Cara Hitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi

SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak adalah orang langsung atau tubuh, mencakup pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan keharusan perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-seruan perpajakan.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi patokan subyektif dan obyektif wajib mendaftarkan diri pada kantor Ditjen Pajak yang kawasan kerjanya mencakup tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Subyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Subyek Pajak (UU No.36 thn 2008 ttg PPh Psl 2 ayat 1) yaitu :
1. a. orang eksklusif; b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan mengambil alih yang berhak.
2. Badan
3. Bentuk Usaha Tetap

Subyek Pajak Dalam Negeri
Yang dimaksud dengan Subyek Pajak Dalam Negeri (Ps 2 ayat 3 jo PER-43/PJ/2011) yaitu :
1. Orang pribadi yang berdomisili di Indonesia atau Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam rentang waktu 12 bulan dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang diresmikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi (selaku satu kesatuan), mengambil alih yang berhak.
Subyek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subyek Pajak Luar Negeri (Pasal 2 ayat 4) yaitu :
1. Orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam rentang waktu 12 bulan serta badan yang tidak diresmikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang melakukan usaha atau melakukan aktivitas melalui bentuk perjuangan tetap di Indonesia.
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta tubuh yang tidak diresmikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang mampu menerima atau menemukan penghasilan dari Indonesia bukan dari melaksanakan usaha atau melaksanakan acara lewat bentuk perjuangan tetap di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap
Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah :
1. Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang langsung yang tidak berdomisili di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau
2. Badan yang tidak diresmikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk melakukan usaha atau melaksanakan acara di Indonesia.
Bukan Subyek Pajak Penghasilan
Yang tidak tergolong Subyek Pajak (Pasal 3) adalah :
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara abnormal dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang melakukan pekerjaan pada dan berdomisili tolong-menolong mereka, dengan syarat
  • Bukan warga negara Indonesia,
  • Mereka tidak menerima atau menemukan penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut di Indonesia, dan
  • Negara yang bersangkutan memperlihatkan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi-organisasi international yang ditetapkan dengan Kepmen Keuangan, dengan syarat :
  • Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan
  • tidak melakukan perjuangan atau aktivitas lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memperlihatkan dukungan terhadap pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
  • Bukan warga negara Indonesia,
  • tidak melaksanakan perjuangan atau aktivitas atau pekerjaan lain untuk mendapatkan peng- hasilan dari Indonesia.

OBJEK PAJAK PENGHASILAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan, ialah setiap pemanis kesanggupan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang mampu digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, yang tergolong didalam pemahaman Objek Pajak Penghasilan:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, duit pensiun, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau aktivitas, dan penghargaan;
c. Laba usaha.
d. Keuntungan alasannya pemasaran atau alasannya adalah pengalihan harta termasuk :
  1. Keuntungan alasannya adalah pengalihan harta kepada perseroan, komplotan, dan badan yang lain selaku pengganti saham atau penyertaan modal.
  2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan tubuh yang lain karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
  3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan perjuangan;
  4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, perlindungan atau dukungan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau tubuh sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada relevansinya dengan perjuangan, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan ; dan
  5. Keuntungan alasannya adalah penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang sudah dibebankan selaku ongkos;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan alasannya adalah jaminan pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, tergolong deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran bersiklus;Penerimaan berupa pembayaran terpola, contohnya “alimentasi” atau pertolongan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan alasannya adalah selisih kurs mata duit gila;
Selisih lebih sebab penilaian kembali aktiva;
m. Premi asuransi;
Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.
n. Iuran yang diterima atau diperoleh asosiasi dari anggotanya yang berisikan Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
o. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Penghasilan yang dikenakan Pajak bersifat Final antara lain :
a. Penghasilan berbentukbunga deposito dan simpanan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang eksklusif;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham sekuritas yang lain, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannnya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berbentuktanah dan/atau bangunan, perjuangan jasa konstruksi, perjuangan real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu yang lain.
BUKAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan, terhadap penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh wajib pajak Orang Pribadi tidak dikenakan Pajak Penghasilan (bukan ialah Objek Pajak), ialah :
a. Bantuan atau pemberian, termasuk zakat yang diterima oleh para peserta zakat yang berhak, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau pengusaha kecil yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada keterkaitannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
c. Warisan.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau Pemerintah;
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang langsung sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa;
f. Bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, asosiasi, firma, dan kongsi;
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Penghasilan yang diterima Wajib Pajak mampu berbentukpenghasilan yang diperoleh dari relasi kerja atau penghasilan yang diperoleh dari usaha bebas. Pajak Penghasilan yang terutang dijumlah dengan cara mengalikan tarif Pajak Penghasilan dengan Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar perkiraan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, di samping kompensasi kerugian, Penghasilan Netto-nya dikurangi apalagi dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia dikenal dua kelompok Wajib Pajak, yakni Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Pajak Penghasilan, cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dibedakan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak mancanegara.
Bagi Wajib Pajak dalam negeri intinya terdapat dua macam cara untuk memilih besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
1. Perhitungan dengan cara biasa;
2. Perhitungan dengan menggunakan norma perhitungan, tergolong cara perhitungan dengan mempergunakan Norma Perhitungan Khusus yang diperuntukan bagi Wajib Pajak tertentu berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.
Sedangkan, Bagi Wajib Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dibedakan antara :
1) Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan acara melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia;
2) Wajib Pajak mancanegara yang lain (yang tidak melaksanakan usaha atau melaksanakan kegiatan lewat suatu bentuk perjuangan tetap di Indonesia).
DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
(1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 yaitu sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
  1. Pegawai Tetap;
  2. akseptor pensiun terjadwal;
  3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender sudah melampaui Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah);
  4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 aksara c yang mendapatkan imbalan yang bersifat berkelanjutan.
  Pemahaman Npwp Dan Spt Dalam Perpajakan

b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang mendapatkan upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp8.200.000,00 (delapan juta dua ratus ribu rupiah);
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 aksara c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan aksara c.
(2) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak, sebelum dikalikan tarif pajak dikurangi lebih dulu penghasilan brutonya dengan pengurang yang dibolehkan, kompensasi kerugian, biaya jabatan, dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan menurut penghasilan bruto dikurangi :
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tergolong ongkos pembelian materi, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa tergolong upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan pertolongan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, ongkos perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang positif-kasatmata tidak dapat ditagih, premi asuransi, ongkos manajemen, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk mendapatkan harta terwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk menemukan hak dan atas ongkos lain yang mempunyai era manfaat labih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan 11 A Undang-undang Pajak Penghasilan.
c. Iuran kepada dan pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan dipakai dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk menerima, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. Kerugian sebab selisih kurs mata uang gila.
f. Biaya penelitian dan pengembangan yang dijalankan di Indonesia;
g. Biaya bea siswa, magang, dan training.
h. Piutang yang faktual-kasatmata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
  1. sudah dibebankan selaku ongkos dalam laporan keuntungan rugi komersial;
  2. telah diserahkan masalah penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
  3. sudah dipublikasikan dalam penerbitan biasa atau khusus; dan
  4. Wajib Pajak harus menyerahkan Daftar Piutang Tidak Dapat Ditagih Kepada Direktorat Jenderal Pajak,

i. Sumbangan dalam rangka penanggulanagan tragedi nasional yang ketentuannya dikelola Peraturan Pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka observasi dan pengembangan yang dikerjakan di Indonesia yang ketentuannya dikontrol dengan Peraturan Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendirikan yang ketentuannya dikontrol dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya dikelola dengan Peraturan Pemerintah.
KOMPENSASI KERUGIAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, bila penghasilan bruto dari Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk perjuangan tetap sesudah dilaksanakan penghematan dengan pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan, didapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut, dimulai semenjak tahun pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut (Kompensasi Vertikal).
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.: 101/PMK.010/2016 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2013, selaku berikut:
a. Rp.54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak pribadi;
b. Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) pemanis untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp.54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) aksesori untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d. Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) komplemen untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap anggota keluarga.
