Anutan Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016-2019

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) ialah tema “menciptakan ekosistem sekolah dan penduduk berbudaya baca-tulis serta cinta sastra” dan dengan moto “mari menjadi bangsa pembaca”  yang dikutip menurut Bidang Pembelajaran Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayan 2016 – 2019. pelajarancg.blogspot.com

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar: Logo Gerakan Literasoi Nasional (GLN) Kemendikbud
menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar: Maskot Gerakan Literasoi Nasional (GLN) Kemendikbud

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan suatu gerakan besar, yakni Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini ialah implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti. Pemerintah menyadari bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi daerah yang tenteram bagi siswa dan guru. Sekolah menjadi daerah nyaman jikalau siswa, guru, dan tenaga kependidikan di sekolah membiasakan sikap dan sikap aktual selaku cerminan insan Pancasila yang berbudi pekerti luhur. Demikian juga halnya dengan lingkungan masyarakat. Pemerintah yang menjadi bab dalam pendidikan huruf bangsa merasa harus ikut ambil bagian dalam gerakan ini tolong-menolong dengan masyarakat membuat ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berorientasi penumbuhan akal pekerti.

Budi pekerti ditumbuhkan dengan penyesuaian menerapkan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Pembiasaan hal-hal baik yang ingin ditumbuhkan antara lain (1) internalisasi perilaku moral dan spiritual dengan bisa menghayati hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dengan sikap akhlak untuk menghormati sesama makhluk hidup dan alam sekitar, (2) ketekunan menjaga semangat kebangsaan dan kebinekaan, dan (3) penghargaan kepada keunikan peluangsiswa untuk dikembangkan dengan mendorong siswa gemar membaca dan berbagi minat yang sesuai dengan potensi dan bakatnya untuk memperluas cakrawala pengetahuan di dalam berbagi dirinya sendiri.

Sejalan dengan itu, jauh sebelum Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 ditetapkan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 (5) pun telah menyatakankan bahwa mencerdaskan bangsa dilakukan melalui pengembangan budaya baca, tulis, dan hitung bagi segenap warga masyarakat.

Untuk menumbuhkan akal pekerti dan untuk melakukan amanat mencerdaskan bangsa, pada tanggal 18 Agustus 2015, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini mengambil tema “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti”. Untuk mewujudnyatakan gerakan pemerintah ini, dibutuhkan banyak pinjaman dalam bentuk acara senada. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan peran bahasa selaku penumbuh kecerdikan pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melakukan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (selanjutnya disingkat GNLB) dengan tema “membuat ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra” dan dengan moto “mari menjadi bangsa pembaca” Gerakan ini dijalankan berdasarkan pemahaman bahwa mencar ilmu tidak cuma dijalankan di sekolah.

Dengan dasar inilah acara ini menjangkau tidak cuma siswa dan guru di sekolah, tetapi juga anak-anak dan pegiat di komunitas baca. Selain itu, GNLB ini juga didasari kesadaran untuk mengembangkan indeks literasi sekolah anak Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa pembaca.

1.2 Landasan Hukum

Landasan aturan yang mendasari acara ini ialah selaku berikut.

  1. UUD 1945 amendemen Bab XV Pasal 36 ihwal kedudukan bahasa Indonesia
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan
  4. UU Nomor 24 Tahun 2010 wacana Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 wacana Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
  6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan kegiatan GNLB dibagi ke dalam tujuan lazim dan tujuan khusus.

Tujuan Umum

Secara umum acara ini bertujuan menciptakan ekosistem sekolah dan penduduk yang berbudaya baca-tulis serta cinta sastra.

Tujuan Khusus

Kegiatan yang melibatkan sekolah dan komunitas baca ini bertujuan khusus menciptakan budaya literasi di sekolah dan budaya literasi masyarakat. Literasi sekolah bermaksud menciptakan ekosistem sekolah yang berbudaya baca-tulis. Literasi penduduk bertujuan membuat lingkungan penduduk yang berbudaya baca-tulis.

1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan GNLB pada tahun 2016 ini dilaksanakan di 34 provinsi di Indonesia bagi siswa kelas IV, V, dan VI pada sekolah dasar model dan juga bagi belum dewasa berusia 10 – 12 tahun yang tergabung dalam kelompok baca versi.

Dalam kegiatan ini tugas serta guru sangat diharapkan untuk mengondisikan siswa nyaman dan senang membaca dongeng bermuatan akal pekerti sebelum kelas dimulai. Di samping itu, peran serta orang bau tanah, pelopor kelompok baca, pegiat literasi, atau fasilitator juga diharapkan untuk mengarahkan anak- anak membaca kisah bermuatan akal pekerti.

