Masjid Istiqlal yaitu masjid negara Republik Indonesia yang terletak di sentra ibukota Jakarta. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan masjid ini di prakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana pemancangan watu pertama, selaku tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dikerjakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal yaitu Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.
Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur bahari lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang timur masjid ini bangkit Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini mempunyai gaya arsitektur terbaru dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi pernak-pernik geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari dua ratus ribu jamaah.
Selain dipakai selaku acara ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, kegiatan sosial, dan acara umum. Masjid ini juga menjadi salah satu pesona rekreasi yang populer di Jakarta. Kebanyakan pelancong yang berkunjung lazimnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan ajaib yang beragama Islam. Masyarakat non-Muslim juga mampu berkunjung ke masjid ini setelah sebelumnya mendapat pembekalan berita tentang Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian bab yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi pemandu.
Pada tiap hari besar Islam mirip Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi’raj, Presiden Republik Indonesia senantiasa menyelenggarakan aktivitas keagamaan di masjid ini yang disiarkan secara pribadi melalui televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Masjid Istiqlal ialah masjid negara Indonesia, adalah masjid yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status terhormat ini maka masjid ini mesti mampu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Masjid ini dibangun sebagai istilah dan wujud dari rasa syukur bangsa Indonesia yang dominan beragama Islam, atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah menganugerahkan lezat kemerdekaan, terbebas dari cengkraman penjajah. Karena itulah masjid ini dinamakan “Istiqlal“ yang dalam bahasa Arab berarti “Merdeka”.
SEJARAH
Setelah perang kemerdekaan Indonesia, mulai meningkat pemikiran besar untuk mendirikan masjid nasional. Ide pembangunan masjid tercetus sehabis empat tahun proklamasi kemerdekaan. Gagasan pembangunan masjid kenegaraan ini sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia yang sejak zaman kerajaan purba pernah membangun bangunan monumental keagamaan yang melambangkan kejayaan negara. Misalnya pada zaman kerajaan Hindu-Buddha bangsa Indonesia telah berjaya membangun candi Borobudur dan Prambanan. Karena itulah di era kemerdekaan Indonesia terbit ide membangun masjid agung yang megah dan pantas menyandang predikat sebagai masjid negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Perencanaan
Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan konferensi dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, suatu gedung konferensi di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas planning pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, sekarang tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.
Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara perumpamaan menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto selaku ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun dia telat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membahas persoalan pampasan perang dikala itu.
Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan planning pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik planning tersebut, bahkan akan menolong sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.
Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik individual maupun kelembagaan dipanggil untuk turut serta dalam sayembara itu.
Terjadi perbedaan pertimbangan tentang planning lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir. H. Mohammad Hatta (Wapres RI) beropini bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan penduduk Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.
Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI dikala) menganjurkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan sentra-pusat jual beli serta erat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan kawasan-kawasan di Indonesia bahwa masjid harus selalu berdekatan dengan kraton atau dekat dengan alun-alun, dan Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun Ibu Kota Jakarta. Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.
Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih ekonomis sebab tidak akan mengeluarkan ongkos untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekeliling lokasi. Namun, setelah dilaksanakan musyawarah, alhasil ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837 dibongkar.
Sayembara Rancang Bangun Masjid
Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, berisikan para Arsitek dan Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri ialah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berjalan mulai tanggal 22 Februari 1955 hingga dengan 30 Mei 1955. Sambutan penduduk sangat mengasyikkan, tergambar dari banyaknya peminat sampai mencapai 30 penerima. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 akseptor yang menyerahkan skema dan maketnya, dan cuma 22 penerima yang memenuhi kriteria kontes.
Setelah dewan juri menilai dan mengecek, akibatnya ditetapkanlah 5 (lima) penerima sebagai nominator. Lima akseptor tersebut yaitu:
- Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan
- Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar
- Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam
- Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham
- Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab
Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri memutuskan F. Silaban selaku pemenang pertama. Penetapan tersebut dikerjakan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan suatu medali emas 75 gram dan duit Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat diberikan hadiah. Dan seluruh penerima mendapat akta penghargaan.
Pembangunan
Pemancangan tiang pertama dijalankan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan umat Islam. Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berlangsung tanpa hambatan. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak pertumbuhan. Proyek ini tersendat, sebab situasi politik yang kurang aman. Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling berselisih untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus insiden G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Tujuh belas tahun lalu, Masjid Istiqlal tamat dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh utamanya dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh milyar rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).