BIAYA JABATAN
Khusus untuk pegawai tetap, di samping biaya-ongkos yang disebutkan di atas, dalam mengkalkulasikan besarnya penghasilan neto, penghasilan brutonya dikurangi juga dengan biaya jabatan. Biaya Jabatan adalah biaya untuk menerima, menagih, dan memelihara penghasilan. Besarnya ongkos jabatan tersebut diputuskan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk perjuangan tetap dihentikan dikurangkan :
a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan langsung;
Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan yakni ongkos yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan langsung, mirip perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan eksklusif atau keluarganya.
b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
c. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali bila dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dijumlah sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan sumbangan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan;
e. Jumlah yang melampaui kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang memiliki kekerabatan istimewa selaku imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
f. Harta yang dihibahkan, perlindungan atau santunan, harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau tubuh pendidikan atau tubuh sosial atau pengusaha kecil tergolong koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada relasi dengan perjuangan, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang kasatmata-aktual dibayarkan oleh Wajib Pajak orang langsung pemeluk agama islam dan atau Wajib Pajak tubuh dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibuat atau disahkan oleh Pemerintah.
g. Pajak Penghasilan.
Yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini yaitu Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
h. Biaya dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan langsung Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pribadi Wajib Pajak atau yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh alasannya itu ongkos tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
i. Sanksi manajemen berbentukbunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berbentukdenda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-usul di bidang perpajakan.
TARIF PAJAK PENGHASILAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yaitu :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %
Diatas Rp 50.000.000,00 s/d
Rp.250.000.000,00 15 %
Di atas Rp.250.000.000,00 s/d Rp.500.000.000,00 25%
Di atas Rp.500.000.000,00 30%
Contoh penghitungan pajak terutang untuk Wajib Pajak Orang Pribadi :
Jumlah Penghasilan kena Pajak Rp 550.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 62.500.000,00
30% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
Rp 109.500.000,00
CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI.
1. Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Menyelenggarakan Pembukuan
Penghasilan Kena Pajak selaku dasar penerapan tarif bagi Wajib pajak dalam negeri yang mengadakan pembukuan dalam sebuah tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan yang ialah Objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, dengan penghematan-pengurangan sebagai berikut :
1. ongkos-ongkos yang diperkenankan termasuk kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan;
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan; dan
3. Pengurangan-pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) karakter d dan aksara e Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu:
a. Premi asuransi kesehatan, asuransi kesehatan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dijumlah selaku penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
b. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa :
– derma masakan dan minuman bagi seluruh pegawai;
– penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh penghitungan bagi Wajib Pajak dalam negeri yang mengadakan pembukuan :
– Peredaran bruto Rp 600.000.000,00
– Biaya untuk menerima, menagih
Dan memelihara penghasilan Rp 255.000.000,00
– Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 345.000.000,00
– Penghasilan yang lain Rp 5.000.000,00
– Biaya untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara
penghasilan yang lain tersebut Rp 3.000.000,00 (-)
Rp 2.000.000,00 (+)
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 347.000.000,00
– Kompensasi kerugian Rp 2.000.000,00 (-)
– Penghasilan kena pajak
(bagi Wajib Pajak Badan) Rp 345.000.000,00
– Pengurangan berupa Penghasilan Tidak
Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang
Pribadi Rp 54.000.000,00 (-)
– Penghasilan Kena Pajak
(bagi Wajib Pajak orang langsung) Rp 291.000.000,00
Contoh Penghitungan dengan Menggunakan Norma Penghitungan
Dalam hal penghasilan neto yang bekerjsama tidak mampu dikenali, maka Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan memakai Norma Penghitungan. Khusus bagi Wajib Pajak orang langsung dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Contoh :
– Peredaran bruto Rp 600.000.000,00
– Penghasilan neto (berdasarkan
Norma Penghitungan) misalnya 20% Rp 120.000.000,00
– Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)
– Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 125.000.000,00
– Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000,00 (-)
– Penghasilan Kena Pajak Rp 71.000.000,00
Contoh Penghitungan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Yang Terutang Pajak Dalam Bagian Tahun Pajak.
Apabila keharusan pajak subyektif orang pribadi yang berdomisili atau yang berada di Indonesia hanya mencakup sebagian dari tahun pajak, maka bab tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.
Dapat terjadi orang langsung menjadi Subyek Pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak sarat , contohnya orang eksklusif yang mulai menjadi Subyek Pajak pada pertengahan tahun pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang mengambil alih tahun pajak.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang eksklusif dalam negeri yang terutang pajak dalam sebuah bab tahun pajak tersebut dijumlah menurut penghasilan netto yang diterima atau diperoleh dalam bab tahun pajak yang disetahunkan.
