Materi Pendukung Literasi Digital – Gerakan Literasi Nasional (Gln) Kemendikbud

Pengertian Definisi Arti – Berdasarkan kata sambutan menteri pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) yang ditandatangani oleh Bpk Muhadjir Effendy September 2017 wacana Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sejarah peradaban umat insan memberikan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun cuma dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif meningkatkan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan cuma duduk perkara bagaimana sebuah bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa mempunyai kecakapan hidup agar mampu berkompetisi dan bersanding dengan bangsa lain untuk membuat kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menawarkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga dapat memenangi kompetisi global.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia mesti mampu berbagi budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup kala ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan penduduk . Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi penerima asuh, namun juga bagi orang tua dan seluruh warga penduduk . Enam literasi dasar tersebut meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Pintu masuk untuk membuatkan budaya literasi bangsa yaitu melalui penyediaan bahan bacaan dan kenaikan minat baca anak. Sebagai bagian penting dari penumbuhan kebijaksanaan pekerti, minat baca anak perlu dipupuk sejak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, disokong dengan ketersediaan bahan bacaan yang berkualitas dan terjangkau, akan mendorong penyesuaian membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) dapat ditumbuhkembangkan.

 Berdasarkan kata sambutan menteri pendidikan dan kebudayaan  MATERI PENDUKUNG LITERASI DIGITAL - GERAKAN LITERASI NASIONAL (GLN) KEMENDIKBUD

Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan penduduk ), semenjak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) selaku bab dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia perjuangan, dan kementerian/ lembaga lain. Pelibatan ekosistem pendidikan semenjak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan bahan pendukung, hingga pada kampanye literasi sangat penting agar kebijakan yang dilakukan sesuai dengan harapan dan keperluan masyarakat. GLN dibutuhkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan hingga ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.

Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan selaku acuan untuk merealisasikan ekosistem yang kaya literasi di seluruh kawasan Indonesia. Penghargaan yang tinggi aku sampaikan terhadap tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak cuma bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggagas dan pelakunya, namun juga bagi penduduk dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.

Dibawah Anda Akan menemukan:

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Digital

BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat

BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
3.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digitaldi Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
4.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
5.2.3 Perluasan Akses Internet di Ruang Publik
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
5.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 6 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Isi

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI

1.1 Tantangan dan Peluang

Indonesia ialah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet paling besar di dunia. Menurut hasil riset yang dikerjakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per permulaan 2015 ialah 88,1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini berkembang sebanyak 51 persen dalam periode waktu satu tahun.

Perkembangan dunia digital mampu menimbulkan dua segi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya perlengkapan digital dan terusan akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus potensi . Salah satu kehawatiran yang muncul yaitu jumlah generasi muda yang mengakses internet sungguh besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda pasti meresahkan banyak pihak dan fakta memberikan bahwa data terusan anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi per hari rata-rata mencapai 25 ribu orang (Republika, 2017). Belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau berita hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media umum. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang renta, yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam merencanakan generasi era ke-21, generasi yang mempunyai kompetensi digital.

Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor menawarkan bahwa generasi muda yang memiliki keterampilan untuk mengakses media digital, dikala ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak disokong dengan bertambahnya bahan/berita yang disajikan di media digital yang sungguh bermacam-macam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia dikala ini, kemajuan jumlah media tercatat meningkat pesat, yaitu meraih sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers cuma sekitar 243 media. Dengan demikian, penduduk dengan mudah mendapatkan informasi dari banyak sekali media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya informasi tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari makin merosotnya budaya baca penduduk yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran banyak sekali gawai (gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.

Di segi lain, kemajuan media digital menawarkan peluang, mirip meningkatnya kesempatan bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja baru berbasis media digital, dan pengembangan kesanggupan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang mampu dimanfaatkan adalah hadirnya ekonomi kreatif dan usaha-perjuangan baru untuk membuat lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah menyaksikan ini sebagai peluang untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce meraih USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce memperlihatkan peluang terhadap perusahaan untuk memajukan penjualan barang dan jasa secara global, meminimalisir waktu dan biaya penawaran spesial dari barang dan jasa yang dipasarkan sebab tersedianya berita secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital semakin bertambah, mirip ojek atau taksi daring, media sosial analisis, dan pemasaran media umum.