1.5 Manfaat

Kegiatan ini diharapkan tidak cuma memberi faedah pada pembiasaan hal-hal yang akan menimbulkan sekolah dan masyarakat menjadi sekolah literasi dan penduduk literasi namun juga pada penumbuhan budaya baca tulis. Manfaat ini akan tampak dalam beberapa hal berikut:

  • tersedianya materi literasi yang bersumber dari kearifan bangsa, adalah bahan literasi yang bersumber dari cerita rakyat di semua daerah Indonesia;
  • kian banyak anak dengan kecerdikan pekerti yang terus tumbuh dengan tingkat literasi tinggi;
  • semakin banyak guru/pengajar yang mampu menumbuhkan akal pekerti siswa/akseptor didiknya alasannya tingkat literasinya pun mengalami peningkatkan;
  • adanya sekolah dengan ekosistem literasi yang mampu menjadi versi bagi sekolah lainnya;
  • adanya komunitas baca di penduduk yang membangun budaya literasi sehingga komunitas baca itu menjadi model bagi komunitas baca lain dan masyarakat di daerah komunitas itu ada menjadi penduduk yang berbudaya literasi; dan
  • adanya kegiatan yang membantu siswa, anak-anak, guru, dan pegiat komunitas baca untuk menyebarkan pengalaman terbaik supaya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tinggi Literasinya.

BAB 2 KONSEP DAN PENDEKATAN

2.1 Konsep

2.1.1 Literasi

Secara umum, literasi dapat diartikan selaku keberaksaraan, yaitu kesanggupan seseorang membaca dan menulis. Seseorang dibilang literate apabila beliau mempunyai pengetahuan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh lewat membaca dan menulis mampu dimanfaatkan bagi diri sendiri dan perkembangan bangsa.

Budaya literasi ialah kebiasaan berpikir yang dibarengi oleh suatu proses membaca-menulis yang pada kesudahannya akan mengarah kepada cara berpikir kritis, cara pemecahan persoalan, pengembangan ilmu wawasan, dan penciptaan sebuah karya. Budaya literasi dapat tumbuh alasannya adalah di dalam kegiatan pembelajaran siswa diajak untuk menulis apa yang dia lihat, dengar, dan pikirkan sehingga timbul wangsit-wangsit yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi bentuk literasi yang lebih tinggi.

Untuk membantu pengembangan literasi, ada tiga komponen yang beraksi secara dinamis dan berkelanjutan, yaitu motivasi, pembelajaran membaca- menulis, dan membaca-menulis berdikari. Tanpa adanya motivasi, pembelajaran membaca-menulis dan membaca-menulis mampu berdiri diatas kaki sendiri terasa tidak berjiwa sebab tidak ada pendorong atau penyemangat seseorang dalam mengembangkan literasinya. Begitu pula, tanpa pembelajaran membaca-menulis, motivasi dan membaca-menulis mampu berdiri diatas kaki sendiri tidak akan terarah dengan baik.

2.1.2 Literasi Sekolah

Sekolah intinya merupakan tempat individu belajar dalam ranah formal. Oleh karena itu, proses Literasi lewat acara berguru-mengajar bahwasanya sudah terjadi di Sekolah. Literasi sekolah dalam kaitannya dengan GNLB memerlukan suasana yang dirancang dan dikondisikan.

Tumbuhnya budi pekerti dalam diri siswa di sekolah mampu terjadi kalau mereka menerima acuan dari aneka macam sumber yang mampu menjadi idolanya. Idola yang akan mereka teladani itu bisa guru/tenaga pendidik/orang akil balig cukup akal yang ada di sekeliling mereka. Idola atau tokoh yang mereka teladani itu juga mampu berbentuktokoh di dalam dongeng rakyat.

  Kumpulan Puisi Biar Pacar Tidak Marah Lagi Keren

Siswa atau bawah umur yang sudah mengikuti gerakan literasi lewat pembiasaan membaca buku bacaan selain bahan pelajaran selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai juga dapat menjadi contoh dan idola bagi siswa dan bawah umur lainnya. Siswa dan anak-anak yang menjadi idola atau pola tersebut ialah siswa dan anak-anak yang berada di dalam lingkungan yang konkret dan terliterasi. Sekolah Literasi diharapkan menjadi kawasan aktual yang menciptakan generasi penerus yang berbudi pekerti luhur.

Untuk merealisasikan hal itu, diharapkan kerja sama beberapa pihak, seperti kepala sekolah, guru, siswa, bahkan orang bau tanah. Alokasi waktu untuk membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai disosialisasikan oleh kepala sekolah. Sosialisasi tidak cuma kepada guru dan siswa, namun juga terhadap orang tua siswa. Pada pelaksanaannya, guru bertindak sebagai pendamping dan pengarah siswa, sedangkan orang bau tanah sebagai pendukung dan penggeraknya.

2.1.3 Literasi Masyarakat

Untuk mewadahi belum dewasa yang tidak bisa bersekolah supaya tetap mampu menjadi generasi terliterasi, kegiatan GNLB menjangkau pula ranah luar sekolah, yaitu komunitas baca. Sebagaimana di sekolah, tumbuhnya kecerdikan pekerti dalam diri anak-anak di komunitas baca juga dapat terjadi bila mereka mendapat pola dari banyak sekali sumber yang mampu menjadi idola bagi mereka. Tenaga pendidik, orang sampaumur yang ada di sekeliling mereka, atau tokoh di dalam dongeng rakyat dibangun menjadi idola mereka melalui acara ini.

