PEMIKIRAN DAN PEMBAHARUAN ISLAM OLEH IBNU TAIMIYYAH, blogspot.com |
Ibnu Taimiyah merupakan tokoh kontroversial yang berhasil melahirkan beberapa karya. Ia merupakan tokoh yang mampu menghidupkan rasa takjub terhadap sebagain kelompok masyarakat dan menumbuhkan rasa kebencian yang sarat dengan caci maki terhadap sekelompok masyarakat yang lain. Hal ini dipicu alasannya fatwa dan pembaharuan Islam yang beliau dengungkan.
Pembaharuan (pemurnian) merupakan terjemahan bahasa Barat “modernisasai” atau dalam bahasa Arab al-tajdid, memiliki pemahaman ‘pikiran, gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan gres yang ditimbulkan oleh pertumbuhan-perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern”. Dengan jalan itu pemimpin-pemimpin Islam terbaru mengharap akan mampu melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran terhadap pertumbuhan.[1]
Ibnu Taimiyyah dilahirkan sekitar kurun ke 13 M, dimana umat Islam aneka macam mengalami kemunduran diberbagai hal seperti sikap kehidupan masyarakat yang menyimpang dari pemikiran Islam (Al Alquran dan sunah Rasul), aliran dan sekte-sekte yang mengatasnamakan Islam bertambah subur, taklid buta, fanatisme mahzab, khurafat dan bid’ah mengeruhkan cakrawala anutan umat Islam, ditambah dengan berkembangnya efek nalar dan filsafat Yunani yang posisinya hampir menggusur Al Alquran dan Sunnah.[2]
Melihat kondisi tersebut Ibnu Taimiyyah tergerak untuk melaksanakan pemurnian kepada tradisi Islam. Beliau diketahui selaku tokoh yang mengajak kembali ke pemikiran Islam yang orisinil.
B. Rumusan Masalah
1. Biografi Ibnu Taimiyyah
2. Latar Belakang Pemikiran dan Pembaharuan Islam oleh Ibnu Taimiyyah
3. Pemikiran dan Pembaharuan Islam oleh Ibnu Taimiyyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Selayang Pandang Ibnu Taimiyah
1. Biografi Ibnu Taimiyah :
Nama orisinil dari Ibnu Taimiyah yakni Taqiyuddin Abu lal Abbas Ibnu Abd al-Halim bin al-Imam Majduddin Abil Barakat Abd al Salam bin Muhammad bin Khuddlarbin Ali bin Taimiyah al Harrani al Hambali. Karena terlalu panjang namanya, maka ia lebih sering diundang dengan nama Ibnu Taimiyyah. Beliau lahir pada tanggal 22 Januari 1263 M di kota Harran adalah tempat di bagian tenggara negeri Syam, tepatnya dipulau Amr antara sungai Tigris dan Eupraht.[3]
Ibnu Taimiyyah dibesarkan dari keluarga ulama dan arif Syiria yang setia pada agama puritan dan menganut mahdzab Hanbali. Kakeknya ialah ulama dan pengkaji agama terkemuka di Baghdad, suatu ibukota kekhalifahan Abbasiyah. Ayahnya pun seorang kepala sekolah ilmu hadis ternama di Damaskus, perbatasan dengann Haran yang menjadi basis perpindahan keluarganya sesudah bangsa Mongol menjajah negeri itu. Selain berprofesi selaku guru, ayahnya merupakan seorang syaikh, khotib hakim dikotanya.[4]
Pada tahun 1268 M, Ibnu Taimiyyah dibawa mengungsi oleh keluarganya dan melarikan diri ke Damaskus. Karena pada waktu itu bertepatan saat bangsa Mongolia menyerang secara besar-besaran kota kelahiran Ibnu Taimiyyah, bangsa mongol memusnahkan kekayaan intelektual Muslim serta Metropolitan yang berpusat di Baghdad olehnya seluruh intelektual dibakar dan dibuang kesungai Tigris.[5]
Saat berhijrah, meskipun dengan situasi yang genting pada waktu itu mereka juga tidak ingin meninggalkan perustakaan mereka yang ialah satu-satunya warisan ilmiah. Mereka tak inginmeninggalkanya meski mereka menanggung kepayahan dan kesusahan sebagai resikonya.[6]
Untuk pendidikan, Ibnu Taimiyyah dibesarkan dalam kesederhanaan oleh keluarganya. Anak pria yang sungguh berbakti terhadap kedua orang tuanya, dan taat beragama. Ibnu Taimiyyah berkembang berkembang dikalangan keluarga yang berpendidikan tinggi. Berkat keuletanya dalam menjangkau ilmu, diusia muda beliau bisa menghafal Al-Alquran, menamatkan sejumlah pelajaran mirip tafsir, hadits, fikih, matematika dan filsafat serta berhasil menjadi yang terbaik diantara sahabat-sobat seperguruanya.[7]