Selain itu, peralatan dan jaringan internet yang ada bisa dijadikan media yang dapat menolong mereka untuk membuatkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi mampu dijadikan media mediator untuk menuju praktik literasi yang mampu menciptakan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, aktivitas menulis di blog langsung mampu diarahkan untuk mengumpulkan tulisan untuk kemudian mampu dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan tulisan dengan tema tertentu yang diambil dari blog pribadi. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial bisa diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan wacana sesuatu yang erat dengan mereka.

1.2 Pentingnya Literasi Digital

Sejak zaman dahulu, literasi telah menjadi bagian dari kehidupan dan kemajuan insan, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah insan hanya membaca tandatanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan insan, dari tidak mengenal tulisan sampai melahirkan pedoman untuk menciptakan kodekode dengan angka dan karakter sehingga insan dibilang makhluk yang mampu berpikir. Pemikiran tersebut risikonya melahirkan sebuah kebudayaan. Proses pertumbuhan literasi berasal dari mulai dikenalnya goresan pena yang pada dikala itu memakai perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen adalah alat tulis pengganti kertas yang dibentuk dari kulit binatang (mirip biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen umumnya dipakai untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang dipakai oleh penduduk dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.

Pada awal 5 Masehi interaksi insan dalam proses literasi telah mengenal salin tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, contohnya, ditemukan mesin cetak, kertas, kamera, dan kenaikan ilmu jurnalistik. Koran sudah diketahui dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan gosip. Kebutuhan akan isu yang cepat menciptakan transisi teknologi kian pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, fasilitas yang dipakai untuk memberikan gosip jarak jauh dengan segera, akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi arahan (sandi morse) yang ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell memperoleh telepon; telepon berasal dari dua kata, yaitu tele ‘jauh‘ dan phone ‘bunyi‘ sehingga telepon berarti sebuah alat komunikasi berupa suara jarak jauh. Kebutuhan akan berita yang sangat cepat menciptakan persaingan dan penemuan yang luar biasa di dunia digital. Pada awal tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola penduduk dunia, seiring dengan peningkatan dan pertumbuhan banyak sekali teknologi audio visual. Proses menampilkan berita ternyata tidak cukup menyanggupi kebutuhan penduduk saat itu. Kebutuhan alat untuk menciptakan, merancang, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sungguh dinantikan, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer.

  Puisi Maulid Nabi Muhammad SAW - Oleh Masayu Sechmaida

Perkembangan teknologi tidak hanya berupa komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa pertumbuhan yang pesat juga terjadi pada sisi perangkat lunak. Pada permulaan pemakaian komputer, aplikasi yang dipakai berbasis teks. Sejak ditemukannya metode operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi penunjang yang mampu dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang saat ini banyak beredar menjawab kebutuhan penduduk di dunia berupa fasilitas mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan peningkatan jaringan internet yang hebat.

Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang diharapkan untuk dapat ikut serta di dunia modern kini ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang berkembang dengan terusan yang tidak terbatas dalam teknologi digital mempunyai contoh berpikir yang berlawanan dengan generasi sebelumnya. Setiap orang hendaknya mampu bertanggung jawab terhadap bagaimana menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya ketika ini semakin dipenuhi konten berbau info bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang menghancurkan ekosistem digital dikala ini cuma bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu.

Menjadi literat digital mempunyai arti mampu memproses aneka macam berita, dapat mengetahui pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud tergolong membuat, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan melakukan pekerjaan sesuai dengan hukum adat, dan mengetahui kapan dan bagaimana teknologi mesti digunakan semoga efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap banyak sekali imbas konkret dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari pelanggan info yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai bab dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan menemukan pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial.

