Makalah Epistemologi Pedoman Muhammad Arkoun (Filsafat Islam)

Salah satu makalah Epistemologi Pemikiran Muhammad Arkoun pada mata kuliah Filsafat Islam


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Penelitian

             Filsafat ialah alam berpikir atau alam fikiran, maka berfilsafat yakni berpikir. Adanya ajaran filsafat pasti berawal dari para tokoh-tokoh filsuf, sehingga menyebabkan fatwa filsafat dari abad ke abad berlawanan-beda. Dalam kajian filsafat terdapat beberapa perumpamaan sehingga tercapaianya suatu pemikiran, salah satunya epistemologi. Epistemologi ialah salah satu perumpamaan pokok dalam kajian filsafat, disamping perumpamaan ontologi dan aksiologi. Berdasarkan pengertiannya, epistemologi mampu diartikan selaku kajian yang menelaah ihwal hakikat, jangkauan, pengandaian dan pertanggungjawaban pengetahuan.
            Epistemologi tidak hanya didapatkan secara terang-terangan selaku posisi atau pedoman tentang wawasan. Sebagaimana setiap pengertian mengenai sebuah kenyataan tertentu, sikap dan tindakan yang dilaksanakan terhadapnya, serta tingkah laris yang berafiliasi dengannya mengandaikan suatu filsafat atau teori tersembunyi tertentu, demikian pula setiap wawasan atau ilmu mengandaikan suatu epistemologi tertentu yang mendasarinya. Sebagaimana seorang filsuf berkewajiban mengungkap, menilai dan menyebarkan atau mengoreksi pengandaian-pengandaian di dalam pengertian tentang realita, demikian pula seorang epistemologi memiliki keharusan untuk memeriksa pengetahuan atau ilmu untuk memaparkan, menganalisis pengandaian dasar yang menjadi latar belakangnya.
            Salah satu diantaranya yaitu seorang tokoh filsuf pemikir Islam kelahiran Aljazair, Mohammad Arkoun. Dia berusaha melakukan kritik epistemologi baik kepada para pemikir Islam maupun kepada orientalis Barat dengan melaksanakan rekontruksi epistemologi. Untuk lebih jelasnya, bagaimana biografi dan epistemologi ajaran Mohammad Arkoun, akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah Penelitian

            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan dilema makalah ini ialah sebagai berikut :
1.      Bagaimana biografi Muhammad Arkoun ?  
2.      Bagaimana epistemologi ajaran Muhammad Arkoun beserta pemikirannya ?

1.3  Tujuan Penelitian

Tujuan observasi makalah ini yaitu :
1.      Menjelaskan biografi Muhammad Arkoun.
2.      Menjelaskan epistemologi ajaran Muhammad Arkoun beserta pemikirannya.

1.4  Manfaat Penelitian

            Supaya kami beserta para pembaca dapat mengetahui dan mengetahui biografi salah satu tokoh filsuf Islam, adalah Muhammad Arkoun. Mengetahui dan memahami epistemologi aliran Muhammad Arkoun beserta pemikirannya. Maka dengan dibuatnya makalah ini semoga mampu berguna untuk kami dan para pembaca serta dapat dijadikan sebagai acuan.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1  Biografi Muhammad Arkoun

