Salah Kaprah Tentang Kebahagiaan Oleh Ust Felix Siauw

Salah Kaprah Tentang Kebahagiaan oleh Ust Felix Siauw Salah Kaprah Tentang Kebahagiaan oleh Ust Felix Siauw

Berbicara tentang kebahagiaan, banyak orang salah kaprah perihal kebahagiaan. Salah kaprah yang pertama, orang menilai bahwa kebahagiaan itu ada urusannya dengan materi padahal tidak ada sama sekali. Kadang-kadang orang tua kita pun, atau kita kita sendiri sebagai orang renta suka salah kaprah. “Dik berguru yang benar ya dan besok jadi orang sukses” Itu kata orang tuanya.

Maksud dari berhasil itu apa sih?

Kaya? Gajinya dua digit, bisa ngajak orang tuanya berlibur ke mancanegara, puya rumah dan kendaraan beroda empat elok. Tapi pernah tidak orang renta bilang ke anaknya “Dik mencar ilmu yang bagus biar nanti mampu berhasil, nganterin ibu-bapakmu ke surganya Allah” Apakah ada orang renta yang berkata mirip itu? 

Bahkan jika ada anaknya berkata “Mah saya pengen pergi ke pesantren”. Lalu orang tuanya malah menjawab “Ngapain pergi ke pesantren. lah kamu kan pinter”

Seolah-olah orang yang pergi ke pesantren itu orang-orang yang telah nggak pinter, yang udah hancur. “Ngapain jadi ustadz, hidupmu giamana nanti?”

Seolah-olah sukses itu hanya urusan dunia. Ketika melihat orang yang keluar dari kendaraan beroda empat BMW dengan orang yang keluar dari Beca, maka orang-orang akan menganggap bahwa yang lebih mulia ialah orang yang keluar dari kendaraan beroda empat BMW. Selalu begitu.

Sukses senantiasa dihubungkan dengan dunia, tidak ada urusannya dengan kebahagiaan.

Contohnya begini, kemarin sekitar tahun 2006 atau 2004 ada kabar bahwa ada seorang eksekutif perusahaan kendaraan beroda empat hyundai mati bunuh diri dengan cara meloncat dari lantai 33. Padahal kita lihat beliau mempunyai uang, istri, anak, rumah serta kendaraan. Berarti orang yang memiliki banyak uang belum tentu senang, mampu jadi kita yang tak memiliki uang justru lebih bahagia daripada orang yang punya banyak uang.

  Rasulullah Benar, Bangun Pagi Kunci Kesuksesan | The 5 AM Club

Ada orang yang waktu mudanya tidak mempunyai uang, dikala ingin makan masakan apapun beliau tidak jadi sebab tak punya duit. Setelah beliau telah punya uang, dia bisa membeli kuliner apapun tetapi dia tidak boleh makan asal-asalan alasannya kolestrol, asam urat, darah tinggi dan sebagainya. Pas nggak punya uang pengen makan tidak bisa membelinya, setelah punya uang pengen makan namun tidak mampu makan. Nah, mampu jadi kita yang kere-kere ini lebih bahagia alasannya adalah tidak dipusingkan dengan kolestrol ataupun diabetes.

Kebahagiaan tidak ada relevansinya dengan bahan, orang yang beli kasur tapi belum pasti bisa tidur. 

Jadi, kebahagiaan tidak ada dalam permasalahan bahan. Itu problem yang pertama. Kesalahan kedua, orang salah kaprah bahwa kebahgiaan itu bisa dicapai dengan cara bermaksiat terhadap Allah SWT.

Maka kita tegaskan di dalam islam itu sederhana. Rasul katakan orang yang beriman itu abnormal alasannya seluruh perkara baginya adalah baik. Kalau ia mampu kesulitan ia bersabar. Kalau dia mendapatkan fasilitas beliau bersukur. Dan kata rasulullah itu hanya ada pada orang yang beriman. Kalau orang-orang indonesia kira-kira begitu tidak? Dikasih hujan mengeluh, dikasih kemarau juga mengeluh. Ini semua terjadi sebab ada dilema dalam keimanan dan ketaatannya.