Literasi digital akan membuat tatanan masyarakat dengan contoh pikir dan persepsi yang kritis-inovatif. Mereka tidak akan gampang termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban gosip hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya penduduk akan cenderung aman dan aman. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bantu-membantu. Keberhasilan membangun literasi digital ialah salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP

2.1 Pengertian Literasi Digital

Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kesanggupan untuk mengetahui dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menunjukkan pemahaman gres mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi gosip. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro makin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di penduduk . Namun, literasi informasi gres menyebar luas pada dekade 1990-an manakala isu kian gampang disusun, diakses, disebarluaskan lewat teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada usulan Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, mengetahui, dan menyebarluaskan gosip.

Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? “Apa itu Digital Literasi” (2011) menyampaikan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, ialah selaku berikut.

  1. Kultural, adalah pengertian ragam konteks pengguna dunia digital;
  2. Kognitif, adalah daya pikir dalam menilai konten;
  3. Konstruktif, ialah reka cipta sesuatu yang andal dan konkret;
  4. Komunikatif, ialah mengerti kinerja jejaring dan komunikasi didunia digital;
  5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
  6. Kreatif, melakukan hal gres dengan cara gres;
  7. Kritis dalam merespon konten; dan
  8. Bertanggung jawab secara sosial.

Aspek kultural, berdasarkan Belshaw, menjadi komponen terpenting karena memahami konteks pengguna akan menolong aspek kognitifdalam menganggap konten. Dari beberapa usulan di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk memakai media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam mendapatkan, mengecek, menggunakan, menciptakan berita, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, pintar, cermat, tepat, dan patuh aturan dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital

Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kesanggupan mengetahui perangkat-perangkat teknologi, gosip, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari bagian masyarakat sejalan dengan pertumbuhan budaya serta pelayanan publik berbasis digital. Literasi TIK diterangkan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya diketahui dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pengertian wacana teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kesanggupan teknis. Kedua, menggunakan Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu faktor wawasan, seperti kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan berita digital secara optimal.

Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, ialah merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari aktivitas literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berhubungan dengan pendidikan. Oleh alasannya itu, literasi digital ialah kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kesanggupan bersosialisasi, kesanggupan dalam pembelajaran, dan mempunyai perilaku, berpikir kritis, inovatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.

Prinsip dasar pengembangan literasi digital, antara lain, selaku berikut.

1. Pemahaman
Prinsip pertama dari literasi digital yaitu pemahaman sederhana yang meliputi kesanggupan untuk mengekstrak ide secara implisit dan ekspilisit dari media.

2. Saling Ketergantungan
Prinsip kedua dari literasi digital adalah saling ketergantungan yang dimaknai bagaimana suatu bentuk media berafiliasi dengan yang lain secara potensi, metaforis, ideal, dan harfiah. Dahulu jumlah media yang sedikit dibentuk dengan tujuan untuk mengisolasi dan penerbitan menjadi lebih gampang ketimbang sebelumnya. Sekarang ini dengan begitu banyaknya jumlah media, bentuk-bentuk media diharapkan tidak cuma sekadar berdampingan, namun juga saling melengkapi satu sama lain.

3. Faktor Sosial
Berbagi tidak hanya sekadar fasilitas untuk menawarkan identitas eksklusif atau distribusi isu, tetapi juga mampu menciptakan pesan tersendiri. Siapa yang membagikan gosip, terhadap siapa berita itu diberikan, dan lewat media apa informasi itu berikan tidak hanya dapat menentukan keberhasilan jangka panjang media itu sendiri, tetapi juga mampu membentuk ekosistem organik untuk mencari gosip, membuatkan informasi, menyimpan berita, dan kesannya membentuk ulang media itu sendiri.