            Muhammad Arkoun yaitu seorang filsuf Islam Modern. Ia lahir pada tanggal  2 Januari 1928 di perkampungan Berber di kaki gunung TaorirtMimoun, Kabilia sebelah Timur Aljir, Aljazair. Arkoun lahir dari keluarga yang kondisi strata fisik dan sosial yang rendah, dengan keadaan ibunya yang buta aksara. Bahasa yang digunakannya Kabilia Berber sebagai bahasa ibu dan bahasa Arab sebagai bahasa nasional Aljazair. Pendidikan dasar Arkoun ditempuh di desa asalnya, lalu beliau melanjutkan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran, suatu kota utama di Aljazair bagian barat, yang jauh dari Kabilia. Kemudian, Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir (1950-1954), sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah Sekolah Menengah Atas di al-Harach, yang berlokasi di tempat pinggiran ibukota Aljazair. Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Perancis (1954-1962), Arkoun melanjutkan studi ihwal bahasa dan sastra Arab di Universitas Sorbonne, Paris. Ketika itu, ia sempat bekerja selaku agrege bahasa dan kesusastraan Arab di Paris serta mengajar di sebuah Sekolah Menengan Atas (Lycee) di Strasbourg (kawasan Perancis sebelah timur maritim) dan diminta memberi kuliah di Fakultas Sastra Universitas Strasbourg (1956-1959).
            Pada tahun 1961, Arkoun diangkat sebagai dosen di Universitas Sorbonne, Paris, sampai tahun 1969, ketika dia sedang menuntaskan pendidikan doktor di bidang sastra pada Universitas tersebut. Arkoun menulis desertasi doktor tentang humanisme dalam fatwa etis Miskawaih, seorang pemikir Arab di Persia pada periode 10 M, yang menggeluti ilmu kedokteran dan filsafat. Miskawaih diketahui selaku tokoh yang menguasai berbagai bidang ilmu dan menggeluti persamaan dan perbedaan antara Islam dengan tradisi anutan Yunani. Semenjak menjadi dosen di Universitas Sorbonne tersebut, Arkoun menetap di Perancis dan menghasilkan banyak karya yang dipengaruhi oleh perkembangan canggih tentang islamologi, filsafat, ilmu bahasa dan ilmu-ilmu sosial di dunia Barat, khususnya di dunia tradisi keilmuan Perancis.
            Jenjang pendidikan dan pergumulan ilmiah yang ditempuh Arkoun membuatnya dapat menguasai tiga bahasa (Berber Kabilia, Arab dan Perancis) dan tradisi serta kebudayaannya menjadi semakin akrab. Inilah yang cukup menghipnotis perhatiannya yang begitu besar kepada tugas bahasa dalam anutan dan masyarakat manusia. Ketiga bahasa tersebut bergotong-royong mewakili tiga tradisi, orientasi budaya, cara berpikir, dan cara mengetahui yang berlawanan. Bahasa Berber Kabilia merupakan alat untuk mengungkapkan berbagai tradisi dan nilai mengenai kehidupan sosial dan ekonomi yang telah ribuan tahun usianya, bahasa Arab ialah alat untuk melestarikan tradisi keagamaan Islam di Aljazair dan di berbagai belahan dunia Islam yang lain. Sedangkan bahasa Perancis ialah bahasa administrasi pemerintahan serta alat untuk mengenal nilai-nilai dan tradisi keilmuan Barat, khususnya Perancis.
