Tiga Pola Bid’ah Hasanah Berdasarkan Gus Baha Dalam Ceramah Nuzulul Qur’an Pbnu

Gus Baha hadir menyampaikan ceramahnya secara virtual, disebabkan ia masih mengisi ngaji kilatan posonan di pondoknya. Untuk memperbesar matera dalam goresan pena ini, penulis mengambil bahan pendukung dari aneka macam sumber literasi yang mampu dipertanggungjwabkan.

Tiga Contoh Bid’ah Hasanah Oleh Gus Baha

Dalam pengampaiannya, Gus Baha melanjutkan ceramah yang disampaikan oleh KH. Yahya Tsaquf dan KH. Syukron Makmuk wacana pentingnya Ushul Fikih dan Sanad Ilmu. Gus Baha memberikan bahwa ushul fikih merupakan ilmu yang sangat penting sekali untuk mengalisis teks berbahasa arab yang pada umumnya memiliki ruang dan waktu.
Selanjutnya dia menukil pendapat Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki yang menyampaikan bahwa tidak semua hal yang gres itu berstatus bid’ah yang sesat
Dalam Mafahim Yajibu an Tushahhah, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menerangkan,
ولا بد حينئذ من تفصيل واجب ضروري للقضية، هو أن يقولوا إن هذه البدعة الدنيوية منها ما هو خير ومنها ما هو شر كما هو الواقع المشاهد الذي لا ينكره إلا أعمى جاهل وهذه الزيادة لا بد منها
Artinya, “Tidak ada jalan lain sampai di sini kecuali menciptakan detail wajib yang bersifat dharuri untuk dilema ini, yaitu mereka mesti mengatakan, ‘Bidah duniawi ada yang mengandung kebaikan dan sebagian lagi mengandung kejelekan sebagaimana realitas yang mampu disaksikan. Tidak ada yang mengingkarinya selain orang buta yang bodoh. Tambahan (informasi) ini harus dilakukan,’”
Dalam pemaparannya, KH. Bahauddin Nur Salim memperlihatkan 3 pola hal yang tidak dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun Rasulullah tidak melarangnya bahkan menyetujuinya. Ketiga hal tersebu yakni :

1. Do’a I’tidal Yang Membuat Malaikat Rebutan Menulis Amalnya

كنَّا يومًا نُصلِّي وراءَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا رفَع رأسَه من الرَّكعةِ، قال: سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال رجلٌ وراءَه: ربَّنا ولك الحمدُ حمدًا كثيرًا طيِّبًا مبارَكًا فيه، فلمَّا انصرَف، قال: مَنِ المتكلِّمُ؟ قال: أنا، قال: رأيتُ بِضعَةً وثلاثينَ مَلَكًا يبتَدِرونها، أيُّهم يكتبُها أولُ
Artinya : “Kami dahulu shalat bermakmum terhadap Nabi shallallahu’ alaihi wasallam. Ketika ia mengangkat terhadap dari rukuk, ia mengucapkan: sami’allahu liman hamidah. Kemudian orang yang ada di belakang ia mengucapkan: robbanaa walakal hamdu, hamdan katsiiron mubaarokan fiihi (segala puji cuma bagiMu yaa Rabb. Pujian yang banyak, yang bagus lagi sarat keberkahan). Ketika akhir shalat, Nabi bertanya: ‘Siapa yang mengucapkan doa tadi?’ Lelaki tadi menjawab: ‘Saya’. Nabi bersabda: ‘Aku tadi menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut untuk saling berupaya apalagi dahulu menulis amalan tersebut’.” (HR. Bukhari no. 799).
Diantara teman ada yang membaca bacaan yang berbeda dengan bacaan Rasulullah SAW. Namun selanjutnya Nabi Muhammad SAW membenarkannya, bahkan dia menyertakan alasannya bacaan tersebut malaikat berebut untuk lebih dulu menulis amalan tersebut