4. Kurasi
Berbicara ihwal penyimpanan informasi, mirip penyimpanan konten pada media sosial melalui sistem “save to read later” ialah salah satu jenis literasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk mengetahui nilai dari suatu berita dan menyimpannya supaya lebih gampang diakses dan mampu bermanfaat jangka panjang. Kurasi tingkat lanjut harus memiliki potensi selaku kurasi sosial, seperti melakukan pekerjaan sama untuk mendapatkan, menghimpun, serta mengorganisasi isu yang bernilai.

Pendekatan yang mampu dijalankan pada literasi digital mencakup dua faktor, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berkonsentrasi pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berkonsentrasi pada kesanggupan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak dapat diabaikan.

Sumber Gambar: Gerakan Literasi Nasional (GLN) kemendikbud

Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang mencakup keahlian, rancangan, pendekatan, dan sikap. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang memerlukan kreativitas dan penemuan pada dunia digital.

2.3 Indikator Literasi Digital

2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah

  1. Basis Kelas
    • Jumlah pembinaan literasi digital yang dibarengi oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
    • Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam aktivitas pembelajaran; dan
    • Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam memakai media digital dan internet.
  2. Basis Budaya Sekolah
    • Jumlah dan kombinasi materi bacaan dan alat peraga berbasis digital;
    • Frekuensi peminjaman buku bernuansa digital;
    • Jumlah kegiatan di sekolah yang mempergunakan teknologi dan isu;
    • Jumlah penyajian isu sekolah dengan memakai media digital atau situs laman;
    • Jumlah kebijakan sekolah perihal penggunaan dan pemanfaatan teknologi berita dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
    • Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
  3. Basis Masyarakat
    • Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
    • Tingkat keterlibatan orang renta, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi digital.

2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga

  1. Meningkatnya jumlah dan kombinasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya frekuensi kanal anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
  5. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam banyak sekali acara di keluarga; dan
  6. Jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berpengaruh pada keluarga.

2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat

  1. Meningkatnya jumlah dan kombinasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki setiap akomodasi publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital saban hari;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh penduduk setiap hari;
  4. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan bahan bacaan literasi digital;
  5. Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
  6. Meningkatnya jumlah aktivitas literasi digital yang ada di penduduk
  7. Meningkatnya partisipasi aktif penduduk dalam acara literasi digital;
  8. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan mempunyai pengaruh pada penduduk ;
  9. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam menawarkan susukan informasi dan layanan publik;
  10. Meningkatnya pengertian masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
  11. Meningkatnya angka ketersediaan susukan dan pengguna (melek) internet di sebuah daerah; dan
  12. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan memiliki pengaruh pada penduduk .

BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH

3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah

1. Basis Kelas

  • Meningkatnya jumlah training literasi digital yang disertai kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
  • Meningkatnya intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam acara pembelajaran; dan
  • Meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
  Puisi Akhir Desember

2. Basis Budaya Sekolah

  • Jumlah dan kombinasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
  • Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
  • Jumlah acara di sekolah yang mempergunakan teknologi dan informasi;
  • Jumlah penyajian isu sekolah dengan memakai media digital atau situs laman;
  • Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi isu dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
  • Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi isu dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.).

3. Basis Masyarakat

  • Jumlah fasilitas dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
  • Tingkat keterlibatan orang bau tanah, komunitas, dan forum dalam pengembangan literasi digital.

3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah

Literasi digital sekolah harus dikembangkan selaku mekanisme pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan metode berguru mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan wawasan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.

3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

Penguatan pemain film atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada training kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan perihal literasi digital. Pelatihan-training tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi isu dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, contohnya, kepala sekolah dan pengawas diberikan pelatihan tentang penggunaan media digital dalam administrasi sekolah, guru diberikan pembinaan ihwal pemanfaatan media digital dalam pembelajaran, serta akseptor latih didorong untuk memakai teknologi isu dan komunikasi secara pandai dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan literasi digital di lingkungan sekolah.