Anak-anak yang telah mengikuti gerakan literasi ini akan menjadi teladan bagi anak-anak yang lain. Mereka dibutuhkan dapat menularkan hal-hal positif yang diperolehnya dari proses literasi tersebut kepada anak- anak lain di sekitarnya. Untuk itu, perlu tugas aktif aneka macam pihak, seperti tokoh/pejabat setempat, pegiat atau aktivis kelompok baca, dan anak-anak anggota kelompok baca, serta orang renta mereka. Tokoh atau pejabat berwenang setempat menyosialisasikan acara literasi ini dan penggagas kelompok baca mendampingi bawah umur anggota kelompoknya untuk menjalani proses literasi ini. Sementara itu, orang renta atau keluarga dari belum dewasa tersebut mendukungnya.

2.2 Pendekatan

GNLB menerapkan acara utama, adalah praktik membaca dan mengambil amanat aksara dan kecerdikan pekerti dari bacaan tersebut untuk diresapi dan diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk merealisasikan hal itu, dilakukanlah pendekatan proses, yakni bagaimana siswa di sekolah atau anak-anak di komunitas baca bisa mengambil sari dari bacaan yang dibacanya sampai berkembang huruf berbudi pekerti luhur pada diri mereka.

Di dalam kegiatan utama GNLB terdapat pula tahapan pendekatan andragogi, ialah pendekatan pendidikan, pembinaan, dan bimbingan sehingga iklim berguru yang dibangun memikirkan rancangan diri dan pengalaman berguru siswa/anak. Tahapan ini dijalankan dalam aktivitas pelatihan fasilitator literasi. Tujuannya yakni supaya akseptor pembinaan yang ialah guru sekolah dasar dan aktivis literasi dari komunitas baca mampu membelajarkan literasi yang sempurna kepada siswa di sekolah dan bawah umur di komunitas baca mereka.

2.2.1 Metode

Sebagaimana tujuan aktivitas ini, tantangan terkait literasi sekolah dan penduduk ialah bagaimana merealisasikan sekolah dan masyarakat selaku sebuah ekosistem yang berbudaya baca-tulis dan cinta sastra. Budaya baca-tulis dan cinta sastra yang identik dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, melalui acara ini “dilepaskan” dari konteks itu dan dibiasakan dalam acara sehari-hari mereka, bagi siswa di sekolah dijalankan melalui membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai, sedangkan bagi belum dewasa di kelompok baca dilakukan dalam waktu yang lebih fleksibel.

Dengan menggunakan buku materi latih literasi yang telah disiapkan, guru atau penggerak kelompok baca melakukan pendampingan dan pengarahan terhadap siswa/anak dengan aktivitas utama dalam hal ini ialah merangsang kemauan membaca.

Membaca naratif ialah salah satu kegiatan dalam kerangka GNLB ini. Membaca naratif dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk praktik membaca seperti membaca lantang (reading aloud), membaca senyap (sustained silent reading), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), dan membaca mampu berdiri diatas kaki sendiri (independent reading).

Literasi juga menyangkut pada acara menulis. Pada acara ini, kegiatan meringkas teks dan mengonversi teks dijalankan tidak lepas dari buku materi asuh literasi yang menjadi pegangan utama. Meringkas teks dan mengonversi teks dapat diwujudkan dengan menulis terpandu (guided writing). Dalam pengembangan ini diharapkan siswa/anak telah mampu memberi contoh yang bermuatan kebijaksanaan pekerti luhur dari dongeng-dongeng rakyat dalam materi bimbing literasi yang dibacanya tersebut.

2.2.2 Media

Kemajuan dalam teknologi isu dan komunikasi mempermudah orang di mana pun dalam mengakses isu dan berkomunikasi. Kemajuan ini juga dimanfaatkan dalam aktivitas GNLB.

Bahan literasi yang digunakan kebanyakan yaitu buku cetak. Selain menggunakan buku cetak, GNLB juga akan mempergunakan media digital untuk penyebarluasan bahan literasi. Media digital dipakai agar gampang dalam menyebarluaskan bahan literasi. Namun, media literasi dalam format digital masih sungguh terbatas.

Keterbatasan bahan literasi dalam bentuk digital perlu ditindaklanjuti dengan mengalihmediakan buku- buku cetak yang tersedia ke dalam bentuk digital. Selain itu, agar buku cetak (yang biasanya berupa kisah rakyat itu) dapat digunakan selaku media pembelajaran, pengerjaan media pembelajaran berdasarkan buku-buku tersebut perlu dijalankan, antara lain dalam bentuk video pembelajaran dan aplikasi android. Video pembelajaran akan menolong guru dan juga siswa untuk lebih mengerti manfaat kisah rakyat dalam menumbuhkan akal pekerti. Aplikasi android akan membuat siswa atau bawah umur lebih tertarik untuk terus membaca buku juga menulis sebagai tindak lanjutnya.

BAB 3 PETA JALAN LITERASI

3.1 Pelibatan Publik

Rendahnya indeks literasi (budaya baca-tulis) siswa Indonesia sebagaimana yang dilansir aneka macam lembaga survei internasional yakni duduk perkara bangsa. Oleh sebab itu, ikhtiar memaksimalkan indeks literasi bangsa Indonesia, bukan cuma masalah orang individual atau institusi tertentu. Diperlukan sebuah gerakan masif yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan dalam upaya membangun budaya baca tulis. Oleh sebab itu, GNLB tidak mampu hanya dilakukan oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Pihak lain, baik perorangan maupun lembaga mesti menjadi pelibat, mirip sekolah, dinas pendidikan di daerah, komunitas pegiat baca, sekolah tinggi tinggi, akademisi, sastrawan, dan duta bahasa. Pelibatan publik penting, tidak cuma untuk menyebabkan GNLB selaku sebuah gerakan, tetapi juga membuat gerakan penumbuhan budaya baca-tulis (budaya literasi) ini menjadi kesibukan dan perhatian berbagai unsur bangsa.

