Khalifah Bubuk Bakar Ahs-Shiddiq

Khalifah Abu Bakar Ahs-Shiddiq, http://nahdlatululama.id
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menuntaskan pengerjaan makalah dengan judul “Perkembangan Islam Masa Khalifah Abu Bakar”.
Makalah ini sudah kami susun semaksimal mungkin serta telah menerima pemberian dari aneka macam pihak yang berguna untuk kelancaran pembuatan makalah. Untuk itu, kami sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang sudah berkontribusi baik secara pribadi ataupun tidak pribadi dalam pengerjaan makalah kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kelemahan baik dari segi susunan kalimat maupun isi serta kelengkapannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami mendapatkan segala bentuk kritik serta saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini berfaedah bagi pembaca sekalian, Amiin.
Yogyakarta, April 2019  
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Abu Bakar menjadi khalifah 2
2.2 Kebijakan Abu Bakar selaku khalifah 2
2.3 Perkembangan Islam era Abu Bakar 6
BAB III PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan 7
DAFTAR PUSTAKA 8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Abu Bakar Ash-Shiddiq ialah sobat Nabi yang menjadi salah satu orang yang menerima gelar Asabiqunal Awwalun yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga mendapat gelar Ash-Shiddiq karena dia lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah.
Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, umat islam menerima pemimpin baru yang mengatur segala masalah kehidupan. Di kala pemerintahan ia terdapat beberapa kejadian penting seperti hadirnya nabi imitasi, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan sebagainya. 
Gejolak dan pembangkangan yang ada mampu dikerjakan ia dengan baik. Bahkan kekuasaan Islam tetap berkembang pada kurun pemerintahan beliau meskipun banyak kendala dan rintangan mencakup periode kekhalifahan dia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan rumusan duduk perkara sebagai berikut:
1. Bagaimana permulaan Abu Bakar menjadi khalifah? 
2. Apa kebijakan yang dilaksanakan Abu Bakar sebagai khalifah?
3. Bagaimana selesai pemerintahan Abu Bakar?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan pengerjaan makalah ini yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui prosesi pengangkatan Abu Bakar selaku khalifah.
2. Mengetahui kebijakan yang dilakukan Abu Bakar ketika menjabat selaku khalifah.
3. Mengetahui selesai pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. 
BAB II
PEMBAHASAN 

2.1 AWAL ABU BAKAR MENJADI KHALIFAH
Nama Abu Bakar yakni Abdullah bin Utsman, kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Sirin yang menyebutkan dia bernama Atiq.  Banyak perdebatan bagaimana Abu Bakar menerima gelarnya dan apa sebabnya, ada yang menyatakan bahwa dia diberi gelar sebab ketampanannya, alasannya kebersihan nasab keturunannya dimana diantara nenek moyangnyna tidak ada yang melakukan perbuatan tercela, dan lainnya mengatakan bahwa Abu Bakar menerimanya alasannya adalah dia merengkuh kebenaran pertama kali. 
Abu Bakar dilahirkan 2 tahun 2 bulan setelah kelahiran Rasulullah, atau mirip yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar, Abu Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan sesudah tahun Gajah.  Ayahnya bernama berjulukan Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Quraisyi At-Tamimi.  
Selepas meninggalnya Rasulullah terjadi kekosongan kepemimpinan di kelompok kaum muslimin. Berkenaan dengan pengganti dia selaku kepala pemerintahan di Madinah, Rasulullah tidak meninggalkan wasiat maupun pesan terhadap kaum muslimin. Perselisihan lain terjadi di Saqifah, ialah balai pertemuan Bani Sa’idah. Disana kaum Anshar hendak mengangkat Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti Rasulullah. Maka pergilah Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah ke balai pertemuan tersebut.