3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu

Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu di sekolah menjadi kebutuhan yang harus dikerjakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dalam masa digital menuntut pembaharuan dan penambahan wawasan baru di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut mampu meningkatkan jumlah dan ragam sumber berguru berkualitas bagi warga sekolahnya, khususnya untuk peserta ajar. Beberapa hal yang bisa dijalankan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar berkualitas terkait literasi digital di lingkungan sekolah adalah selaku berikut.

1. Penambahan Bahan Bacaan Literasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu jantung pengetahuan sekolah. Penambahan bahan bacaan literasi dalam aneka macam bentuk sumber mencar ilmu perlu ditingkatkan. Misalnya, menawarkan bahan bacaan bertemakan digital, menyediakan bahan bacaan dalam bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga selaku sumber berguru terkait dengan literasi digital.

2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif selaku Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru dapat menggunakan situs ruangguru.com atau mencar ilmu.indonesiamengajar.org atau situs lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah mampu memakai situs sahabatkeluarga. kemdikbud.go.id atau sekolahaman.kemdikbud.go.id selaku sumber mencar ilmu untuk pengembangan sekolah.

3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif selaku Sumber Belajar Warga
Sekolah Aplikasi-aplikasi edukatif yang mampu dipakai oleh warga sekolah adalah Jelajah Seru, Anak Cerdas, 101 lagu Anak-Anak, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru mampu mengarahkan penerima bimbing untuk menggunakan aplikasiaplikasi tersebut untuk menambah pengetahuan dan kreativitas. Guru juga dapat mengaitkan aplikasi-aplikasi tersebut dalam pembelajaran.

4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading yakni fasilitas yang dapat dipakai warga sekolah dalam menyediakan sumber isu dan untuk berguru. Dalam kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah mampu mengisi konten mading dengan halhal bertemakan digital atau memanfaatkan teknologi info dan komunikasi untuk memperoleh isu dalam pembuatan karyanya.

3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet di Sekolah
Penyediaan komputer dan terusan internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam pertumbuhan ilmu pengatahuan pada masa digital ini. Sumber berguru yang diharapkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sungguh cepat dan efisien. Kebutuhan warga sekolah terutama peserta bimbing dalam mempelajari ilmu teknologi isu dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet di sekolah.

2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan berita digital di beberapa titik strategis di lingkungan sekolah mampu membantu warga sekolah dalam mendapatkan info dan wawasan gres. Kontenkonten kemajuan ilmu wawasan dunia, fakta-fakta sains sederhana, informasi-gosip terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain sebagainya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan warga sekolah.

3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

1. Sharing Session
Sharing session mampu dikerjakan dengan memanggil pakar untuk mengembangkan bagaimana mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para ahli, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berhubungan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di sekolah mampu memajukan literasi digital warga sekolah lewat banyak sekali aktivitas yang mengasyikkan, seperti pada kelas ilham dan kelas menyebarkan. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat diadaptasi dengan kebutuhan warga sekolah.

2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini yaitu pemerintah pusat, pemerintah tempat, dunia perjuangan dan industri, relawan pendidikan, dan media. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di sekolah dapat dilakukan dalam aneka macam bentuk, contohnya, menciptakan kegiatan literasi digital dalam bentuk bazar karya akseptor didik dalam hal literasi digital, menyediakan fasilitas dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.

3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat
Forum bareng antara sekolah, orang tua, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah telah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang renta dan masyarakat dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, khususnya yang hendak berdampak akseptor asuh, perlu diadaptasi dengan kemajuan teknologi isu dan komunikasi yang makin mutakhir. Misalnya, dengan memakai media umum, komunikasi antara orang tua dan sekolah dapat terjalin dengan baik dan cepat. Forum bersama juga dapat mengimbau orang bau tanah untuk terlibat dalam menertibkan akseptor latih dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.

3.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pengembangan Sistem Adminstrasi secara Elektronik (manajemen-e)
Sekolah membuatkan sistem administrasi secara digital lewat penyediaan aplikasi atau format yang memudahkan sekolah dalam mengadministrasikan segala keperluan sekolah. Misalnya, dalam mencatat data akseptor asuh, daftar pengeluaran sekolah, dan lain-lain. Petugas administrasi sekolah juga dilatih dengan kemampuan dalam mengelola manajemen dengan mempergunakan tata cara manajemen berbasis elektronik.