            Pada tahun 1970 – 1972 Arkoun mengajar di Universitas Lyon dan kembali lagi ke Paris selaku guru besar sejarah pedoman Islam di Universitas Sorbonne, yang kini telah pensiun namun tetap membimbing karya observasi di sana. Karena kepakarannya, Arkoun sering diundang untuk memberi kuliah dan ceramah ilmiah di sejumlah universitas dan institusi keilmuan dunia, mirip University of California, Princeton University, Temple University, Lembaga Kepausan untuk Studi Arab dan Islam di Roma, Universitas Kristen Louvain-la Neuve di Belgia, Universitas Amsterdam, Institut of Ismaili Studies di London, dan sebagainya. Dia juga pernah memberi kuliah di Rabat, Fez, Aljir, Tunis, Damaskus, Beirut, Berlin, Kolumbia, Denver, Indonesia dan sebagainya. Di dalam menjalani profesinya selaku pengajar, Arkoun selalu menyampaikan pendapatnya secara logis berdasarkan analisis yang memiliki bukti dan interaksi falsafati-religius, sehingga mampu menghidupkan keleluasaan berbicara dan berekspresi secara intelektual serta tentu membuka kesempatan kepada kritik.
            Selain mengajar, Arkoun juga mengikuti aneka macam aktivitas ilmiah dan menduduki jabatan penting di dunia akademis dan penduduk . Dia menjabat sebagai eksekutif ilmiah jurnal Arabica, anggota Panitia Nasional Perancis untuk Etika dan Ilmu Pengetahuan Kehidupan dan Kedokteran, anggota Majelis Nasional Perancis untuk AIDS dan anggota Legiun Kehormatan Perancis (chevalier de la Legion d’honneur). Dia pernah menerima gelar kehormatan, diangkat selaku Officier des Palmes Academiques, sebuah gelar kehormatan Perancis untuk tokoh ternama di dunia Universitas dan pernah menjabat sebagai administrator Lembaga Kajian Islam dan Timur Tengah pada Universitas Sorbonne Neuvelle (Paris III).  Sosok Arkoun yang demikian ini, mampu dinilai sebagai cendekiawan yang engage, melibatkan diri dalam banyak sekali acara dan agresi yang menurutnya penting bagi kemanusiaan, alasannya baginya ajaran dan aksi harus saling berkaitan.
            Selain itu, Arkoun telah memiliki karya-karya yang mencakup aneka macam bidang, salah satu diantaranya karya tentang kajian islam pada umumnya dan metodologi cara Membaca Al-Qur’an pada khususnya, (1) Traduction francaise avec introductin et du tahdib allakhlaq (Tulisan ihwal akhlak/ terjemahan prancis dari kitab al-akhlaq Ibnu Miskawaih), (2) La pensee Arabe (Pemikiran Arab), (3) Essais sur la pensee islamique (Essai-essai ihwal fatwa islam, (4) Discours coranique et pensee scientique (Wacana Al-Qur’an dan anutan ilmiah) (5) Lecture de coran (Pembacaan-pembacaan Al-Qur’an), (6) Pour une critique de la raison islamique (Demi kritik logika islam), pada umumnya karya-karya Arkoun ditulis dalam bahasa prancis. Setelah 30 tahun kariernya dia mengkritik ketegangan yang ia temukan selama studi dengan mengutamakan Islam yang modern dan humanis, beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 72 tahun, yang bertepatan pada tanggal 14 September 2010.