3.2 Pemodelan, Penguatan, dan Peluasan

GNLB dilakukan Pusat Pembinaan bersama 30 Balai dan Kantor Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam periode waktu empat tahun, 2016 – 2019. Tahun 2016 yakni tahun pemodelan dengan mengambil satu sekolah dasar dan satu komunitas pegiat baca di 34 provinsi di Indonesia sebagai percontohan. Di tamat tahun 2016, GNLB dievaluasi untuk kebutuhan penguatan dan peluasan dalam jangka waktu 2017 – 2019.

Secara skematis, empat tahun pelaksanan GNLB selaku gerakan penumbuhan budaya literasi di sekolah dan penduduk dengan fokus sekolah dasar dan komunitas pegiat baca, mampu dibaca pada ragaan 1 berikut.

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar Ragaan 1. Peta jalan Pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id

Ragaan 1 tentang peta jalan di atas memperlihatkan bahwa GNLB mengikuti tiga tahap dan empat langkah. Langkah penyediaan bahan literasi dan training fasilitator yaitu langkah awal dan kedua, sedangkan pembelajaran literasi adalah langkah ketiga dan merupakan tahap pelaksanaan. Selanjutnya, olimpiade literasi nasional selaku langkah keempat yaitu tahap evaluasi dan tindak lanjut.

Hasil penilaian GNLB tahun 2016 memberi catatan bagi penguatan dan peluasan yang akan dikerjakan pada tahun 2017 – 2019. Target-sasaran penguatan dan peluasannya digambarkan dalam ragaan 2 berikut.

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar Ragaan 2. Target penguatan dan ekspansi GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id

3.3 Evaluasi

Setelah olimpiade literasi nasional yang mengambil tajuk ‘kampung literasi’ dikerjakan, evaluasi atas pelaksanaan GNLB tahun 2016 dilakukan. Evaluasi dimaksud meliputi (1) pernyiapan materi dan fasilitator literasi, (2) keefektifan model pembinaan kandidat fasilitator literasi, (3) pelaksanan pembelajaran literasi, (4) pelaksanaan olimpiade literasi nasional, (5) sinergi dalam pelibatan publik,dan (6) kemedaian pendanaan.

Hasil evaluasi atas enam bagian dimaksud akan memberi masukan penting bagi penguatan dan peluasan penyelenggaran GNLB di tahun 2017 untuk dilanjutkan tahun 2018 dan tahun 2019.

BAB 4 BAHAN LITERASI

4.1 Penyediaan Bahan Literasi

Penyediaan materi literasi merupakan bab tidak mampu dipisahkan dari GNLB. Dalam hal penumbuhan budi pekerti, adaptasi yang dilaksanakan untuk kesempatandiri siswa/penerima latih secara utuh dengan pewajiban memakai lima belas menit sebelum kegiatan belajar dimulai untuk membaca buku selain buku pelajaran. Bahan bacaan yang tersedia ada banyak dan sangat beragam. Namun, tidak semua materi bacaan yang tersedia di toko buku atau yang telah dimiliki oleh siswa itu sejalan dengan tujuan gerakan literasi yang mengacu pada semangat penumbuhan kebijaksanaan pekerti. Agar sejalan dengan tujuan gerakan penumbuhan kecerdikan pekerti, bahan bacaan selain buku pelajaran tersebut perlu disediakan.

  Puisi Menjelang Hari Pernikahan - Oleh Titik Wulandari

Penyediaan bahan literasi yang mau digunakan untuk membuat budaya literasi di sekolah dan di masyarakat dapat dikerjakan dengan beberapa cara. Cara tersebut antara lain yaitu:

  • pemilihan materi bacaan yang cocok dengan tujuan gerakan menurut buku yang sekarang ada di sekolah dan di penduduk ;
  • penyelarasan buku berupa dongeng rakyat yang sekarang ada di sekolah dan penduduk dengan tujuan penumbuhan budi pekerti; untuk itu diadakan penulisan ulang buku yang bersumber dari dongeng rakyat; dan
  • penulisan kisah rakyat yang mencerminkan nilai-nilai kasatmata sehingga dapat mendukung dan menyukseskan GNLB untuk menumbuhkan kecerdikan pekerti.

Penyediaan bahan literasi ini akan menciptakan acuan/versi bahan bacaan. Bahan bacaan itu akan sampai kepada pembaca atau penggunanya dalam media buku dan media lain yang memanfaatkan teknologi berita dan komunikasi.

4.1.1 Jenis

Secara biasa , dalam imbauan membaca lima belas menit sebelum kelas dimulai terdapat ketentuan buku yang dipakai yaitu buku nonpelajaran yang bermuatan kasatmata. Buku-buku itu dapat berbentukmajalah, buku cerita, komik, novel, dan sebagainya.