Terjadilah perdebatan yang sengit disana, masing-masing golongan mengajukan kandidat khalifah dan mengklaim bahwa calon mereka yang paling berhak atas kekhalifahan. Calon-calon tersebut yakni: Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Sa’ad bin Ubadah.  Terjadi perdebatan yang alot, lalu Abu Bakar menwarkan dua tokoh Quraisy untuk diseleksi sebagai khalfah yaitu: Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengajukan calon tersebut demi menjaga keutuhan ummah dan menyingkir dari permusuhan usang antara suku Aus dan Khazraj.
Kaum Anshar terkesan dengan usulan Abu Bakar. Umar yang tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya serta menyatakan kesediannya sebagai khalifah. Hal tersebut dibarengi oleh Abu Ubaidah, lalu seluruh kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikuti pertemuan di Saqifah Bani Saidah.  
Terdapat dua faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar, pertama, menurut pertimbangan umum yang ada pada saat itu, khalifah haruslah berasal dari kaum Quraisy. Kedua, teman sependapat dengan keistimewaan yang dimiliki oleh Abu Bakar; beliau satu-satunya sahabat yang mengawalhijrah Nabi, dia sering ditunjuk Nabi untuk mengimami shalat dikala beliau uzur, dia keturunan bangsawa, cerdas dan berakhlak mulia. 
Sebagai khalifah, Abu Bakar mengalami dua kali baiat, pertama saat berada di Saqifah Bani Sa’idah, yang diketahui dengan Baiat Khassah. Kedua, di Masjid Nabawi yang dikenal dengan Baiat Jamaah.  Ketika di baiat di Masjid Nabawi, Umar mendahuluinya untuk berpidato, mengucap syukur kepada Allah dan menyeru kaum muslimin untuk menyatakan baiat kepada Abu Bakar.  Abu Bakar lalu menjadi khalifah pengganti Rasulullah yang dipilih secara demokratis oleh kaum muslimin. 

2.2 KEBIJAKAN ABU BAKAR SEBAGAI KHALIFAH
Dalam era pemerintahannya, Abu Bakar menempuh aneka macam kebijakan-kebijakan dalam rangka mempertahankan keutuhan kaum muslimin, karena pasca wafatnya Rasulullah nyaris seluruh kawasan kekuasaan kaum muslimin mengalami pergolakan. Diantara kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan Abu Bakar selaku khalifah adalah sebagai berikut:
2.2.1 Kodifikasi Al-Qur’an dalam satu mushaf
Di tahun ke dua belas Hijriah terdapat tujuh puluh penghafal Al-Qur’an dari teman yang gugur sebagai syuhada pada Perang Yamamah.  Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan dalam Perang Riddah jumlah penghafal al-Qur’an yang terbunuh mendekati angka 700 jiwa. 
Hal ini kemudian menciptakan Umar mendesak Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Hal tersebut dilakukan sebab Umar cemas Al-Quran akan hilang, utamanya bila terjadi peperangan lain seperti perang-perang sebelumnya yang menewaskan para penghafal Al-Qur’an. Selain itu, dalam persepsi Umar, kalau Al-Qur’an ditulis dan dihimpun, dia akan terjaga dan tidak terpengaruh secara langsung oleh hidup atau matinya para penghafal. 
Awalnya Abu Bakar menolak ajuan ini karena hal tersebut tidak pernah dicontohkan Rasulullah dikala masih hidup. Setelah mendiskusikannya, Abu Bakar baiklah untuk membukukan Al-Qur’an dengan Zaid bin Tsabit yang sebagai orang yang bertanggung jawab atas tugas ini. Pemilihan Zaid sendiri dikarenakan ia seorang yang kedudukannya yang baik dalam problem qiraat, kesanggupan dalam persoalan penulisan, pemahaman dan kecerdasannya. 
Abu Bakar menginstruksikan Zaid agar tidak menerima ayat Al-Qur’an sampai disaksikan oleh dua orang. Zaid bin Tsabit membuatkan ketentuan tersebut menjadi tiga, yakni: Pertama, ayat/surat tersebut harus dihafal paling sedikit dua orang. Kedua, mesti ada dalam bentuk tertulisnya (di batu, tulang, kulit dan bentuk lainnya). Ketiga, untuk yang tertulis, paling tidak mesti ada dua orang saksi yang menyaksikan ketika dituliskannya. 