2.2  Epistemologi Pemikiran Muhammad Arkoun  

            Epistemologi merupakan salah satu ungkapan pokok dalam kajian filsafat, disamping ungkapan ontologi dan aksiologi. Berdasarkan pengertiannya, epistemologi mampu diartikan sebagai kajian yang menelaah perihal hakikat, jangkauan, pengandaian dan pertanggungjawaban pengetahuan. Salah satu diantaranya seorang filsuf Islam modern, Muhammad Arkoun yang menggunakan epistemologi tersendiri dalam menentukan pemikirannya.
            Sejak awal Arkoun terus mencoba pengertian-pengertian yang gres tentang Islam dan kaum Muslim dengan menggunakan teori-teori canggih yang meningkat di dunia Barat terbaru. Upaya tersebut dikerjakan untuk menggabungkan komponen yang sungguh mulia dalam pedoman Islam dengan bagian yang sungguh berguna dalam pedoman Barat modern (rasionalitas dan sikap kritis). Dengan demikian, Arkoun berharap akan muncul satu aliran yang bisa memberikan tanggapan atas banyak sekali masalah yang dihadapi oleh kaum Muslim simpulan-selesai ini.
            Arkoun berkembang bersamaan dengan kemajuan sains yang amat pesat dan itu mencakup nyaris semua ranah keilmuan. Hal ini pula yang menjadikan banyaknya penggunaan ungkapan-perumpamaan keilmuan bertemaBarat dalam anutan dan karya Arkoun. Menurut Arkoun, umat Islam harus membuka diri terhadap kemajuan keilmuan Barat, salah satunya dengan mempergunakan ajaran-pemikiran canggih, sehingga keilmuan Islam tidak terkesan jumud. Lebih lanjut menurutnya, disiplin ilmu yang timbul belakangan di Barat dilarang diposisikan sebagai “ilmu bantu” saja, tetapi mesti disikapi sebagai kekayaan intelektual yang harus dikaji dan diterapkan. Hal ini akan menolong kaum Muslim menjawab tantangan-tantangan sosial-kemasyarakatan yang terjadi.
            Sebagaimana yang sudah disebutkan bahwa Arkoun banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh Barat dengan spesifikasi keilmuan masing-masing. Dalam mencetuskan sebuah pedoman, Arkoun terang mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh tersebut. Namun perlu dimengerti bahwa dalam pengambilan wangsit tersebut, Arkoun tidak mencomotnya secara pribadi, tetapi hanya sebagian saja dan kadang-kadang memperlihatkan makna dan pengertiannya sendiri.
            Arkoun “mengambil” desain mitos dari Ricour lewat dua karyanya, Philosophie de la volonte (Filsafat Kehendak), dan Del’interpretation (Perihal Interpretasi). Konsep mitos ini diambil sebagai kelanjutan dari “pemungutannya” terhadap desain bahasa dan semiotika milik Barthens dan de Saussure. Menurut Ricour, mitos adalah simbol sekunder yang menerangkan simbol primer. Mitos dipakai untuk menerangkan dari mana asal perbuatan insan. Mitos yakni tidak sama dengan bahasa rasional dan berperan penting dalam kehidupan insan. Arkoun melanjutkan desain mitos ini. Dia menjelaskan bahwa mitos ialah salah satu bagian paling penting dari angan-angan sosial yang membangun golongan-kalangan sosial. Berkaitan dengan al-Qur’an, Arkoun menilai bahwa al-Qur’an juga bersusunan mistis dan karenanya bisa bermetamorfosis mitologi.
            Dari de Saussure dan Barthens, Arkoun mengambil desain semiotika. Dalam pembahasannya, meskipun tidak seluruhnya, Arkoun banyak menggunakan analisis semiotik, meskipun risikonya melebihi hal itu dan meloncat pada problem makna, pembentukan dan perubahannya, penafsiran makna dan perubahan pada penafsirannya. Arkoun beropini bahwa analisis semiotik bermanfaat untuk melihat teks sebagai suatu keseluruhan dan sebagai sebuah metode dari kekerabatan-hubungan intern. Dengan ini maka dalam mendekati teks seorang peneliti terlepas dari interpretasi tertentu sebelumnya atau pra-balasan yang lain. Selain itu, Arkoun juga mengambil konsep semiotis dari Derrida, walaupun pada bab tertentu Arkoun lebih condong pada Saussure.