2. Pembuatan Kebijakan Sekolah tentang Literasi Digital
Pembuatan kebijakan sekolah terkait dengan pemanfaatan teknologi dan media digital mampu mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru diwajibkan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, memakai aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang renta, mengimbau peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan saluran gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengelola perpustakaan sekolah dengan mempergunakan teknologi dan media digital, dan mengorganisir sarana prasarana perihal teknologi yang bagus dan terencana.

BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA

4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Keluarga

Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga khususnya bagi bawah umur yakni untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, inovatif, dan nyata dalam memakai media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang renta juga diharapkan mampu secara bijak dan sempurna mengarahkan dan membuatkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu, penguatan budaya literasi di keluarga juga mengembangkan kesanggupan anggota keluarga dalam memakai dan mengurus media digital (teknologi berita dan komunikasi) secara bijak, pandai, cermat, dan sempurna untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga dengan lebih harmonis serta untuk menerima info yang berguna bagi keperluan keluarga. Akan namun, sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik ialah sebagai berikut.

  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya frekuensi kanal anggota keluarga kepada penggunaan internet secara bijak;
  5. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai acara di keluarga; dan
  6. Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan mempunyai pengaruh pada keluarga.

4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga

Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang renta alasannya orang bau tanah harus menjadi contoh literasi dalam memakai media digital. Orang tua mesti menciptakan lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, khususnya dengan anak. Membangun interaksi antara orang tua dan anak dalam pemanfaatan media digital dapat berbentukdiskusi, saling menceritakan pemanfaatan media digital yang faktual. Langkah berikutnya dalam taktik pengembangan literasi digital dalam keluarga ialah mengenalkan materi dasar yang diberikan kepada anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, dan anak, antara lain, dengan melakukan hal-hal berikut.

4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

Penyuluhan tentang internet sehat kepada orang tua. Penguatan literasi digital untuk orang renta mampu dijalankan lewat penyuluhan, pelatihan, dan pelatihan wacana bagaimana memakai internet sehat. Orang tua diajarkan menggunakan situs yang kondusif yang mampu dipakai oleh anak, diajarkan cara menggunakan media umum dengan bijaksana, cara mengoptimalkan internet dalam mencari info dan wawasan, dan sebagainya.

4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu

1. Penyediaan Bahan Bacaan Terkait Media Digital di Rumah
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bernuansa teknologi info dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.

2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama pada anak dapat menjadi sumber pengetahuan. Orang tua wajib menyaring program-program yang patut ditonton dan didengar oleh anak. Dari acara televisi dan radio yang edukatif tersebut anak juga mendapatkan materi pembelajaran dan acara literasi yang mengasyikkan di keluarga.

3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif selaku Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif mampu digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang renta dapat memakai situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau situs yang lain untuk mengembangkan wawasan diri terkait dengan keluarga. Anak dapat membuka situs dan aplikasi untuk menambah pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, mirip aplikasi anak cerdas, tebak gambar, permainan matematika, atau situs mirip kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.

4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya penting dalam kemajuan ilmu pengatahuan pada kala digital ini. Sumber mencar ilmu yang diharapkan mampu diperoleh dengan menggunakan susukan internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi info dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet yang ada di rumah. Orang renta dan anak dapat mengikuti kelas daring perihal bermacam-macam wawasan dan keahlian.

  Pola Film Tutorial Dan Konseling

2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio mampu dipakai sebagai sumber isu dan pengetahuan bagi anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan acara televisi dari banyak sekali jalan masuk dunia lewat TV kabel. Dengan demikian, anggota keluarga mempunyai banyak pilihan untuk memilih stasiun TV dan acara yang mampu membuatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.