Mushaf yang sudah dikumpulkan oleh Abu Bakar disimpannya sampai wafat, lalu disimpan Umar. Ketika Umar meninggal, mushaf disimpan oleh Hafsah putri Umar yang menerima wasiat untuk wakaf peninggalan ayahnya. Mushaf tersebut kemudian diambil Usman bin Affan dimasa jabatannya sebagai khalifah untuk ditulis ulang dan disebarkan di beberapa daerah kekuasaan Islam.
 2.2.2 Memberantas Kaum Murtad
Selepas akhir hayat Rasulullah beberapa suku melaksanakan tindakan yang menyeleweng dari agama Islam, salah satunya adalah enggan mengeluarkan uang zakat yang menjadi keharusan kaum muslimin. Sebelum Abu Bakar mengantarkan pasukan untuk menumpas mereka, lebih dulu Abu Bakar mengirimi surat terhadap kalangan ataupun orang-orang yang menyeleweng tersebut. 
Dalam surat itu dijelaskan bahwa ada kesamaran-kesamaran yang timbul dalam asumsi mereka, serta diserukan terhadap mereka supaya kembali kepada pedoman Islam. Diperingatkan pula, apa akibat yang mau terjadi bila mereka masih tetap dalam kesesatan itu. 
Kaum yang tidak berkenan membayar zakat yaitu Bani Abs, Bani Murrah, Bani Dzubyan, dan Bani Kinanah.  Mereka menganggap bahwa pemungutan zakat yang dijalankan oleh Nabi saja yang dapat membersihkan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan pembayar zakat. Hal ini terjadi alasannya adalah salah menafsiran salah satu ayat yang berkenaan zakat (Surat Al-Taubah ayat 103). 
Tepat pada bulan Jumadil Akhir 11 H Abu Bakar mengerahkan seluruh masyarakatMadinah dan para perbatasan untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad sekitar Madinah. Peperangan ini dikenal dengan nama Perang Riddah. Perang Riddah diprioritaskan terhadap orang-orang yang enggan mengeluarkan uang zakat.  
Akhirnya, hasil dari pertempuran itu kaum Muslimin kembali mengeluarkan uang zakat setelah kemenangan yang didapatkann di Dzil Qishshah. Pada malam harinya dari setiap kabilah mulai berdatangan ke Madinah. Yang pertama kali yang membayar zakat yaitu Safwan dan Zabriqan, pemimpin-pemimpin Banu Tamim, Adi Bin Hatim Al-Ta’i dari kabilah Tayyi’, maka kota Madinah pun di penuhi harta zakat.
2.2.3 Memberantas Nabi Palsu
Tidak berapa lama sesudah  Rasulullah wafat, munculanlah orang-orang yang mengikrarkan dirinya secara jelas-terangan sebagai Nabi. Beberapa diantara mereka telah mendeklarasikan diri sebagai nabi semenjak Rasulullah masih hidup dan sebagiannya muncul sesudah mendengar ia telah waat. Sebagian nabi imitasi tersebut yakni tokoh-tokoh dari beberapa suku yang belum mampu mendapatkan Islam (non Muslim), akan tetapi berusaha menjiplak atau menyaingi keberhasilan kaum muslimin. 
Pertama, Musailamah al- Kadzdzab. Ia memiliki pasukan sebesar 40.000 orang. Musailamah merupakan tokoh cendekiawan yang terpandang didalam lingkungan Bani Hanifah yang mendiami kawasan Yamamah.  Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah Panglima Ikrimah bin Amru bin Hisyam, yang disusuli oleh pasukan cadangan dibawah pimpinan Panglima Syarhabil bin Hasanah. 