            Dari Derrida, Arkoun mengambil rancangan dekonstruksi. Menurut Derrida, linguistik struktural Saussure sudah membuatkan rancangan oposisi biner antara ucapan dan goresan pena, makna dan bentuk, jiwa dan tubuh, dan lain-lain. Walaupun keduanya berdampingan, tetapi yang pertama lebih superior dari yang kedua. Dekonstruksi adalah upaya penyangkalan terhadap rancangan oposisi tersebut. Bila dikaitkan dengan tulisan dan ucapan, maka tulisan merupakan prakondisi dari bahasa dan nada sebelum ucapan oral. Pada tahap selanjutnya, Arkoun menyebut ungkapan “apa yang tak terpikirkan” (unthinkable) dan “yang tak terpikir” (unthought).
            Arkoun juga mengambil rancangan episteme dan ihwal dari pemikir Perancis Foucault. Episteme yakni tata cara pemikiran yang dengannya insan menangkap realita. Sedangkan tentang yakni cara manusia membahas kenyataan tadi. Setiap zaman memiliki orang dan lingkungan yang berlainan, sehingga episteme yang mereka miliki berlainan-beda bentuknya. Hal ini lalu berimplikasi pada tingginya toleransi kepada realitas heterogen dan plural di penduduk . Maka dapat dimengerti, bahwa Arkoun “merasuki” banyak sekali disiplin ilmu dengan pendekatan dan metodologi yang variatif pula. Hal ini pula yang menjadikan anutan Arkoun menjamah nyaris semua cabang keilmuan Islam. Arkoun menerangkan bahwa beliau menyukai pendekatan historis, sosiologis, dan antropologis dengan perspektif epistemologi baru. Menurutnya, cuma dengan pendekatan-pendekatan tersebut dapat dijalankan pembebasan Islam dari postulat-postulat esensialis dan substansialis metafisika klasik.Namun bukan bermakna Arkoun menyisakan pendekatan teologis dan filosofis.
            Dengan banyak sekali konsep dan inspirasi yang diambil Arkoun dari masing-masing tokoh tersebut, Arkoun membangun teori dan pemikirannya, untuk selanjutnya melakukan kritik terhadap seluruh kerangka fatwa Islam. Kritik yang dibentuk oleh Arkoun mempunyai sisi keterkaitan antara bahasa-ajaran-ideologi-sejarah. Dengan menempatkan seluruh bangunan keilmuan peda tataran historis, maka semuanya tidak ada yang sakral, mampu dikritik, dan berganti serta dibongkar. Arkoun memastikan bahwa dirinya memakai metodologi historis-kritis yang menebarkan rasa ingin tahu secara terbaru, sebab metodologi ini dinilainya mampu menelusuri studi ihwal wawasan mistis yang tidak cuma dibatasi dengan mentalitas usang, yaitu dengan definisi-definisi yang diberikan oleh ajaran sejarah positivistik yang diajarkan sejak kurun ke-19.
            Arkoun berpendapat, pertentangan yang ada pada dikala ini, di antaranya adalah klaim kebenaran teologis dari beberapa kalangan yang menyebut mereka selaku orang beriman. Menurutnya, salah satu kekurangan yang nampak dalam keilmuan terbaru yaitu literature yang miskin, serta seragam dan adakala cukup polemik dalam menggambarkan agama-agama wahyu. Untuk menetralisir dilema-duduk perkara tersebut, perlu ada perhatian lebih kepada pengajaran dan studi sejarah kepada pemaparan fakta-fakta sejarah yang naratif. Untuk itu Arkoun menyodorkan pendekatan-pendekatan semacam pendekatan historis, sosiologis, dan antropologis, untuk memperkaya pendekatan teologis dan filosofis, dengan menyisipkan keadaan-keadaan historis dan sosial yang selalu dipraktekkan di dalam Islam. Metode Arkoun ini disebutnya selaku salah satu bentuk sistem dekonstruksi, dan hanya mungkin dikerjakan dengan epistemologi modern yang kritis. Metode dekonstruktif sendiri yakni suatu fenomena baru di golongan pemikir Arab kontemporer. Di sini Arkoun bergelut dengan fatwa mereka.
            Sederhananya, langkah Arkoun yang mengambil banyak sekali konsep keilmuan dari beberapa tokoh dengan bidang yang berlainan-beda pula, mengakibatkan bervariasinya metode dan pendekatan yang disodorkan oleh Mohammed Arkoun dalam ajaran-pemikirannya. Muhammad Arkoun yakni penerus dari usaha Arthur Jeffery dalam mendekontruksi Al-Qur’an. Arkoun dalam melaksanakan serangan kepada otensitas Al-Qur’an menggunakan dua konsep adalah desain dekonstruksi dan desain historias.
