close

Acuan Ajuan Bab I Seni Manajemen Pengembangan Kelompok Tani Dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Agribisnis Sayuran Organik Di Kenagarian Aie Angek Kabupaten Tanah Datar

Contoh Proposal Bab I Strategi Pengembangan Kelompok Tani Dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Agribisnis Sayuran Organik Di Kenagarian Aie Angek Kabupaten Tanah Datar
1.1 Latar Belakang
Kelembagaan petani meliputi pengelolaan sumberdaya pertanian pada daerah agribisnis hortikultura yang berada didataran tinggi (Deptan, 2003).Pengembangan kelembagaan ialah salah satu komponen pokok dalam keseluruhan desain Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) tahun 2005-2025. Selama ini pendekatan kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun, kelembagaan petani condong hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Kedepan, biar mampu berperan selaku kalangan tani yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan mesti dirancang selaku upaya untuk kenaikan kemampuan golongan tani itu sendiri sehingga menjadi mandiri dalam mendukung pembangunan daerah agribisnis. Pembentukan dan pengembangan kalangan tani disetiap desa juga mesti memakai prinsip kemandirian lokal yang dicapai lewat prinsip pemberdayaan. Pendekatan yang top-down planning menimbulkan partisipasi golongan tani tidak berkembang (Kedi Suradisastra, 2008; Syahyuti, 2007).
Pemberdayaan petani di pedesaan oleh pemerintah hampir selalu memakai pendekatan golongan. Salah satu kekurangan yang mendasar yaitu kegagalan pengembangan kelompok yang dimaksud, alasannya tidak dilaksanakan melalui proses sosial yang masak. Kelompok yang dibuat terlihat hanya selaku alat kelengkapan proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan kelompok tani secara hakiki (Syahyuti, 2003; Kedi Suradisastra, 2008).
Kelompok tani ialah lembaga yang menyatukan para petani secara horizontal, dan mampu dibuat beberapa unit dalam satu desa. Kelompok tani juga mampu dibentuk berdasarkan komoditas, areal pertanian, dan gender. Pengembangan kalangan tani dilatarbelakangi oleh kenyataan kekurangan petani dalam mengakses banyak sekali kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, kepada forum penjualan, kepada lembaga penyuplaisarana bikinan pertanian serta terhadap sumber informasi (Saptana, Saktyanu, Sri Wahyuni, Ening dan Valeriana Darwis, 2004). Sedangkan menurut di Suradisastra, Kelompok tani ialah forum yang menyatukan para petani secara horizontal dan vertikal.
Berbagai kesalahan dalam pengembangan kelembagaan selama ini ialah hampir tiap acara pembangunan pertanian dan pengembangan masyarakat pedesaan membentuk satu kelembagaan yang baru. Sebagian besar kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan mendistribusikan tunjangan dan memudahkan tugas kendali bagi pelaksana acara, bukan untuk pemberdayaan masyarakat secara konkret. Setiap acara menciptakan satu organisasi yang gres dengan nama yang khas, jarang sekali program dari dinas tertentu memakai kelompok yang sudah ada. Pengembangan kelembagaan hanya dengan pinjaman material yang cukup namun tidak dibina bagaimana mengelolanya dengan administrasi yang baik. Walaupun kelembagaan telah dijadikan alat yang penting dalam melaksanakan sebuah acara, tetapi penggunaan strategi pengembangan kelembagaan banyak mengalami ketidaktepatan dan kekeliruan (Uphoff, 1986; Syahyuti, 2003).
Secara konseptual tiap kelembagaan petani yang dibuat dapat memainkan tugas tunggal ataupun ganda. Khusus untuk acara ekonomi, terdapat banyak forum pedesaan yang diarahkan sebagai forum ekonomi, diantaranya yaitu kalangan tani, koperasi dan golongan perjuangan agribisnis. Secara konseptual masing-masing mampu melakukan tugas yang sama (tumpang tindih). Berdasarkan desain tata cara agribisnis, kegiatan pertanian pedesaan tidak akan keluar dari upaya untuk menyediakan fasilitas bikinan (benih, pupuk dan obat-obatan), permodalan usahatani, pemenuhan tenaga kerja, kegiatan berusaha tani (on farm), pemenuhan info dan teknologi serta pengolahan dan penjualan hasil pertanian (Syahyuti, 2008; F. Kasijadi,A. Suryadi dan Suwono, 2003).
Kawasan menunjuk pada suatu wilayah yang merupakan sentra (pusat), mampu berupa pusat buatan, jual beli maupun pusat konsumsi. Dengan demikian kawasan sentra produksi sayuran yakni suatu daerah sentra aktivitas produksi sayuran dalam suatu unit daerah tertentu yang mempunyai karakteristik yang relatif sama, dan memiliki kelengkapan infrastruktur dan sistem yang menunjang kegiatan buatan sayuran (Saptana,Saktyanu, Sri Wahyuni, Ening dan Valeriana Darwis, 2004).
Sistem Agribisnis yang lengkap merupakan sebuah formasi industri ynag terdiri dari empat subsistem yakni subsistem agribisnis hulu yaitu industri fasilitas buatan (industri benih, pupuk, pestisida dan indutri alsintan), subsistem budidaya (on-farm) yang menghasilkan komoditas pertanian primer, subsistem agribisnis hulu yaitu pengolahan hasil baik menghjasilkan produk antara maupun produk selesai, subsistem pemasaran ialah pendistribusian produk dari sentra bikinan ke sentra konsumsi, subsistem jasa pendukung adalah sumbangan fasilitas dan prasarana serta lingkungan yang mendukung pengembangan agribisnis (Sudaryanto dan Pasandaran, 1993; dan Ditjerhot, 2001).