Selanjutnya bala santunan lain menyusul yang berisikan atas kaum Muhajirin dan Anshar yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Musailamah yang mengenali hal tersebut kemudian menuju Wadial Aqraba, sebuah tempat perlintasan bagi musafir Basrah bareng seluruh pasukannya. Majat bin Mirarat, tokoh yang dihormati di kelompok Bani Hanifah menciptakan regu patroli dan memeriksa gerak-gerik kaum muslimin atas dasar belas dendam kepada sekutu mereka, Bani Amir. Regu tersebut sukses disergap oleh pasukan Khalid dan selain Majat dihukum mati alasannya adalah tak inginberbaiat kepada Abu Bakar selaku khalifah.
Pertempuran besar pecah keesokan harinya. Musailamah yang hasilnya terdesak melrikan diri ke Al-Hadikat, ialah wilayah miliknya yang dilingkari tembok yang tinggi. Khalid kemudian mengepung tempat itu, Al-Barrak salah satu pasukannya meminta untuk dilemparkan ke dalam dan membuka gerbang. Pasukan muslim menyerbu, Khalid yang khawatir akan jatuhnya korban besar di kedua belah pihak berseru dan menantang Musailamah melakukan perang tanding. 
Musailamah sendiri bekerjsama telah tewas ditangan Wahsyi yang segera menyerukan takbir. Pertempuran selsai dengan jumlah korban dan harta rampasan yang besar. Dengan kekalahannya, suku Hanifah secepatnya berbalik dan mengangkat baiat terhadap Abu Bakar.
Kedua, Sajjah Tamimiyah. Sajjah ialah seorang perempuan yang berasal dari suku besar Tamim. Dia mengaku selaku nabi sehabis mendengar Rasulullah meninggal dunia.  Sajjah ialah salah satu pemuka suku Tighlab, kemudian beliau melakukan sekutu dengan Malik bin Nuwaira yang lalu mengumpulkan pasukan yang cukup besar. 
Kemudian ia menggabungkan diri dengan Musailamah, beberapa kitab mengatakan bahwa Musailamah dan Sajjah melakukan pernikahan.  Kemudian dibuat persyaratan dimana hasil daerah Yamamah dibagi menjadi dua tiap tahunnya, sebagai imbalannya kedua pasukan harus bergabung untuk menghadapi pasukan dari Madinah.
Ketiga, Al-Aswad al-Ansi. Nama aslinya adalahAbhalah bin Ka’ab bin Ghautsal-Ansi, dari negeri yang diketahui dengan nama Kahf Khubban.  Ia mengaku dirinya seorang nabi ketira Rasulullah hendak wafat dan seluruh suku Mazhaj mempercayainya. Aswad menyerang Najran dan berhasil mendudukinya beserta kawasan sekitarnya. 
Aswad sendiri kesudahannya dibunuh panglimanya, Kais Ibnu Abdi Yaguts. Kemudian dia menekan dan menindas beberapa kaum di tempat Yaman. Emir Firuz, salah satu pejabat San’a yang dikuasi oleh Kais meminta bantuan di Madinah alasannya adalah hendak dibunuh. Pasukan Ikrimah yang datang dari daerah Mahra dan pasukan Ibnu Ummayah dari Madinah mengepung San’a dan menyerbu masuk ke dalam kota. 
Kais sendiri kemudian ditangkap dan diantarke Madinah untuk dihadapkan dengan Abu Bakar. Wilayah tersebut kemudian kembali berbaiat kepada Abu Bakar. 
Keempat, Thualihah al-Asadi. Dalam satu sejarah disebutkan bahwa ia ialah seorang ahli fikir dari suku besar Asad dan kekuatannya diakui dan diterima oleh suku besar Thai Ghathfan.  Pasukan Khalid bin Walid berangkat ke daerah suku Thai Ghathfan, Murra dan Fezara yang menggabungkan diri dengan Thualihah, kemudian terjadilah pertarungan yang sengit. 