a)        Konsep Dekonstruksi
Muhammad Arkoun mengklaim bahwa strategi dekonstruksi yang dia tawarkan sebagai suatu strategi terbaik, alasannya adalah seni manajemen ini akan membongkar dan menggerogoti sumber-sumber Muslim tradisional yang mensucikan “kitab suci”. Strategi ini berawal dari pendapatnya bahwa sejarah Al-Qur’an sehingga bisa menjadi kitab suci dan sahih perlu dilacak kembali. Arkoun menyadari bahwa pendekatannya ini akan menantang segala bentuk penafsiran ulama terdahulu, namun ia justru percaya bahwa pendekatan tersebut akan memperlihatkan akibat yang bagus kepada Al-Qur’an. Berdasarkan pendekatan tersebut, Arkoun membagi Al-Qur’an menjadi dua peringkat, adalah peringkat pertama, disebut sebagai Ummul Kitab, dan peringkat kedua yaitu aneka macam kitab termasuk Bible dan Al-Qur’an. Pada peringkat pertama, wahyu bersifat abadi, namun kebenarannya diluar jangkauan insan, alasannya wahyu ini tersimpan dalam Lauh Al-Mahfudz dan berada disisi Tuhan, dan yang bisa dikenali manusia hanya pada peringkat kedua yang diistilahkan oleh Arkoun selaku “Al-Qur’an edisi dunia”, namun menurutnya Al-Qur’an pada peringkat ini sudah mengalami modifikasi dan revisi serta substitusi.
b)        Konsep Historitas
Konsep historitas, Arkoun mengatakan bahwa pendekatan historitas, sekalipun berasal dari Barat, tetapi tidak hanya sesuai untuk warisan budaya barat saja. Pendekatan tersebut dapat diterapkan pada semua sejarah umat manusia dan bahkan tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Strategi terbaik untuk mengetahui historisitas keberadaan umat insan ialah dengan melepaskan imbas ideologis. Jika seni manajemen ini dipakai, maka umat Islam bukan saja mengetahui secara lebih terang era kemudian dan kondisi mereka dikala ini untuk kesuksesan mereka di era yang hendak tiba, namun juga akan menyumbang terhadap ilmu wawasan modern.
Mohammed Akoun ialah orang yang secara tuntas menjajal menggunakan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an. Untuk kepentingan analisisnya, Arkoun meminjam teori hermeunitika dari Paul Ricour, dengan meperkenalkan tiga level tingkatan wahyu :
        Pertama ,wahyu sebagai firman Allah yang tak terbatas dan tidak dikenali oleh insan, adalah wahyu Al-Lauh Mahfudz dan Umm Al-Kitab.
        Kedua, wahyu yabg nampak dalam proses sejarah. Berkenaan dengan Al-Qur’an, hal ini menunjuk pada realitas firman Allah sebagaimana diturunkan dalam bahasa Arab terhadap Nabi Muhammad selama kurang lebih dua puluh tahun.
        Ketiga, wahyu sebagaimana tertulis dalam Mushaf dengan abjad dan banyak sekali macam tanda yang ada di dalamnya. Ini menunjuk pada Mushaf Al-usmani yang dipakai orangorang Islam sampai hari ini.
Mohammmed Arkoun membedakan antara kurun pertama dan kurun kedua. Menurut Arkoun, dalam era dikursus kenabian, Al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding dikala dalam bentuk tertulis. Sebabnya Al-Qur’an terbuka untuk semua arti dikala dalam bentuk goresan pena sudah menyusut dari kitab yang diwahyukan menjadi suatu buku biasa. Arkoun berpendapat bahwa mushaf itu tidak pantas untuk menerima status kesucian. Tetapi muslim ortodoks meninggikan korpus ini ke dalam sebuah status sebagai firman Tuhan. Dua rancangan pemikiran Mohammed Arkoun yang liberal di atas yakni dekonstruksi dan historitas telah menciptakan paradigma gres tentang hakikat teks Al-Qur’an. Pendekatan historitas Mohammed Arkoun justru menggriringnya untuk menyimpulkan sesuatu yang historis, yaitu kebenaran wahyu hanya ada pada level diluar jangkauan insan. Mohammed Arkoun mengakui kebenaran Umm Al-Kitab, hanya ada pada Tuhan sendiri. Ia juga mengakui kebenaran dan kredibilitas bentuk ekspresi Al-Qur’an, namun bentuk tersebut telah hilang selama-lamanya dan mustahil didapatkan kembali.