Pada kegiatan GNLB tahun 2016, jenis buku yang dijadikan materi literasi adalah buku kisah rakyat. Buku- buku tersebut diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

4.1.2 Isi

Gerakan Literasi Sekolah didasari semangat penumbuhan kecerdikan pekerti. Bahan literasi yang disusun akan disebarluaskan terhadap penduduk lewat sekolah dan komunitas baca. Bahan literasi tersebut haruslah berisi hal konkret atau hal yang menimbulkan pembacanya konkret sehingga budi pekerti terus tumbuh. Dengan demikian, bahan literasi yang tersedia hendaknya berisi hal yang sejalan dengan landasan GNLB, ialah penumbuhan kecerdikan pekerti.

Budi pekerti yakni tingkah laku atau perangai yang faktual yang menenteng kebaikan dalam kehidupan. Budi pekerti ini menjadi dasar dalam etika, tata krama, sikap dalam berhubungan dengan sesama insan, mencar ilmu, dan dalam bekerja. Berdasarkan asal katanya, akal pekerti dimaknai selaku perbuatan atau tingkah laku yang didasari pikiran yang baik. Kaprikornus, secara umum, segala hal yang berkaitan dengan perbuatan atau tingkah laris yang didasari ajaran yang baik mesti menjadi isi materi literasi.

Secara khusus, berdasarkan Permendikbud ihwal Penumbuhan Budi Pekerti, bahan literasi mesti berisi nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Isi tersebut memampukan siswa/belum dewasa mempunyai/bertindak untuk:

  • internalisasi sikap budpekerti dan spiritual, adalah bisa menghayati kekerabatan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan perilaku etika untuk menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar;
  • kesabaran mempertahankan semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, adalah mampu terbuka kepada perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan kelompok, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan langkah-langkah bareng selaku satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia;
  • interaksi sosial kasatmata antara akseptor ajar dengan figur orang akil balig cukup akal di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu bisa dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga penduduk di lingkungan sekolah, dan orang tua;
  • interaksi sosial nyata antarpeserta didik, ialah kepedulian terhadap keadaan fisik dan psikologis antarteman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;
  • memelihara lingkungan sekolah, yakni melaksanakan gotong-royong untuk menjaga keselamatan, ketertiban, ketentraman, dan kebersihan lingkungan sekolah;
  • penghargaan terhadap keunikan potensi akseptor ajar untuk dikembangkan, yakni mendorong akseptor ajar gemar membaca dan membuatkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri; dan
  • penguatan tugas orang tua dan unsur penduduk yang terkait, yaitu melibatkan peran aktif orang tua dan komponen penduduk untuk ikut bertanggung jawab menemani acara adaptasi perilaku dan perilaku nyata di sekolah.

4.1.3 Reproduksi Teks

Cerita yang dimiliki oleh rakyat Indonesia yang diturunkan secara ekspresi secara bebuyutan sudah menjadi salah satu media yang dipakai oleh nenek moyang kita untuk menanam dan menumbuhkan budi pekerti terhadap anak-cucunya. Cerita rakyat itu sebagian sudah dituliskan, sebagian lagi masih meningkat secara lisan di penduduk dan belum dituliskan dan dibukukan.

Upaya menuliskan cerita mulut menjadi salah satu langkah yang dilakukan Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam aktivitas GNLB ini. Di samping itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (semenjak bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kemudian Pusat Bahasa) sudah menciptakan ratusan buku dongeng rakyat. Tidak semua cerita rakyat ditulis dengan sasaran pembaca yang khusus dan dengan tujuan khusus tertentu. Oleh alasannya itu, diharapkan penelaahan untuk mengenali kesesuaian cerita rakyat itu dengan tujuan GNLB ini. Ketidaksesuaian cerita rakyat yang ada dengan penumbuhan akal pekerti ditindaklanjuti dengan penulisan ulang atau reproduksi kisah rakyat. Penulisan ulang khususnya dijalankan oleh penulis yang sama, tetapi dengan kriteria yang tepat dengan adaptasi nyata dalam penumbuhan budi pekerti.

4.2 Kriteria Bahan Literasi

Bahan literasi berupa dongeng rakyat yang dipakai dalam aktivitas GNLB ini mempunyai standar tertentu. Kriteria tersebut diadaptasi dengan tujuan pelaksanaan acara ini. Hal itu diuraikan pada subbab berikut.

4.2.1 Jenjang Pendidikan

Bahan literasi berbentukbuku cerita rakyat disusun berdasarkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan SMA. Perbedaan antara ketiganya yaitu pada muatan isi dan jumlah halaman. Muatan isi dalam hal ini diadaptasi dengan pertumbuhan jiwa siswa atau anak seusia Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengan Atas. Adapun jumlah halaman buku cerita rakyat untuk SD adalah 30 halaman, untuk SMP yakni 45 halaman, dan untuk Sekolah Menengan Atas ialah 60 halaman.

4.2.2 Materi Bacaan

Cerita rakyat yang ialah materi bacaan dalam acara GNLB ini mengandung aksara dan kecerdikan pekerti tokoh-tokohnya. Hal itu dibutuhkan mampu memengaruhi pembacanya sehingga terbentuk pula abjad dan budi pekerti yang bagus pada mereka.