Pasukan Thualihah dihancurkan dan Thualihah sendiri melarikan diri ke Syria. Ia lalu memeluk Islam kembali dan sempat umrah ke Mekkah saat Abu Bakar masih menjabat. Abu Bakar hanya membiarkannya dan berkata, “Ia sekarang seorang muslim, apa yang harus dilaksanakan?” 
2.2.4 Ekspedisi Ke Luar Madinah
a. Wilayah Persia
Khalid bin Walid menerima perintah untuk menaklukan wilayah Persia oleh Abu Bakar sekitar permulaan tahun 12 H. Abu Bakar juga mengantarkan pasukan yang dipimpin oleh Iyadh bin Ghanim yang mengepung daerah Persia Utara.  Namun di daerah Khawazdim pasuka Khalid dihadang oleh Hurmuz, salah satu pasukan Persia yang lalu sukses dikalahkan oleh Khalid. 
Berita kekalahan tersebut didengar oleh pasukan Persia yang berada di Azdasyir, yang kemudian berniat membalas dendam. Mereka bertemu di lembah Tsaniy, di sebuah lembah dekat sungai di Basrah. Khalid berhasil menumpas pasukan tersebut dan mengantarkan seperlima ghanimah ke khalifah sesudah membagikan empat perlimanya kepada pasukan.
Di bulan Shafar 12 H, Raja Persia kesudahannya mendengar kekalahan pasukannya dan mengumpulkan pasukan menuju Waljah. Salah satu kabilah Arab, bergabung dengan pasukan Persia, ialah Bani Bakkar. Khalid sukses mengalahkan mereka, namun kekalahan Bani Bakkar menyulut kemarahan kaum Kristen Arab dan mereka memutuskan untuk membantu kerajaan Persia menyerang Islam. 
Kaum Katolik Arab meminta pertolongan kepada kerajaan Persia. Di Ullais kedua kalangan bertemua dan memadukan kekuatan untuk menumpas kaum muslimin. Khalid sukses mengalahkan pasukan gabungan tersebut. 
Berturut-turut pasukan Khalid sukses menaklukan beberapa wilayah, yaitu: menaklukan Hirah dan membuat penduduk disana mengeluarkan uang Jizyah kepada khalifah, menaklukan Anbar adalah suatu kota di tepi sungai Eufrat di utara Kuffah, menaklukan Tamr dan berhasil mengislamkan 40 pemuka agama Kristen yang memahami injil, menaklukan Daumatul Jandal, dan terakhir di Furadh. Kemudian Abu Bakar mengawali untuk menaklukan kekaisaran Romawi. 
b. Wilayah Syam
Abu Bakar mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid, pasukan yang dulunya hendak diantarRasulullah tetapi ditangguhkan karena wafatnya beliau. Pasukan ini lalu bergabung dengan pasukan lain untuk menjadi pasukan adonan yang lebih besar guna mempersiapkan diri untuk menghadapi pasukan Romawi. 
Di bulan Shafar tahun 13 H, pasukan Romawi menghimpun diri di Damaskus. Seluruh pasukan Islam berkumpul di Yarmuk untuk mengahadapi pasukan Romawi. Pasukan Romawi berjumlah 240.000, sedangkan pasukan adonan Islam berjumlah 39.000 orang.  Kedua kubu bertandingdengan sengit, pasukan muslim sukses memukul mundur pasukan Romawi. Korban banyak berjatuhan dan sebagian besar karam di sungai Yarmuk dan Waqushah.
Perang Yarmuk belum berakhir sampai khalifah Abu Bakar wafat dan digantikan oleh Umar, yang lalu memecat Khalid sebagai panglima perang dan digantikan oleh Abu Ubaidah. Pasukan muslim berhasil memenangkan pertarungan tersebut. 
2.3 AKHIR PEMERINTAHAN KHALIFAH ABU BAKAR
Islam di masa Abu Bakar berkembangan dengan baik dan fokus pada perluasan kawasan dan penumpasan pemberontakan oleh suku-suku yang murtad dari Islam. Selain semakin berkembangnya Islam, Madinah selaku sentra pemerintahan menjadi kota yang lebih baik. Stabilitas negara bisa dikendalikan dengan pasukan militer yang besar lengan berkuasa dan loyal. 