B. Latar Belakang Pemikiran Ibnu Taimiyah
Ada dua hal penting yang berkenaan dengan kondisi dunia Islam pada periode hidup Ibnu Taimiyah yang merupaka imbas kasatmata kehancuran Baghdad. Pertama adalah kian faktual diintegrasi dan perselisihan internal umat islam yang dikarenakan tidak adanya satu otoritas dalam hal ini mampu sudur spiritual yang menjadi benteng kekuatan dunia Islam. Kedua ialah datangnya kekuatan ajaib yang tidak mampu dibendung lagi.[8]
Dampak dari kondisi tersebut dibidang sosial yakni makin meruncingnya perpecahan dan fanatisme dikalangan umat Islam. Selain itu banyak juga umat Islam yang memilih bersikap apatis dan menentukan lepas tangan. Akhirnya mereka memilih untuk memfokuskan diri pada batiniah dengan meninggalkan segala hal yang berbau duniawi. Hal inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya stagnasi didunia Islam.[9]
Kondisi inilah yang menjadi citra latar belakang pedoman Ibnu Taimiyah. Beliau timbul dalam suasana sosial politik Islam yang sudah meraih titik kronis. Berikut ialah latar belakang pemikiranya, adalah :
1. Latar Belakang
a. Politik
Ditandai dengan hegemoni Islam di Baghdad yang mulai melemah sehingga banyak proponsi-propinsi yang membangun otonominya sendiri dan terlepas dari kekuasaan sentral Baghdad. Hal inilah yang mempelopri terbentuknya dinasti kecil baik di Timur dan Barat sehingga kekuatan Islam terpecah. Namun begitu, dinasti-dinasti kecil ini ternyata menajdi piar-pilar kekuatan politik Islam.
Dalam situasi politik yang memanas ini Ibnu Taimiyah lahir. Kota yang dipimpin oleh seorang Sultan yang sangat mementingkan ilmu pengetahuan yang bahkan Sultan memberika penghargaan bagi para pelajar yang sudah berkontribuso kasatmata dalam ilmu wawasan. Pada abad Sultan Nasir inilah Ibnu Taimiyah menemukan beberapa peluang akademik yang luas serta kedudukan penting dalam pemerintahan.
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Dalam sosial, di Dinasti Mamalik terbagi menjadi dua kelompok, adalah kalangan Mamalik dan non-Mamalik. Golongan Mamalik ialah mereka yang menguasai pemerintahan. Mereka yaitu golongan elit. Ulama dan pelajar yakni kalangan non Mamalik. Mereka sangat berpengaruh dimasyarakat, penguasa mamalik sangat menghormati mereka namun mereka juga khawatir dengan eksistensi mereka alasannya merekalah yang hendak menjadi terdepan dalam mngkritik kebijakan pemerintah. Kaum penjualdan borjuis ialah kalangan non-mamalik yang memiliki pengaruh di masyarkat. Namun mereka tidak menerima perlakuan mirip yang diterima dari kaum ulama dan pelajar. Strata terbawah dari demografi penduduk Dinasti Mamalik ialah kaum petani dan buruh. Kaum inilah yang menerima kerugian dari kesombongan kaum Mamalik. Mereka tidak mendapatkan peluang sebagaimana golongan lain, mereka pun menjadi target pungutan pajak tinggi dari penguasa.[10]
Kalur perdaganan maritim merah merupakan andil terbesar yang dimiliki Dinasti Mamalik untuk menguatkan perekonomianya. Hubungan dagang dengan Eropa dijalin dengan baik dan semakin dioptimalkan.
Dampak dari strata sosial inilah yang menimbulkan fanatisme golongan yang cukup kronis dalam hal agama. Hal inilah yang menjadi alasan ibnu Taimiyah untuk berupaya melepaskan penduduk dari belenggu fanatisme kelompok.
c. Kondisi pendidikan
Pemerintahan Mamalik juga mendidirikan lemabaga-forum pendidikan yang mana hal ini menjadi argumentasi pesatnya ilmu pengetahuan di dinasti ini. Perbedaan persepsi ihwal keilmuan malah memperruncing kondisi yang telah ada sebelumnya.
