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang dalam hidup. Sebab, angka (nilai) tertinggi hanya memberikan salah satu faktor kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual.
Padahal untuk sukses dalam hidup, seseorang tidak cuma dapat mengandalkan kecerdasan intelektual semata. Aspek-faktor kecerdasan lainnya perlu dikembangkan lewat pendidikan, antara lain kecerdasan matematis, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika, kecerdasan motorik dan lain-lain. Semua faktor kecerdasan tersebut mampu memengaruhi kesuksesan seseorang dalam hidup sehingga perlu dikembangkan di sekolah.
Seseorang yang memiliki kecerdasan musical kesanggupan seni (melukis, menyanyi), ternyata sukses dalam hidupnya walaupun orang-orang seperti itu mungkin saja tidak cerdas secara intelektual, tetapi kesanggupan dalam berolah seni (estetika) telah membuatnya mencapai kedudukan sosial ekonomi anggun. Olahragawan yang berprestasi dalam bidang olah tubuh (kecerdasan kinestika), memiliki peluang besar untuk merubah kehidupannya.
Demikian juga kecerdasan sosial, yang aktualisasinya berupa kemampuan bergaul dengan orang lain. Orang yang mampu bergaul (dalam arti faktual) mengenali cara menghadapi orang lain, cerdas dalam membaca suasana dan kondisi, sehingga sehingga caranya berperilaku membuatnya menemukan sumbangan dari orang lain dalam menjangkau kesuksesan. Semua aspek kecerdasan dikembangkan dalam proses pendidikan, sehingga seseorang dapat mempunyai kemampuan sesuai talenta masing-masing.
Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung naiknya status sosial seseorang, karena :
a) Tingginya pendidikan menciptakan seseorang dihormati di dalam penduduk ,
b) Pendidikan mengantarkannya menemukan pekerjaan yang anggun, berpenghasilan besar sehingga semakin memudahkan seseorang menemukan status sosial yang lebih tinggi.
Prestasi di sekolah mencerminkan kesanggupan intelektualnya, petunjuk pribadi seseorang dalam menghadapi pekerjaan dan rasa tanggung jawab.
2) Faktor Etos Kerja.
Etos kerja mampu diartikan selaku kebiasaan yang sudah menjadi ciri khas seseorang atau suatu masyarakat dalam melakukan pekerjaan . Kebiasaan itu berhubungan dengan perilaku, kebudayaan dan nilai-nilai sosial individu dalam mengembangkan etos kerja pribadinya. Kebiasaan yang sering dilaksanakan mulai periode kanak-kanak merupakan awal terbentuknya etos kerja seseorang, dan akan memilih berhasil atau tidaknya seseorang di kala remaja nanti. Ketekunan, kerajinan, keuletan, kedisiplinan, kesabaran, pantang menyerah, dan suka bekerja keras merupakan faktor yang memilih etos kerja seseorang. Apabila kebiasaan itu sudah menjadi etos kerja yang mendarah daging dalam diri seseorang, maka besar kemungkinan seseorang tersebut akan mengalami mobilitas sosial naik dalam karir maupun pendapatan dimasa cukup umur.
Sebelumnya mengenai Saluran Mobilitas Sosial ini mampu menambah wawasan anda
Apabila seseorang ingin meraih kesuksesan di abad depan, harus mulai maju berjuang dan memilki etos kerja yang baik dari sekarang. Masa sekolah dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengan Atas, sampai perguruan tinggi tinggi intinya ialah perjuangan panjang. Seseorang rela menghabiskan waktu usang untuk menggeluti ilmu di kursi sekolah, padahal di luar sekolah banyak kesenangan yang disediakan. Seseorang meninggalkan kesenangan sesaat yang ditawarkan itu demi mencapai impian. Namun abad perjuangan di sekolah yang panjang tersebut tidak akan banyak bermakna jika seseorang tidak mempunyai etos berguru yang bagus.
Bangsa Jepang, Korea ialah bangsa yang gila kerja mempunyai etos kerja yang tinggi, kini ini kondisinya sungguh bertentangan dengan etos kerja Bangsa Indonesia. Presiden kita, membentuk kabinet kerja, manganjurkan biar kita bekerja, bekerja, melakukan pekerjaan dan melakukan pekerjaan konkret untuk mengembangkan kemajuan ekonomi bangsa.