Dalam pengembangan kawasan agribisnis ada 4 problem yang dihadapi adalah penurunan harga dengan cepat dan sempurna terhadap petani,sedangkan kenaikan harga lambat dan tidak sempurna; info pasar yang monopolistik pada agribisnis hilir; IPTEK dari agribisnis hilir tidak ditransmisikan ke agribisnis hulu (petani); Modal investasi yang relatif banyak di agribisnis hilir tidak disalurkan dengan baik, bahkan condong dipakai untuk mengeksploitasi agribisnis hulu (Simatupang, 1995).
Keberhasilan pengembangan agribisnis sayuran tergantung terhadap keterpaduan antara program dan kesiapan kelembagaannya. Ada tiga bentuk kelembagaan yakni kelembagaan yang hidup dan sudah diterima oleh komunitas lokal atau tradisional, kelembagaan pasar, kelembagaan sistem politik atau sistem pengambilan keputusan ditingkat publik (Etzioni, 1991;Uphoff, 1992).
Kabupaten Tanah Datar tepatnya di Kecamatan X Koto Kenagarian Aie Angek ialah kawasan yang terletak pada dataran tinggi. Sehingga sangat cocok untuk pengembangan usaha pertanian. Pengembangan pertanian bertujuan untuk kemakmuran petani dan keluarganya dalam berupaya tani dengan melaksanakan agribisnis pertanian sayuran organik yang tangguh dan profesional serta berwawasan lingkungan (Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, 2007).
Kabupaten Tanah Datar ialah daerah yang memiliki peluangberbentuklahan kering, sawah dan perikanan. Khusus di Kenagarian AieAngek, kawasan ini sangat cocok ditanami sayur-sayuran alasannya memiliki kelebihan komparatif, dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar telah memutuskan menjadi sebuah Kawasan Pusat Pengembangan Agribisnis Sayuran Organik (KASO), dalam pelaksanaannya pembinaan dikerjakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar dan Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Barat. 
1.2 Rumusan Masalah
Selama ini pendekatan kelembagaan juga telah menjadi unsur pokok dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun, kelembagaan petani condong hanya ditempatkan selaku alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum selaku upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Pendekatan yang top-down planning menimbulkan partisipasi kelompok tani tidak berkembang (Kedi Suradisastra, 2008; Syahyuti, 2007; Bank Dunia, 2005)
Pemberdayaan petani di pedesaan oleh pemerintah hampir selalu memakai pendekatan kelompok. Salah satu kekurangan yang fundamental yaitu kegagalan pengembangan golongan yang dimaksud, sebab tidak dilakukan melalui proses sosial yang masak. Kelompok yang dibentuk terlihat cuma sebagai alat kelengkapan proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan golongan tani secara hakiki (Syahyuti, 2003; Kedi Suradisastra, 2008).
Pada tahun 2002 bahwa untuk kelangsungan pelaksanaa acara Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Organik (KASO), Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar menetapkan kelompok tanim “ Pambalahan” sebagai pelaksana aktivitas tersebut.
Komoditas yang diusahakan ialah kubis, brokoli, kol bunga, wortel, selada, sawi, cabai, bawang daun, lobak. Produk sayuran dengan metode organik ini mempunyai kelebihan-keunggulan yaitu diantaranya ramah lingkungan dan memiliki kadar kualitas kesehatan yang lebih baik dari sayuran bikinan non organik dan harga jual sayuran organik lebih tinggi ketimbang sayuran non organik (Pracaya, 2003).
Menurut Perhepi (1989), menyatakan salah satu kendala dalam pengembangan agribisnis di Indonesia yaitu tata cara kelembagaan, utamanya di pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi ini mengakibatkan kurang mendukung acara agribisnis. 
Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan observasi ini. Dari perumusan dilema diatas, timbul pertanyaan observasi selaku berikut :
1. Apa saja masalah acara kelompok tani pambalahan dalam mendukung pembangunan tempat agribisnis sayuran organik di Aie Angek Kecamatan X Koto.
2. Bagaimana dampak Institut Pertanian Organik (IPO) terhadap kalangan tani pambalahan dalam mendukung pembangunan kawasan agribisnis sayuran organik..
3. Bagaimana strategi pengembangan kalangan tani pambalahan dalam mendukung pembangunan kawasan agribisnis sayuran organik di Aie Angek Kecamatan X Koto.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan problem diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui permasalahan aktivitas kelompok tani pambalahan dalam mendukung pembangunan daerah agribisnis sayuran organik di Aie Angek Kecamatan X Koto.
2. Menganalisis pengaruh IPO kepada golongan tani pambalahan dalam mendukung pembangunan tempat agribisnis sayuran organik di Aie Angek Kecamatan X Koto. 
3. Menganalisis taktik pengembangan kelompok tani pambalahan dalam mendukung pembangunan kawasan agribisnis sayuran organik di Aie Angek Kecamatan X Koto.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya observasi ini, maka diharapkan kesudahannya dapat berguna dan bermanfaat untuk :
1. Bagi petani, yaitu sebagai masukan dan info sehingga mampu menolong dalam menghadapi persoalan sehubungan dengan pengembangan kelompok tani dalam mendukung pembangunan kawasan agribisnis.
2. Bagi pemerintah, adalah sebagai masukan, citra dan pertimbangan mengenai pengembangan kelompok tani dan problem yang dihadapi golongan tani, sehingga membantu dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan pertanian yang lebih berpihak pada petani.
3. Bagi penulis sendiri adalah mampu mengembangkan pengertian perihal pengembangan kelompok tani dalam mendukung pembangunan tempat agribisnis dan bagi mahasiswa lain dapat dijadikan acuan dalam melakukan observasi ihwal masalah ini.