Dalam buku-buku tersebut juga terkandung salah satu dari empat tema utama, ialah tokoh, sejarah, daerah, dan alam. Tema tokoh, misalnya Malin Kundang; tema sejarah, contohnya Sejarah Klenteng Ancol; tema kawasan, contohnya Keajaiban Sumur Tujuh; dan tema alam, misalnya Asal-Usul Pohon Kayu di Bali.

4.3 Penyusunan Bahan Ajar Literasi

Dalam kaitannya dengan implementasi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015, acara membaca lima belas menit oleh siswa di sekolah atau anak-anak di komunitas baca membutuhkan pendampingan. Pendampingan tersebut dilakukan oleh guru dan atau penggerak golongan baca. Oleh sebab itu, diharapkan materi khusus, yaitu berupa materi asuh literasi. Bahan tersebut dimanfaatkan biar tujuan acara membaca lima belas menit sebelum kelas dimaulai itu dapat tercapai.

Adapun bentuk-bentuk materi latih literasi yaitu selaku berikut.

1. Buku kisah rakyat yang dilampiri dengan lampiran yang menyatu dengan buku cerita rakyat pada halaman belakang. Lampiran tersebut berisi tiga butir pertanyaan yang membangkitkan siswa/anak untuk mendapatkan karakter dan akal pekerti yang dibangun dalam cerita.

2. Buku hasil kerja siswa/anak yang menunjukkan rekaman acara membaca siswa/anak dari hari ke hari.

4.4 Pengalihmediaan Bahan Literasi

Teknologi yang semakin berkembang memungkinkan dibuatnya bermacam-macam media literasi. Bahan cerita rakyat tidak saja dicetak dalam bentuk buku, namun juga mampu dialihmediakan ke dalam bentuk lain, adalah buku elektro dalam aplikasi android serta video animasi (tanpa narasi dan percakapan) untuk pembelajaran membaca dan menulis.

BAB 5 PELATIH FASILITATOR DAN FASILITATOR LITERASI

5.1 Pelatih Fasilitator

Pelatih fasilitator berasal dari dosen yang berlatar belakang pembelajaran bahasa atau pembelajaran sastra dan sastrawan yang mempunyai pengalaman dalam pelatihan menulis. Pemilihan atau penetapan instruktur fasilitator berdasarkan curriculum vitae atau riwayat keminatan akademik dan pengalaman dalam training atau pendampingan acara yang berkaitan dengan proses kreatif membaca dan menulis.

5.2 Fasilitator Literasi

Fasilitator literasi yakni guru di sekolah dasar, guru di komunitas pegiat baca, dan duta bahasa yang dihasilkan oleh Badan Bahasa.

5.3 Mekanisme Penyeleksian Fasilitator Literasi

Fasilitator literasi direkrut dari guru sekolah dan guru komunitas pegiat baca kawasan kegiatan pembelajaran literasi serta duta bahasa dari provinsi. Mekanisme penerimaannya adalah (1) meminta kepala sekolah dan komunitas pegiat baca mengusulkan satu guru yang dinilai kompeten, (2) kepala balai/kantor setempat memilih dua duta bahasa yang pernah mewakili provinsi dan menetapkan satu guru komunitas baca, (3) pernyataan kesediaan dan janji calon fasilitator (guru di sekolah, guru di komunitas baca, dan duta bahasa) dalam bentuk tertulis dalam melakukan peran-peran sebagai fasilitator dalam GNLB.

  Puisi untuk seseorang yang tak terlupakan

5.4 Model Pelatihan Fasilitator

Oleh sebab fasilitator literasi yakni orang cukup umur, pembinaan ini mengadopsi pembelajaran andragogi. Tiga ciri penting pembelajaran andragogi, ialah (1) semua penerima pelatihan ialah pembelajar, (2) instruktur ialah fasilitator yang memfasilitasi, dan (3) training yakni “proses mengalami bareng ” pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan gres.

Metodenya yaitu metode diskusi dan curah pemikiran (brain storming), dengan teknik-teknik training yang dilaksanakan secara sekuensis (urut- waktu) selaku berikut: (1) pengenalan teori perihal literasi dan orientasi teks materi asuh; (2) pemberian tugas membaca teks (narasi) dengan cara meringkas, mengkonversi dan mengkonstrusi ulang; (3) menampilkan hasil dalam diskusi bareng akseptor kemudahan untuk perbaikan dan pematangan hasil; dan (4) penyusunan bahan literasi secara bareng bagi pelaksanaan pembelajaran literasi di sekolah dan komunitas.

Secara sekuensi, versi pembinaan digambarkan dalam ragaan 3 berikut.

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar  Sekuensi training kandidat fasilitator pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id

BAB 6 MEKANISME PELAKSANAAN

6.1 Pembelajaran Literasi

Setelah materi asuh literasi simpulan disusun, pembelajaran literasi siap dikerjakan. Namun, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa untuk menjalankan kegiatan lima belas menit membaca buku non-pelajaran sebelum kelas dimulai, diharapkan pendamping dari komponen guru atau aktivis kalangan baca. Untuk itu, perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang mendukung pembelajaran literasi, yang diawali dengan training fasilitator literasi biar mereka mempunyai pemahaman yang sama kepada pembelajaran literasi.