Pengunjung Wisata
Sebagai masjid terbesar di Kawasan Timur Asia (Asia Tenggara dan Asia Timur), Masjid Istiqlal menarik perhatian pelancong dalam dan luar negeri, utamanya turis muslim yang datang dari aneka macam penjuru Indonesia ataupun turis muslim dari luar negeri. Pengunjung muslim dapat pribadi masuk dan berbaur dengan jemaah untuk menunaikan shalat berjamaah. Wisatawan non-Muslim diperbolehkan berkunjung dan memasuki masjid ini, sehabis sebelumnya menerima pembekalan info mengenai Islam dan Masjid Istiqlal. Pengunjung non-Muslim mesti mengikuti sistem mendatangi masjid seperti melepaskan bantalan kaki serta mengenakan busana yang sopan dan patut. Misalnya pengunjung tidak diperkenankan mengenakan celana pendek atau busana yang kurang pantas (busana lengan pendek, kaus kutang atau tank top).
Arsitektur
Sebagai masjid negara Indonesia, Masjid Istiqlal diharapkan mampu memuat jamaah dalam jumlah yang besar. Karena itu arsitekturnya menerapkan prinsip minimalis, dengan mempertimbangkan keberadaannya di daerah beriklim tropis. Masjid dirancang biar udara mampu bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan tajil lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk mempermudah sirkulasi udara dan penerangan yang alami.
Tinggi: 60 meter
Panjang: 100 meter
Lebar: 100 meter
Tiang pancang: 2.361 buah
Masjid Istiqlal yang megah ini ialah bangunan berlantai dua. Lantai pertama untuk perkantoran, ruang konferensi, instalasi AC sentral dan listrik, kamar mandi, toilet dan ruang kawasan wudhu. Lantai dua, untuk shalat yang berisikan ruang shalat utama dan teras terbuka yang luas guna untuk memuat jemaah yang melimpah terutama pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Gedung utama dengan ruang shalat utama mengarah ke kiblat (Mekkah), sedangkan teras terbuka yang luas mengarah ke Monumen Nasional (Monas).
Kubah Besar
Dengan diameter 45 m, yang dibuat dari kerangka baja antikarat dari Jerman Barat dengan berat 86 ton, sementara bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter ialah simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945 sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri. Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang ditulis oleh K.H Fa’iz seorang Khatthaath senior dari Jawa Timur.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang yang dibuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton. Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 60 meter, 12 buah pilar ini ialah simbol angka kelahiran nabi Muhammad SAW yaitu 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 20 April 571 M. Seluruh bab di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 meter persegi.
Gedung Pendahuluan
Tinggi: 52 meter
Panjang: 33 meter
Lebar: 27 meter
Bagian ini memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit dua sayap teras. Luas lantainya 36.980 meter persegi, dilapisi dengan 17.300 meter persegi marmer. Jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada suatu kubah kecil, fungsi utama dari gedung ini yaitu setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga mampu dimanfaatkan sebagai ekspansi daerah shalat jika gedung utama penuh.
Teras Raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 meter terletak di sebelah kiri dan dibelakang gedung induk. Teras ini berlapis tegel keramik berwarna merah kecoklatan yang disusun membentuk shaf shalat. Teras ini dibentuk untuk memuat jamaah pada dikala shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai kawasan program-program keagamaan mirip MTQ dan pada emper tengah biasa digunakan untuk peragaan latihan manasik haji, teras raksasa ini mampu memuat sekitar 50.000 jamaah.
Tinggi badan menara marmer: 6.666 cm = 66.66 meteTinggi kemuncak (pinnacle) menara baja antikarat: 30 meteTinggi total menara: sekitar 90 meterDiameter menara 5 meter
Ruangan shalat terdapat di lantai pertama tepat di atas lantai dasar, sedangkan lantai dasar terdapat ruang wudhu, kantor Masjid Istiqlal, dan kantor banyak sekali organisasi Islam. Lantai dasar Masjid Istiqlal semuanya ditutupi oleh marmer seluas 25.000 meter persegi dipersiapkan untuk sarana perkantoran, fasilitas penunjang masjid, dan ruang multi fungsi. Gagasan semula tempat ini akan dibiarkan terbuka yang di saat-waktu mampu dipergunakan, misalnya pada ketika penyelenggaraan Festival Istiqlal I tahun 1991 dan Festival Istiqlal II tahun 1995 ruangan-ruangan multi guna di lantai dasar dan pelataran halaman Masjid dijadikan ruang pameran seni Islam Indonesia dan bazaar. Namun pasca terjadinya pengeboman di Masjid Istiqlal pada tanggal 19 April 1999 maka dilakukanlah pemagaran dan pengerjaan pintu-pintu strategis pada tahun 1999.