Contoh :
Orang eksklusif kawin yang keharusan pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri yakni 3 (tiga) bulan, dan dalam rentang waktu tersebut menemukan penghasilan sebesar Rp. 36.000.000,00 maka perkiraan Penghasilan Kena Pajaknya ialah :
Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp. 36.000.000,00
Penghasilan setahun sebesar :
360 x Rp. 36.000.000,00 Rp. 144.000.000,00
3 x 30
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 54.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 90.000.000,00
Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi wajib pajak orang langsung dalam negeri yang terutang pajak dalam bab tahun pajak tersebut dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) lalu dikalikan dengan pajak penghasilan yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak. Untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan tersebut, tiap bulan yang sarat dijumlah 30 (tiga puluh) hari.
Dari acuan penghitungan diatas dimengerti bahwa penghasilan kena pajaknya adalah sebesar Rp 90.000.000,00. Penghitungan pajak penghasilan yang terutang dijalankan selaku berikut :
Pajak Penghasilan setahun :
5% X Rp 90.000.000,00 = Rp 4.500.000,00
Pajak Penghasilan terutang dalam bab tahun pajak (3 bulan) yaitu :
(3 X 30) X Rp 4.500.000,00 = Rp. 1.125.000,00
360
CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
Cara menghitung Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak luar negeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Wajib Pajak mancanegara yang mengerjakan perjuangan atau melakukan acara melalui sebuah bentuk perjuangan tetap di Indonesia;
2. Wajib Pajak luar negeri yang lain.
Contoh penghitungan Wajib Pajak Luar Negeri yang melakukan usaha atau melakukan acara lewat sebuah bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bagi Wajib Pajak mancanegara yang melaksanakan perjuangan atau melaksanakan acara melalui suatu bentuk perjuangan tetap di Indonesia, cara penghitungan penghasilan kena pajaknya pada dasarnya sama dengan cara penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak tubuh dalam negeri. Pelaksanaan keharusan perpajakan dari Wajib Pajak mancanegara tersebut dijalankan oleh Bentuk Usaha Tetapnya di Indonesia. Oleh sebab bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan dan penghasilan kena pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa, yaitu dihitung dengan cara :
”Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh dan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikurangi dengan penghematan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 9 ayat (1) abjad d dan abjad e Undang-undang Pajak Penghasilan”.
Contoh :
– Peredaran bruto Rp. 400.000.000,00
– Biaya untuk menambahkan, menagih
Dan memelihara penghasilan Rp. 275.000.000,00
– Penghasilan bunga Rp. 5.000.000,00
– Penjualan langsung barang oleh kantor
sentra yang sejenis dengan barang yang
dijual bentuk perjuangan tetap Rp. 200.000.000,00
– Biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan Rp. 150.000.000,00 (-)
Rp. 50.000.000,00
– Penghasilan yang diterima atau diperoleh
kantor pusat yang mempunyai relasi
efektif dengan bentuk perjuangan tetap Rp. 2.000.000,00 (+)
Rp. 182.000.000,00
– Biaya-biaya berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Rp. 7.000.000,00 (-)
– Penghasilan Kena Pajak Rp. 175.000.000,00
Contoh penghitungan pajak Wajib Pajak Luar Negeri Lainnya.
Undang-undang Pajak Penghasilan memilih bahwa bagi Wajib Pajak luar negeri yang mengerjakan usaha atau melaksanakan kegiatan tidak melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kewajiban perpajakannya dijalankan dengan cara pemotongan oleh pihak yang wajib melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.
Contoh 1:
Subjek Pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp 100.000.000,00 kepada Wajib Pajak luar negeri, maka Subjek Pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memangkas Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp 100.000.000,00.
Contoh 2 :
Seorang atlit dari mancanegara yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia, dan kemudian merebut kado duit, maka atas hadiah tersebut dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang langsung dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dan dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak. Untuk kebutuhan penghitungan pajak, tiap bulan yang penuh dihitung 30 hari. Contoh :
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp.54.816.000,00.
Pajak Penghasilan setahun :
5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp. 4.816.000,00 = Rp. 722.400,00
= Rp. 3.222.400,00
Pajak Penghasilan terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan)
(3 x 30) x Rp.3.222.400,00. = Rp.805.600,00
360