6.1.1 Pelatihan Fasilitator Literasi

Pelatihan fasilitator literasi yang dimaksud adalah training terhadap guru atau pelopor golongan baca. Pelatihan ini bertujuan memahamkan mereka bagaimana penerapan GNLB ini di sekolah dan komunitas baca. Peserta pada pembinaan ini terdiri atas guru, penggagas kalangan baca, dan duta bahasa yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia.

Materi yang diberikan pada training ini meliputi bahan membaca naratif, meringkas teks, konversi teks, dan bermain tugas. Materi tersebut diberikan oleh pakar dari universitas, sastrawan, dan narasumber dari Badan Bahasa.

6.1.2 Pembelajaran Literasi

Pembelajaran literasi mengandung materi membaca naratif, meringkas teks, konversi teks, dan bermain peran. Membaca naratif, seperti telah dikemukakan di atas, dapat memakai beberapa teknik. Pertama, membaca lantang. Dalam hal ini fasilitator literasi dapat memakai bacaan yang terdapat dalam buku tersebut dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang benar sehingga setiap siswa mampu mendengarkan dan menikmati ceritanya.

Kedua, membaca senyap. Pada membaca senyap, fasilitator literasi memberikan kebebasan terhadap siswa untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri sehingga mereka dapat menuntaskan membaca bacaan tersebut. Kemudian, fasilitator literasi memberi teladan sikap membaca dalam hati yang baik sehingga siswa/anak mampu memajukan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Ketiga, membaca bersama. Pada membaca bareng , terdapat tiga hal yang mampu dikerjakan. Pertama, fasilitator literasi mampu membaca dan siswa/anak mengikutinya. Kedua, fasilitator literasi membaca dan siswa/anak menyimak sambil menyaksikan bacaan yang tertera pada buku. Ketiga, siswa/anak membaca bergiliran. Sementara itu, pada membaca terpandu, semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang serupa. Fasilitator literasi menyampaikan pertanyaan yang juga telah ada dalam buku bahan didik literasi itu dan meminta siswa/anak menjawabnya.

Terakhir, membaca mampu berdiri diatas kaki sendiri. Pada membaca mandiri, siswa/anak bertanggung jawab kepada bacaan yang dipilihnya sehingga tugas fasilitator literasi kini menjadi seorang pengamat, fasilator, dan pemberi respon.

Di samping membaca naratif, diberikan pula teknik konversi teks dan meringkas teks. Kedua hal itu tergolong ke dalam menulis terpandu, tugas fasilitator literasi yaitu selaku fasilator yang membantu siswa/anak mendapatkan apa yang ingin ditulisnya dari buku dongeng yang dibacanya dan bagaimana menuliskannya kembali dengan terang, sistematis, dan menawan. Fasilitator literasi bertindak sebagai pendorong dan pemberi usulan.

Pembelajaran bermain tugas dilakukan dalam rangka mempraktikkan apa yang ada dalam dongeng rakyat itu ke dalam pertunjukan panggung sandiwara. Fasilitator literasi mengarahkan siswa/anak untuk membentuk kelompok dan berlatih memerankan tokoh-tokoh dan memainkan cerita rakyat tersebut dalam pementasan. Dari situ diperlukan siswa/anak kian memahami muatan kebijaksanaan pekerti dalam sebuah kisah.

6.1.2.1 Pembelajaran Literasi di Sekolah Model
Sekolah model adalah sekolah yang dibina untuk melakukan pembelajaran literasi. Dari sekolah versi ini diharapkan pada kala mendatang mampu pula terealisasi kegiatan serupa di sekolah-sekolah lain. Komponen yang terlibat di sini yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua dengan tugas masing-masing.

Pembelajaran literasi yang dikerjakan di sekolah model, sebagaimana dijelaskan di atas, berisi materi membaca, menulis, dan bermain peran. Materi itu disampaikan oleh guru dengan cara pendampingan kepada siswa. Pada karenanya diperlukan tumbuh kebiasaan membaca yang hendak mengembangkan potensi diri dan akan menumbuhkan kebijaksanaan pekerti pada diri siswa.

6.1.2.2 Pembelajaran Literasi di Komunitas Model
Komunitas baca model adalah komunitas baca yang dibina untuk melakukan pembelajaran literasi di penduduk . Komunitas baca model ini dibutuhkan mencetak bawah umur berkarakter akal pekerti luhur dengan kebiasaan membaca. Sejalan dengan pembelajaran literasi sekolah versi, Pembelajaran literasi yang dikerjakan di komunitas baca model, juga berisi bahan membaca, menulis, dan bermain tugas. Materi itu disampaikan oleh aktivis komunitas baca dan duta bahasa dengan cara pendampingan terhadap belum dewasa.

6.2 Olimpiade Literasi Nasional

Olimpiade dimaknai dengan pertandingan. Awalnya, olimpiade dijalankan sebatas pada olahraga, tetapi penggunaannya kemudian meluas. Muncullah olimpiade sains, olimpiade fisika, olimpiade matematika, olimpiade geografi, dan sebagainya. Pada tahapan puncak kegiatan GNLB, diadakan acara Olimpiade Literasi Nasional di suatu Kampung Literasi.