Abu Bakar juga membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara atau forum keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah sobat nabi yang digelari Amin Al-‘Ummah. Fungsi Bait al-Mal ini yaitu untuk mengurus pendapatan dan pengeluaran negara secara bertanggung jawab guna terpeliharanya kepentingan biasa . Bait al-Mal yaitu amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu, beliau tidak mengizinkan pemasukan atau pengeluarannya bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan oleh syari’at.  Selain mendirikan Baitul Mal ia juga mendirikan forum peradilan yang ketuanya diserahkan terhadap Umar bin Khattab. 
Abu Bakar memerintah pada 632-634 (11-13 H). Selama dua tahun tersebut dia  menegakkah pemerintahan Madinah yang terancam keruntuhan. Beliau tidak hanya sukses mempersatukan kembali suku-suku yang terpecah-pecah, namun juga sukses mengislamkan suku-suku yang sebelumnya memusuhi Islam. Di hari ketujuh bulan Jumadil Akhir tahun 13 H Abu Bakar menderita sakit panas selama 15 hari. Delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir, ia meninggal dunia. 
Abu Bakar dimandikan istrinya, Asma’ binti Umais dan anaknya, Abudrrahman. Ia dishalati, dipimpin oleh Umar bin Khattab dan dikafani pada dua bajunya, sesuai wasiatnya. Abu Bakar meninggalkan di usia 63 tahun dan dimakamkan di akrab Rasulullah. 
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Abu Bakar merupakan salah seorang sobat Nabi Muhammad saw yang paling akrab. Selepas maut Rasulullah, kaum muslimin membaiat Abu Bakar selaku penggantinya. Sebagai Khalifah Abu Bakar mempunyai fungsi ganda, adalah sebagai pemimpin agama (khalifah, bukan Rasul) sekaligus merangkap kepala negara. 
Abu Bakar menjabat selaku khalifah selama dua tahun. Dalam kurun pemerintahan tersebut, ia melanjutkan misi ekspedisi Usama bin Zaid yang sudah dipersiapkan Rasulullah pada kurun hidupnya, mengambalikan kaum muslimin dalam ajaran Islam yang benar dan memerangi kaum murtad, menghimpun Alqur’an dalam satu mushaf, dan mengantarpasukan ke Irak dan Syam untuk menyebarkan pedoman Islam. 
Ketika beliau menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar juga berhasil menaklukan kekaisaran Romawi dan Persia sehingga Islam bisa menjadi suatu negara besar yang diakui oleh pemerintahan-pemerintahan di sekitarnya.
Pemerintahan Abu Bakar rampung saat ia wafat, digantikan oleh Umar bin Khattab. Abu Bakar wafat di usia 63 tahun di bulan Jumadil Akhir. Kemudian Abu Bakar dimakamkan di segi Rasulullah didalam kamar Aisyah. 
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quraibi, Ibrahim (Faris Khairul, penj). 2009. Tarikh Khulafa’.  Qisthi Press: Jakarta 
Dahlan, Muh. 2017.  Kontribusi Abu Bakar kepada pertumbuhan Islam. Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 4
Imam As-Suyuthi (Samson Rahman, penj). 2003. Tarikh Khulafa’. Pustaka al-Kautsar: Jakarta 
Nasrudin. Mei 2015. Sejarah Penulisan Al-Qur’an: Kajian Antropologi Budaya, Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 2
Rahmatullah, Muhammad. 2014. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq. Jurnal Khatulistiwa IAIN Pontianak Vol. 4
Sou’yb, Yusuf. 1979. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang: –
Suhud , Moh. Abu. Juli-Desember 2008. Problematika Dakwah Internal Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Upaya Mengatasinya, Jurnal MD Vol. 1 No. 1