Asas Aturan Perjanjian

 Asas Hukum Perjanjian
 
 Dalam aturan kesepakatan diketahui beberapa asas, di antaranya yakni sebagai berikut:
a.    Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan janji untuk lahirnya janji. Pengertian ini tidak tepat sebab maksud asas konsensualisme ini yaitu bahwa lahirnya perjanjian yaitu pada saat terjadinya komitmen. Dengan demikian, jika tercapai akad antara para pihak, lahirlah persetujuan, meskipun kontrak itu belum dijalankan pada ketika itu. Hal ini bermakna bahwa dengan tercapainya akad oleh para pihak melahirkan hak dan keharusan bagi mereka atau umumjuga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligator, ialah melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kesepakatan tersebut (Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, 2007, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 3). Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hukum persetujuanyang dikontrol dalam KUHPerdata bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian ialah pengecualian dari asas tersebut, misalnya mirip persetujuanperdamaian, perjanjian perburuhan, dan persetujuanpenghibahan. Kesemua perjanjian yang ialah pengecualian tersebut, belum bersifat mengikat kalau tidak dilaksanakan secara tertulis.
b.    Asas Kebebasan Berkontrak (freedommof contract) 
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sungguh penting dalam hokum persetujuan. Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua kontrakyang dibuat secara sah berlaku selaku undang-undang bagi mereka yang menjadikannya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa semua kesepakatanyang pertanda perihal syarat sahnya perjanjian.
Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas menciptakan kontrak dan mengontrol sendiri isi persetujuan tersebut, sepanjang menyanggupi  ketentuanm sebagai berikut: 
1. Memenuhi  syarat  sebagai sebuah kesepakatan
2. Tidak dihentikan oleh  undang-undang
3. Sepanjang persetujuan tersebut dikerjakan dengan itikad baik (Munir Fuady, Hukum kesepakatan, 1999, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 30).
c.    Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)
Setiap orang yang membuat persetujuan, ia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut alasannya persetujuan tersebut mengandung akad-akad yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang memilih bahwa semua kontrakyang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
d.    Asas Itikad Baik 
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu persetujuan haruslah dikerjakan dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa bahu-membahu itikad baik bukan ialah syarat sahnya sebuah kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu persetujuan, bukan pada “pembuatan sebuah kesepakatan. Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pengerjaan sebuah perjanjian telah dapat dicakup oleh unsure “kausa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut.
e.    Asas Kebiasaan
Suatu kontraktidak mengikat cuma untuk hal-hal yang diatur secara tegas saja dalam peraturan perundang-permintaan, yurisprudensi, dan sebagainya, namun juga hal yang menjadi kebiasaan hyang disertai penduduk umum. Jadi, sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal yang berdasarkan kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-membisu dimasukkan dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dinyatakan.
f.    Asas Peralihann Resiko
Dalam tata cara hukum Indonesia,beralihnya sebuah resiko atas kerugian yang muncul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis kesepakatantertentu  mirip pada persetujuan perdagangan, tukar menuar, pinjam pakai, sewa menyewa, pemborongan pekerjaan, dan lain sebagainya, meskipun tidka dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. 
g.    Asas Ganti  Kerugian
Penentuan ganti kerugian ialah peran para pembuat kesepakatanuntuk memberikan maknanya serta batas-batas ganti kerugian tersebut alasannya adalah prinsip ganti rugi dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti rugi metode hukum abnormal.
h.    Asas Kepatutann
Prinsip kepatutan ini mengkhendaki bahwa apa saja yang hendak dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian mesti memperhatikan prinsip kepatutan, alasannya adalah lewat tolak ukur kelayakan ini relasi aturan yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu diputuskan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
i.    Asas Ketepatan Waktu
Setiap kontrak, bagaimanapun bentuknya, harus mempunyai deadline berakhirnnya, yanh sekaligus merupakan komponen kepastian pelaksanaan suatu prestasi. Prinsip ini sangatlah pent8ing dalam kesepakatan-kontrak tertentu, misalnya kesepakatan-kontrak yang berafiliasi dengan proyek konstruksi dan proyek keuangan, di mana setiap kegiatan yang sudah disepakati harus teratasi sempurna waktu.
j.    Asas Keadaann Darurat (forcenmajeure)
Force majeure principle ini merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah perjanjian , baik yang berukuran nasional, regional, maupun intrenasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi suasana dan kondisi yang mencakup objek perjanjian .