Apakah Doa Bisa Mengubah Ketentuan Allah

Tanya:
Jawab:
Membenarkan dan mengakui adanya Qadha dan Qadar merupakan salah satu rukun keyakinan, dan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah, pasti terjadi. Dan kita akan dihisab oleh Alah atas pilihan kita, melaksanakan amal yang shalih atau amal yang jelek, bukan dihisab atas ketentuan-Nya pada kita sejak azali.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
Artinya: “Jika dua orang muslim berjumpa untuk saling bunuh dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama di neraka.” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, bila yang membunuh wajar, lalu mengapa yang terbunuh juga masuk neraka?” Rasul menjawab, “Dia bantu-membantu juga berhasrat membunuh temannya.” (HR. Muslim)
Apakah yang telah ditetapkan oleh Allah atas kita bisa berubah dengan perantaraan doa Apakah Doa Bisa Mengubah Ketentuan Allah
Anda lihat, balasan bagi dua orang ini sama, sebab yang mereka berdua pilih sama. Namun, sudah tetap dalam ilmu Allah bahwa yang satu lebih dulu membunuh temannya. Kaprikornus, hisab (perhitungan Allah) itu atas pilihan kita, baik yang kita pilih itu sungguh-sungguh terwujud atau tidak.
Dari segi ini, Allah mengharuskan (men-taklif) kita untuk berzakat sesuai Al-Kitab dan As-Sunnah. Seandainya kita tak bisa berikhtiar (menentukan melaksanakan sesuatu atau tidak), tentu Allah tak akan memerintahkan dan melarang kita.
Adapun wacana efek doa kepada sesuatu yang sudah ada pada ilmu Allah, maka contoh yang mudah yaitu makanan, munuman, dan obat. Kita tentu tahu bahwa umur kita telah ditentukan, namun kita tetap makan, minum dan berobat, sebab itu semua adalah alasannya adalah untuk hidup, walaupun kita berkeyakinan bahwa itu tak besar lengan berkuasa terhadap ketetapan Allah. Maka, sebagaimana kita berobat sebagai amal untuk meraih alasannya yang Allah perintahkan kepada kita, demikian pula kita berdoa selaku amal yang Allah perintahkan terhadap kita.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
Artinya: “Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu ihwal-Ku, maka sangat Aku erat. Aku menjawab doa orang yang berdoa, jika mereka berdoa terhadap-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186)
Allah ta’ala juga berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya: “Dan Tuhan kalian berkata, berdoalah kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan doa kalian.” (QS. Ghafir [40]: 60)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عباد الله تداووا
Artinya: “Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan kita sadari, bahwa obat itu tak akan berpengaruh apa-apa kecuali atas kehendak (masyiah) Allah dan terpenuhi seluruh syaratnya, demikian pula doa juga tak besar lengan berkuasa kecuali jika tercukupi seluruh syaratnya, dan itu semua atas hasratAllah.
Orang yang beriman melantunkan doa selaku pelaksanaan perintah Allah, dan berobat juga sebagai pelaksanaan perintah Allah, dan ia mendapatkan pahala atas amalnya tersebut. Adapun hasil, sepenuhnya diserahkan pada Allah ta’ala. Dan setiap mukmin yang cerdik dan telah mengamalkan hal ini, ia mencicipi imbas dari doa yang beliau lantunkan, sebagaimana beliau mencicipi dampak dari obat yang ia minum. Bahkan orang-orang yang beriman lagi benar keimanannya, menjangkau sesuatu dengan doa, yang tak mampu diraih dengan dukungan yang sifatnya materi. Dan itu keistimewaan dari Allah, yang Dia berikan kepada siapa pun yang Dia harapkan.
Fatwa Syaikh Nuh ‘Ali Salman (Fatawa Al-‘Aqidah / Fatwa No. 29)
Teks asli:
هل الدعاء يغير القضاء والقدر

السؤال :

هل يتغيّر ما كُتب لنا بواسطة الدعاء؟

الجواب :

التصديق بالقضاء والقدر ركن من أركان الإيمان وما قضاه الله وكتبه كائنٌ لا محالة، ونحن يحاسبنا الله على ما اخترناه من عمل صالح أو سيِّئ، وليس على ما كتبه في الأزل، قال صلى الله عليه وسلم: (إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ) رواه مسلم.

فأنت ترى أن جزاء الاثنين واحد؛ لأن اختيارهما واحد، لكن الذي سبق في علم الله أنه يقتل صاحبه قبله، فالحساب إذاً على الاختيار سواءٌ وقع ما اخترناه أم لا.

وإلى جانب ذلك كلّفنا الله بالعمل بما في الكتاب والسنة، ولولا قدرتنا على الاختيار ما أمرنا ولا نهانا.

أما كيف يكون تأثير الدعاء مع ما سبق في علم الله، فأقرب مثل عليه الطعام والشراب والدواء، فنحن نعلم أن العمر محدود لكن نأكل ونشرب ونتداوى؛ لأن ذلك سبب للحياة؛ وإن كنا نعتقد أن ذلك لا يؤثر فيما كتبه الله، فكما نتداوى عملاً بالأسباب التي أمرنا الله بها ندعو أيضاً عملاً بما أمرنا الله به، فقد قال الله تعالى: (وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ) البقرة/ 186، وقال الله تعالى: (وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ)غافر/60، وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (عباد الله تداووا) رواه الترمذي.

ولا ننسى أن الدواء لا يؤثّر إلا بمشيئة الله وإذا اجتمعت شروطه، وكذلك الدعاء لا يؤثر إلا إذا اجتمعت شروطه وكلّ ذلك بمشيئة الله.

فالمؤمن يدعو امتثالاً لأمر الله ويتداوى امتثالاً لأمر الله وله على ذلك الثواب، وأما النتائج فأمرها إلى الله وكل عاقل مؤمن صاحب تجربة يلمس أثر الدعاء كما يلمس أثر الدواء، بل أن المؤمنين الصادقين يتوصّلون بالدعاء إلى ما تعجز عنه الوسائل المادِّية وذلك فضل الله يؤتيه من يشاء.
فتاوى الشيخ نوح علي سلمان” (فتاوى العقيدة / فتوى رقم/29)