4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

Sharing Session
Sharing session mampu dilakukan dengan memanggil pakar, praktisi, dan relawan yang disokong oleh pemerintah pusat, pemerintah tempat, dunia perjuangan dan industri, relawan pendidikan, dan mediauntuk membuatkan berita perihal cara mereka mengaplikasikanteknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.

Pelibatan para ahli, praktisi, dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatannya teknologi info dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing session mampu dilakukan lewat kegiatan yang ada di sekolah dan penduduk , namun fokus pembahasannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada keluarga.

4.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan kesepakatan atau hukum keluarga terkait denganpemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan diri anggota keluarga utamanya anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan susukan gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu tertentu.

2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana pengembangan literasi (keselamatan dan keamanan media digital). Pendampingan keluarga terutama orang bau tanah terhadap anak dalam memakai alat elektro dan mengakses internet di rumah menjadi hal yang sangat penting di tengah bebasnya arus info. Orang tua harus mendampingi anak dalam hal menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah, mengawasi fitur yang boleh dipakai dan dihentikan dipakai, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media umum, memastikan gosip yang didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, menjaga semoga anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video yang mampu menyakiti orang lain, dan lain-lain.

BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT

5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

Kecerdasan bermedia di masyarakat sangat penting. Saat ini penggunaan media digital di dunia telah menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi gosip. Pertumbuhan media digital memungkinkan pergantian sikap masyarakat. Keterbukaan gosip di media sosial tidak disertai dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada.

Tujuan literasi digital di penduduk adalah mengedukasi masyarakat dalam mempergunakan teknologi dan komunikasi dengan memakai teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan untuk memperoleh, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan menciptakan berita secara bijak dan inovatif. Selain itu, literasi digital juga bermaksud untuk menggunakan media digital secara bertanggung jawab, mengenali faktor-faktor dan konsekuensi aturan terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 wacana Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu diketahui meliputi dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan acara-acara produktif, keselamatan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan. Selain itu, terdapat juga target spesifik yang ingin diraih selaku berikut.

  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki setiap akomodasi publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital setiap hari;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat saban hari;
  4. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, forum atau instansi dalam penyediaan materi bacaan literasi digital;
  5. Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
  6. Meningkatnya jumlah aktivitas literasi digital yang ada di masyarakat;
  7. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam aktivitas literasi digital;
  8. Meningkatnya jumlah training literasi digital yang aplikatif dan berefek pada penduduk ;
  9. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam menunjukkan akses isu dan layanan publik;
  10. Meningkatnya pengertian penduduk terkait penggunaan internet dan UU ITE;
  11. Meningkatnya angka ketersediaan kanal dan pengguna (melek) internet di suatu tempat; dan
  12. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan memiliki dampak pada masyarakat.

5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat

5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator

1. Pelatihan Penggunaan Aplikasi atau Perangkat Digital
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di era digital saat ini sangatlah penting. Untuk itu perlu pembinaan atau sosialisasi terhadap para pegiat literasi atau yang memiliki hobi membaca buku untuk memiliki aplikasi, mirip Goodreads, Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon berakal (ponsel pintar) yang mereka miliki.

2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil goresan pena saat ini sungguh beragam, mirip menuangkan tulisan pada blog, Facebook, situs gosip daring, dan sebagainya. Untuk itu pelatihan menulis, memiliki akun, serta cara menuangkan tulisan pada akun tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi supaya tulisan yang sudah dibuat dapat dibaca oleh banyak orang.

3. Pelatihan Penggunaan Perangkat atau Aplikasi Internet yang Bijaksana
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi mampu dilaksanakan lewat seminar atau training ihwal cara memakai internet sehat. Pegiat diajarkan cara memakai media sosial dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar konten goresan pena yang nyata, dapat menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang ditemukan supaya tidak menebar gosip bohong (hoaks), mengoptimalkan internet dalam mencari berita dan pengetahuan yang memiliki kegunaan untuk penduduk , dan sebagainya.