C. Pemikiran dan Pembaharuan Islam Oleh Ibnu Taimiyah
Prinsip pemikiran Ibnu Taimiyah yang menolak semua otoritas kecuali al Quran dan Sunnah ini membuat pemikiran -pemikiran Ibnu Taimiyah memiliki kelebihan tersendiri. Disatu segi prisip tersebut menciptakan Ibnu Taimiyyah sungguh ketat bahkan radikal dalam menanggapi penyimpangan dalam dikurusus anutan yang berkembang pada zamanya. Sementara disisi lain prinsip tersebut membuat ide Ibnu Taimiyah tampakketerbukaanya tehadap fatwa lain alasannya patokan yang menjadi tolok ukur cuma prinsip dasar pedoman Islam.[11]
Metode berfikir Ibnu Taimiyah ini lebih lanjut berimplikasi pada ide wacana perlunya kesinambungan kerja intelektual (ijtihad) dikalangan umat Islam. Ditolaknya segala bentuk kejumdan, taqlid dan fanatime tersebut membawa terhadap suatu pedoman perihal pentingnya pendekatan gres dalam kajian keagamaan, yaitu upaya optimalisasi seluruh perangkat pengetahuan guna menemukan rancangan ideal yang merupakan pengejewantaha prinsip-prinsip wahyu dalam bentuk realitas. Munculnya fatwa Ibnu Taimiyah ini sering diidentikan dengan kembali terbukanya pintu ijtihad.[12]
Dalam kerja intelektual, berdasarkan Ibnu Taimiyah yang dibutuhkan yaitu janji bundar anatara akal dan wahyu. Makara dalam hal ini ia menolak adanya bahasa figurasi untuk merasionalkan wahyu. Hal ini terkait dengan kedudukan sunnah sebagai pemberi klarifikasi terbaik bagi kedudukan al Quran. Dalam hal ini akal Ibnu Taimiyah memang menempatkanya pada posisi dibawha teks-teks wahyu selaku sumber asasi pemikiran Islam. Akal tidak lain semata-mata sebagai alat untuk mengetahui kandungan AL Alquran dan Hadits.[13]
Namun demikian bukan memiliki arti Ibn Taimiyah menafikan fungsi logika sama sekali. Dalam hal ini tamoak bahwa beliau ingin menegaskan bahwa posisi bahu-membahu akal dengan beberapa keterbatasan wahyu. Ibnu Taimiyah menghargai kedudukan logika, namun bagaimanapun nalar tetap berada di bawah otoritas wahyu. Kerja logika dapat diterima apabila nalar tersebut beroperasi dibawah bimbingan wahyu.[14]
Pembahruan Islam oleh Ibnu Taimiyah :
1. Pembahruan di bidang Pendidikan :
Dalam sejarah kemajuan pendidikan Islam banyak bergeser dari dasar filosofisnya. Karena semakin beraganm kultur yang mewarnainya, menjinjing pendidikan Islam untuk mengarahkan pendidikan pada suatu paham dan kepentingan tertentu.
Kondisi inilah yang mejadi citra lazim pendidikan pada kala Ibnu Taimiyah. Cirinya antara lain :
· Banyaknya lembaga pendidikan milik pribadi atau lembaga pendidikan umum yang diresmikan oleh perjuangan dan kontribusi individual.
· Diterapkanya contoh snad daam periwayatan hadits , dimana proses berguru sanat bergantung terhadap guru.
· Adanya metode ijazat, diamana para murid memiliki kecenderungan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya ijazat yang wewenang pinjaman mutlak di tangan guru bukan pada institusi pendidikan yang ada.[15]
2. Pembaharuan dibidang aturan
Metode yang digunakan Ibnu Taimiyah adalah metode salaf bersumber pada Al Alquran dan Hadits. Ibnu Taimiyah meletakan hadits sebgai sumber kedua sehabis al quran, kemudian disusul oleh Ijma’ (hal dilatar belakangi oleh ucapan Umat bin Khattab “putuskanlah kasus itu berdasarkan aturan yang ada pada kitab Allah, kalau tidak ada dalam sunah Rasul, dan kalau tidak ada putuskanlah berdasarkan aturan yang telah disepakati oleh umat insan), dan sumber aturan yang terakhir ialah qiyas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibnu Taimiyah merupakan pemikir dan pembaharu Islam, tidak banyak yang kontra dengan ide-ilham yang dia cetuskan, tetapi tidka sedikit pula yang pro dengan apa yang menjadi ilham-ilham dasar yang kesannya menjadi fatwa dan pembaharuan Islam yang dia bawa.
Dalam makalah ini teladan pembaharuan yang dicetuskan Ibnu Taimiyah yaitu dibidang teologi, hukum dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
An-Nadawi Syaikh Abdul Hasan Ali. 1995. Ibnu Taimiyah syaikhul Islam. Jakarta : Pustaka Mantiq.
Iqbal Muhammad Abu. 2015. Pemikiran Pendidikaan Islam (Gagasan-gagasan Besar Para Ilmuwan Muslim). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nasution Harun. 1982. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah dan Gerakan). Jakarta : Bulan Bintang
Suma Amin Muhammad. 2002. Ijtihad Ibnu Taimiyah (dalam Fiqh Islam). Jakarta : Pustaka Firdaus.
Skripsi
Repository.uin-suska.ac.id. oleh J Rahmadewi.2016. diakses tanggal 18 Maret 2019 pukul 21:53
Frengki Swito, Skripsi (Peran Ibnu Taimiyyah Dalam Pemurnian Aqidah Islamiyah), Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Hlm. 4.
Baca Juga: Imam Zarkasyi
[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982) Hlm.1.
[2] Frengki Swito, Skripsi (Peran Ibnu Taimiyyah Dalam Pemurnian Aqidah Islamiyah), Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Hlm. 4.
[3] Repository.uin-suska.ac.id. oleh J Rahmadewi.2016. diakses tanggal 18 Maret 2019 pukul 21:53 hlm. 16
[4] Ibid. Hlm 16.
[5] Ibid. Hlm. 17.
[7] Ibid. Hlm. 19.
[10] Ibid. Hlm. 25.
[15] Ibid. Hlm. 43