Sosialisasi ialah suatu acara pengenalan suatu invididu dalam masyarakatnya.
Tanpa sosialisasi yang bagus maka suatu individu akan susah diterima oleh lingkungan dan lazimnya akan menjadi masalah.
Lalu apa saja media-media sosialisasi masyarakat?.
Media sosialisasi merupakan kawasan di mana sosialisasi itu terjadi. Paling tidak ada tiga media sosialisasi, ialah: keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain.
1. Keluarga
Keluarga merupakan daerah pertama seorang anak yang gres lahir mengalami proses sosialisasi.
Di keluarga inilah seorang anak mengenal lingkungan sosial dan budayanya, dan juga mengenal anggota keluarganya: ayah, ibu, abang, kakek, dan nenek.
Pembentukan kepribadian anak sungguh dipengaruhi oleh bagiamana keluarga itu menunjukkan pendidikan terhadap anak-anaknya baik lewat kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan. Kelurga ialah lembaga yang terpenting pengaruhnya dalam sosialisasi manusia.
Kepribadian anak ditetukan oleh bagaimana orangtua dan anggota keluarga lain memotivasi anak supaya mau mempelajari contoh perilaku yang diajarkan kepadanya. Motivasi bisa aktual, bisa juga negatif.
Motivasi kasatmata dengan memperlihatkan ganjaran (reward) terhadap anak jikalau sukses melakukan sesuatu yang berguna. Motivasi negatif dengan menawarkan hukuman (punishment) jikalau anak tidak mentaati perintah atau melanggar larangan.
Sekolah adalah media sosialisasi insan |
Pada nuclear family (keluarga inti) sosialisasi cuma dilaksanakan oleh ayah dan ibunya, atau mungkin oleh kerabat kandung.
Pada extended family (keluarga luas) distributor sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan meliputi pula kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya.
Pada keluarga menengah dan atas di perkotaan pembantu rumahtangga pun juga memegang tugas penting dalam sosialisasi anak, setidak-tidaknya pada tahap permulaan.
2. Sekolah
Baiklah saya akan mengajak Anda untuk mengenal distributor sosialisasi berikutnya ialah sekolah, paling tidak bagi masyarakat yang sudah mengenal pendidikan formal.
Di sekolah seseorang mempelajari hal baru yang belum dikenalnya dalam keluarga. Pendidikan formal mempersiapkan anak untuk menguasai peran-peran gres di kemudian hari pada ketika beliau tidak tergantung lagi pada orangtuanya.
Menurut Robert Dreeben, yang dipelajari anak di sekolah – di samping membaca, menulis, dan mengkalkulasikan – yaitu hukum mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan spesifitas (specificity).
Di sekolah seorang anak mesti mencar ilmu untuk mampu berdiri diatas kaki sendiri. Di sekolah sebgian besar tugas sekolah harus dikerjakan sendiri dengan sarat tanggungjawab.
Ketergantungan kepada orangtua mirip di rumah tidak terjadi, guru menuntut kemandirian dan tanggungjawab pribadi bagi peran-tugas sekolah.
Peran yang dicapai dengan prestasi di sekolah ialah tugas yang menonjol. Peringkat prestasi anak di kelas hanya mampu diraih lewat prestasi. Peran sekolah dalam prestasi anak lebih besar daripada peran keluarga.
Sekolah menunut siswa untuk berprestasi, baik dalam kgiatan kurikuler maupun tambahan kurikuler. Seorang siswa didorong untuk ulet berusaha menyebarkan kesanggupan dan berkompetisi biar menjangkau kesuksesan dan menghindari kegagalan.
Keberhasilan maupun kegagalan selama di sekolah menjadi dasar bagi penentuan tugas di masa mendatang.
Aturan ketiga yang dipelajari anak di sekolah adalah universalime. Di sekolah setiap anak menerima perlakuan yang sama.
Perlakuan yang berlainan hanya dibenarkan jikalau didasarkan pada kelakuan siswa di sekolah – apakah ia berkemampuan, bersikap dan bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan sekolah.
Spesifisitas merupakan aturan keempat dan ialah kebalikan dari kekaburan (diffuseness). Di sekolah kegiatan siswa atau penilaian kepada kelakuan mereka dibatasi secara spesifik.
Kekeliruan yang dilakukan oleh seorang siswa dalam matapelajaran sosiologi, misalnya, sama sekali tidak mempengaruhi penilaian gurunya terhadap prestasinya dalam matapelajaran bahasa Indonesia.
3. Kelompok Bermain
Nah, Anda sudah mempunyai pemahaman dua biro sosialisasi yang gres kita pelajari bareng yakni keluarga dan sekolah. Marilah kita kini memahami agen sosialisasi yang ketiga yakni kalangan bermain.
Setelah mulai mampu berpergian seorang anak menemukan biro sosialisasi lain ialah teman bermain, baik yang terdiri atas kerabat atau tetangga dan sobat sekolah.
Di dalam kalangan bermain ini seorang anak mempelajari berbagai kesanggupan baru.
Di rumah seorang anak mempelajari korelasi antaranggota keluarga yang tidak sederajat, dalam golongan bermain seorang anak berguru berinteraksi dengan orang yang sederajat alasannya adalah sebaya.
Pada tahap inilah seorang anak memasuki game stage – mempelajari aturan yang mengendalikan peran orang yang kedudukannya sederajat.
Dalam golongan ini pula seorang anak mempelajari nilai-nilai keadilan, kebersamaan, tolong menolong, kerjasama, solidaritas, dan sebagainya.
Sumber: Modul P2KGS Mapel Sosiologi
Gambar: disini