BAB 3

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

             Dalam kajian filsafat terdapat beberapa ungkapan sehingga tercapaianya suatu aliran, salah satunya epistemologi. Epistemologi ialah salah satu istilah pokok dalam kajian filsafat, disamping perumpamaan ontologi dan aksiologi. Berdasarkan pengertiannya, epistemologi dapat diartikan sebagai kajian yang menelaah ihwal hakikat, jangkauan, pengandaian dan pertanggungjawaban pengetahua. Sebagaimana seorang filsuf berkewajiban mengungkap, menganggap dan mengembangkan atau mengoreksi pengandaian-pengandaian di dalam pengertian perihal realita, demikian pula seorang epistemologi memiliki kewajiban untuk menilik pengetahuan atau ilmu untuk memaparkan, menganalisis pengandaian dasar yang menjadi latar belakangnya.
                Salah satu diantaranya yakni seorang tokoh filsuf pemikir Islam yang berkelahiran   pada tanggal 2 Januari 1928 di perkampungan Berber di kaki gunung Taorirt-Mimoun, Kabilia sebelah Timur Aljir, Aljazair, yaitu Muhammad Arkoun. Pendidikan dasar Arkoun ditempuh di desa asalnya, lalu beliau melanjutkan sekolah menengah di kota pelabuhan Oran, sebuah kota utama di Aljazair bagian barat, yang jauh dari Kabilia. Arkoun melanjutkan studi bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir (1950-1954), sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah Sekolah Menengah Atas di al-Harach, di tempat pinggiran ibukota Aljazair. Pada saat perang kemerdekaan Aljazair dari Perancis (1954-1962), Arkoun melanjutkan studi perihal bahasa dan sastra Arab di Universitas Sorbonne, Paris. Arkoun menuntaskan pendidikan doktor di bidang sastra pada Universitas tersebut.
                Pada tahun 1961-1969, Arkoun diangkat selaku dosen di Universitas Sorbonne, Paris. Jenjang pendidikan dan pergumulan ilmiah yang ditempuh Arkoun membuatnya mampu menguasai tiga bahasa (Berber Kabilia, Arab dan Perancis) dan tradisi serta kebudayaannya. Pada tahun 1970 – 1972 Arkoun mengajar di Universitas Lyon dan kembali lagi ke Paris sebagai guru besar sejarah pemikiran Islam di Universitas Sorbonne. Arkoun sudah memiliki karya-karya yang mencakup berbagai bidang, salah satu diantaranya karya tentang kajian islam :
(1) Traduction francaise avec introductin et du tahdib allakhlaq (Tulisan wacana adab/ terjemahan prancis dari kitab al-akhlaq Ibnu Miskawaih),
(2) La pensee Arabe (Pemikiran Arab),
(3) Essais sur la pensee islamique (Essai-essai perihal anutan islam,
(4) Discours coranique et pensee scientique (Wacana Al-Qur’an dan aliran ilmiah)
(5) Lecture de coran (Pembacaan-pembacaan Al-Qur’an),
(6) Pour une critique de la raison islamique (Demi kritik nalar islam)
            Arkoun yang mengambil aneka macam rancangan keilmuan dari beberapa tokoh dengan bidang yang berbeda-beda pula, menjadikan bervariasinya tata cara dan pendekatan yang disodorkan oleh Mohammed Arkoun dalam fatwa-pemikirannya. Muhammad Arkoun adalah penerus dari usaha Arthur Jeffery dalam mendekontruksi Al-Qur’an. Arkoun dalam melaksanakan serangan kepada otensitas Al-Qur’an memakai dua konsep adalah desain dekonstruksi dan rancangan historias.
a)   Konsep Dekonstruksi
Muhammad Arkoun mengklaim bahwa seni manajemen dekonstruksi yang ia tawarkan sebagai sebuah taktik terbaik, alasannya strategi ini akan membongkar dan menggerogoti sumber-sumber Muslim tradisional yang mensucikan “kitab suci”. Strategi ini berawal dari pendapatnya bahwa sejarah Al-Qur’an sehingga bisa menjadi kitab suci dan asli perlu dilacak kembali.
b)    Konsep Historitas
Konsep historitas, Arkoun mengatakan bahwa pendekatan historitas, sekalipun berasal dari Barat, tetapi tidak hanya sesuai untuk warisan budaya barat saja. Pendekatan tersebut mampu diterapkan pada semua sejarah umat manusia dan bahkan tidak ada jalan lain dalam menafsirkan wahyu kecuali menghubungkannya dengan konteks historis. Strategi terbaik untuk mengerti historisitas keberadaan umat manusia yakni dengan melepaskan efek ideologis. Jika seni manajemen ini dipakai, maka umat Islam bukan saja mengetahui secara lebih terperinci masa lalu dan keadaan mereka ketika ini untuk keberhasilan mereka di era yang akan tiba, namun juga akan menyumbang kepada ilmu pengetahuan modern. 

3.2  Saran

            Dengan dibuatnya makalah ini biar dapat berfaedah bagi para pembaca dan kami sebagaipembuat makalah. Kami berharap makalah ini dapat menjadi rujukan atau tumpuan bagi para pembaca. Serta kami dengan terbuka menerima masukan-masukan dari para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

 

Alkasyani, R., 2012. Slide Share. [Online]
Available at: https://www.slideshare.net/RizalAlkasyani/aliran-m-arkoun
[Accessed 22 November 2012].
Anon., n.d. Wikipedia. [Online]
Available at: https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Arkoun
[Accessed 28 November 2017].
Burhanuddin, A., 2013. WordPress. [Online]
Available at:
[Accessed 23 Oktober 2007].
Unknown, 2015. Blogspot. [Online]
Available at:
[Accessed 8 Februari 2015].