2. Imam Selalu Baca Surah Al Iklash

Salah satu riwayat tersohor berkenaan dengan interaksi muslim dengan surah al-Ikhlas adalah kisah teman nabi Muhammad saw yang berkala membaca surah al-Ikhlas dalam setiap shalat. Dikisahkan bahwa hal ini ia lakukan atas dasar cinta mendalam kepada Allah swt dan dia menggemari isi kandungan surah al-Ikhlas yang menerangkan sifat-sifatnya.
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukahri dalam kitab Sahih al-Bukhari. Disebutkan bahwa Aisyah dulu nabi Muhammad saw pernah mengangkat seorang lelaki sebagai pemimpin pasukan khusus untuk melakukan suatu tugas. Alkisah, mereka melakukan peran dengan baik, namun ada insiden yang cukup janggal, yakni sang pemimpin selalu menuntaskan bacaan shalatnya dengan surah al-Ikhlas.
Sepulang dari peran, anggota pasukan khusus tersebut menceritakan kejadian yang janggal itu kepada nabi Muhammad saw. Beliau bersabda, “Tanyakanlah kepadanya, mengapa dia melaksanakan hal itu,” lalu mereka bertanya kepadanya, dan beliau menjawab, “Karena di dalamnya disebutkan sifat Tuhan Yang Maha Pemurah, dan aku suka membacakannya dalam shalatku.”
Setelah hal itu disampaikan terhadap Nabi Saw, maka dia bersabda:

أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّهُ
Artinya: “Sampaikanlah kepadanya, bahwa Allah menyukainya.”
Dalam Sahih-nya – yaitu “kitab shalat” – Imam al-Bukhari juga menyebutkan cerita lain berkenaan kecintaan salah seorang sahabat terhadap surah al-Ikhlas. Kisah ini diriwayatkan dari Ubaidillah dari Sabit, dari Anas ra. Disebutkan bahwa dahulu pernah ada seorang lelaki menjadi imam sebuah jamaah di Masjid Quba dan beliau senantiasa membaca surah al-Ikhlas pada setiap rakaat.
Selepas melakukan shalat, para sobat galau dan ingin tau kenapa sang imam membaca surah al-Ikhlas pada setiap rakaat bahkan sekalipun pada saat yang berbarengan ia juga membaca surah lain. Lantas sebagian teman nabi Muhammad saw mempunyai ide untuk menanyakan hal tersebut kepadanya dengan tujuan mencari penjelasan logis dan argumentatif.
Mereka berkata sang imam, “Sesungguhnya engkau sudah membaca surat ini (surah al-Ikhlas), namun kelihatannya engkau merasa tidak cukup dengannya, kemudian engkau baca surat lainnya sebagai pemanis. Maka alangkah lebih baik bila engkau baca surat ini saja, atau engkau lewati surat ini dan membaca surat lainnya tanpanya.”
Lelaki itu menjawab, “Aku tidak akan meninggalkannya (surah al-Ikhlas) apapun karena. Jika kalian mau menjadikan diriku sebagai imam kalian, maka saya akan tetap melakukannya. Dan jikalau kalian membenci, maka saya tak maumenjadi imam kalian.” Mereka kemudian tetap menjadikannya selaku imam, sebab lelaki ini yakni orang yang paling mulia diantara mereka, dan mereka tidak suka jika diimami oleh selainnya.
Pada suatu ketika, nabi Muhammad saw berkunjung kepada para jamaah masjid Quba. Mereka kemudian memanfaatkan momen ini untuk bertanya terhadap dia tentang peristiwa yang mereka alami. Setelah menyimak dengan saksama, nabi muhammad saw kemudian mengundang sang imam untuk menunjukkan klarifikasi.
Beliau berkata, “Hai Fulan, apakah yang mencegahmu hingga tidak mau melaksanakan apa yang diminta oleh sobat-temanmu, dan mengapa engkau selalu membaca surat ini dalam tiap rakaat shalatmu?” Lelaki itu menjawab, “Aku menyukainya.” Mendengar jawaban tersebut, ia lantas bersabda:
حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
Artinya : “Kecintaanmu terhadap surat (al-lkhlas) ini dapat memasukkanmu ke dalam nirwana.” (Sahih al-Bukhari).

3. Terompah Bilal Di Surga Sebab Sholat Shunah Wudhu’

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ لِبِلاَلٍ: «يَا بِلاَلُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ في الجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْرًا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،وَهَذَا لَفْظُ البُخَارِي.
«الدَّفُّ» بِالفَاءِ: صَوْتُ النَّعْلِ وَحَرَكَتُهُ عَلَى الأَرْضِ، واللهُ أعْلَم.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata terhadap Bilal, “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku perihal satu amalan yang engkau lakukan di dalam Islam yang paling engkau kehendaki pahalanya, alasannya saya mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling saya inginkan pahalanya ketimbang aku bersuci pada waktu malam atau siang niscaya aku melaksanakan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang sudah ditetapkan untukku.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafal hadits ini yaitu milik Bukhari) [HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715]. Ad-daffu ialah bunyi sandal dan gerakannya di atas tanah, wallahu a’lam.

Demikianlah ketiga teladan yang disebutkan oleh Gus Baha dalam pendalaman hadis tentang bid’ah yang hasanah.