Olimpiade literasi ini bersifat nasional sebab diikuti oleh wakil dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Wakil- wakil tersebut yakni guru dan siswa`yang berasal dari 34 sekolah dasar model serta aktivis baca dan seorang anak usia 10—12 tahun yang berasal dari 34 komunitas baca versi. Selain akseptor dan panitia, bagian yang terlibat dalam olimpiade ini meliputi narasumber dari bagian pendidik, sastrawan, seniman seni peran, dan dari Badan Bahasa.

Ada beberapa kegiatan dalam Olimpiade Literasi Nasional ini, ialah kontes membaca naratif, kontes meringkas teks, kontes mengonversi teks, lomba bermain tugas, dan ada pula klnik literasi.

6.2.1 Lomba Membaca Naratif

Lomba membaca naratif dalam hal ini ialah lomba membaca kisah. Peserta diminta tampil membaca dongeng dengan sumber dongeng rakyat dari derah masing- masing. Jika ada, penerima boleh membawa kelengkapan yang dipersiapkan oleh masing-masing akseptor untuk mendukung pembacaan ceritanya itu.

Lomba membaca naratif ini diadakan khusus untuk siswa/anak.

Bagan Penilaian Lomba Membaca Naratif

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar Bagan penilaian lomba membaca naratif pelaksanaan GNLB
Sumber: gln.kemdikbud.go.id

6.2.2 Lomba Meringkas Teks

Yang dilaksanakan dalam lomba meringkas teks yakni menulis ulang sebuah cerita dengan lebih ringkas. Tentu hal ini diawali dengan membaca dan memahami isinya, kemudian menuangkannya kembali dengan bahasa sendiri dan dalam jumlah kata yang jauh lebih minim dari aslinya.

Pada aktivitas ini, peserta diberi buku yang berlawanan dari kawasan asalnya, kemudian diberi waktu untuk membaca, dan dilanjutkan dengan membuat ringkasan. Kegiatan ini diikuti oleh guru, penggagas kelompok baca dan juga siswa/anggota kelompok baca.

Bagan Penilaian Lomba Meringkas Teks

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019
Gambar Bagan penilaian meringkas teks
sumber: gln.kemdikbud.go.id

6.2.3 Lomba Konversi Teks

Lomba yang lain yang digelar pada Olimpiade Literasi Nasional ialah konversi teks. Para peserta diminta membaca suatu buku dongeng untuk kemudian menghasilkan teks gres dengan cara merekonstruksi dan mengonversi teks kisah rakyat menjadi teks gres dengan genre yang berlainan. Lomba konversi teks ini hanya diikuti oleh guru, penggagas kelompok baca, dan duta bahasa.

Bagan Penilaian Konversi Teks

menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019

6.2.4 Lomba Bermain Peran

Bermain peran atau sandiwara ialah salah satu kegiatan yang dilombakan dalam Olimpiade Literasi nasional ini. Pada lomba ini, akseptor dikelompokkan menjadi enam golongan, yaitu dua kelompok mewakili kawasan Indonesia bab Barat, dua kelompok mewakili wilayah Indonesia bagian Tengah, dan dua kelompok mewakili daerah Indonesia bagian Timur. Tiap-tiap golongan terdiri atas guru, aktivis kelompok baca, siswa, dan belum dewasa dari kalangan baca. Tiap-tiap kalangan itu dilatih untuk memainkan sandiwara yang mengangkat dongeng dari tiga daerah Indonesia tersebut. Cerita telah ditentukan sebelumnya oleh panitia.

Bagan Penilaian Lomba Bermain Peran
menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca PEDOMAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL LITERASI BANGSA 2016-2019

6.2.5 Klinik Literasi

Klinik literasi merupakan suatu “anjungan” bahasa dan sastra yang di dalamnya terdapat tim mahir bahasa dan sastra dari Badan Bahasa. Peserta Olimpiade Literasi Nasional berkesempatan mengunjungi klinik literasi ini pada ketika-ketika tertentu, misalnya untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan GNLB, kebahasaan, dan kesastraan yang ditugaskan oleh narasumber, atau untuk kepentingan menambah pengetahuan langsung.

BAB 7 PENUTUP

Kegiatan GNLB yang diawali tahun 2016 ini diharapkan mampu menjadi model bagi pelaksanaan gerakan literasi dari tahun ke tahun sehingga benar- benar tercipta ekosistem sekolah dan penduduk berbudaya baca-tulis serta cinta sastra. Dengan demikian, pembangunan aksara dan penumbuhan akal pekerti siswa dan bawah umur Indonesia mampu mewujud kasatmata. Hasil pelaksanaan GNLB 2016 akan dievaluasi untuk dijadikan bahan bagi penguatan dan peluasan pelaksanaan GNLB tahun 2017 sampai 2019.

DAFTAR PUSTAKA

Untuk Artikel Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016 – 2019 diatas Anda mampu download dengan format pdf di situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di link: http://118.98.227.114/glnsite/wp-content/uploads/2017/09/Pedoman-GLNB-2016-2019.pdf

Demikian Artikel pelajarancg.blogspot.com semoga berguna!!!