4. Sosialisasi Bahan Referensi perihal Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik perlu disosialisasikan kepada masyarakat lewat para pegiat literasi. Penggunaan info yang sungguh bebas perlu ditunjang dengan aturan yang ada biar setiap orang dapat memajukan ajaran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi isu seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab. Selain itu, adanya sosialisasi hukum ini dapat menawarkan rasa kondusif, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi isu.

5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu

1. Penyediaan Sumber Belajar tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang Publik
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bernuansa teknologi gosip dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, seperti stasiun, terminal, bandara, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan umum. Selain itu, sumber berguru berupa salinan lunak atau berita digital juga perlu diperbanyak dan ditaruh pada fasilitas umum yang tersedia, misalnya, komputer atau layar digital yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses lewat komputer dan gawai.

2. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, mirip pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Blackberry Messenger telah dimiliki oleh sebagian besar penduduk . Pemanfaatan media umum ini dapat dipakai selaku penyebaran info dan pengetahuan sebagai bentuk sumber berguru penduduk . Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan gosip dan wawasan yang dibuat atau yang diperolehnya.

5.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar

1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan kanal internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam kemajuan ilmu wawasan pada masa digital ini. Sumber mencar ilmu yang diperlukan mampu diperoleh dengan memakai terusan internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan masyarakat dalam menemukan pengetahuan dan mengasah keahlian mesti ditunjang oleh kesediaan oleh terusan internet yang ada di masyarakat. Misalnya, di desa terdapat pojok internet khusus yang ditawarkan untuk masyarakat; pada ruang publik lainnya, seperti perpustakaan biasa , terminal, bandara, pelabuhan dapat disediakan susukan internet untuk masyarakat.

2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan info digital di ruang publik dapat membantu penduduk dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan gres. Layar informasi yang ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar dapat diisi dengan konten-konten kemajuan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, beritaberita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan sebagainya. Semuanya dapat ditampilkan dan ditawarkan sebagai penambahan pengetahuan penduduk .

5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik

1. Sharing Session
Sharing session mampu dijalankan dengan mengundang pakar untuk berbagi wacana cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para spesialis, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat mampu meningkatkan literasi digital masyarakat lewat banyak sekali acara yang mengasyikkan, mirip pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat diadaptasi dengan keperluan masyarakat. Kegiatan sharing session dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, mirip karang taruna, PKK, komunitas baca, dan lain-lain.

2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini yakni pemerintah pusat, pemerintah kawasan, dunia usaha dan industri, media, dan relawan pendidikan. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di penduduk mampu dikerjakan dalam aneka macam bentuk, misalnya, menciptakan kegiatan/acara literasi digital dalam bentuk festival digital, menyediakan fasilitas dan prasarana penunjang literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan masyarakat, terutama untuk para pegiat literasi.

5.2.5 Penguatan Tata Kelola

1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau daerah terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibuat berdasarkan kebutuhan dan kemajuan setiap kawasan. Misalnya, pemerintah mengimbau masyarakat untuk memakai susukan gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu tertentu, memakai akomodasi teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia secara bergantian dan terorganisir; komunitas menciptakan aturan, adalah dengan mewajibkan anggotanya untuk menulis di blog atau media digital yang lain.

2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa mampu ditujukan untuk membiayai fasilitas prasarana dan pendampingan penduduk terkait dengan pengembangan literasi digital. Sarana prasarana perihal teknologi gosip dan komunikasi yang ada di desa perlu dikelola dengan baik supaya keberlanjutan dan kebermanfaatannya mampu terus digunakan oleh masyarakat. Pemanfaatan dana desa tidak cuma untuk mempertahankan sarana prasarana, namun juga untuk membekali petugas pengurus dengan pengetahuan dan keterampilan semoga mampu mengoperasikan fasilitas prasarana teknologi gosip dan komunikasi tersebut. Misalnya, sebuah desa yang mempunyai pojok internet untuk masyarakat dalam rangka desa melek internet dan juga menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan kemudahan yang telah ditawarkan tersebut.

BAB 6 PENUTUP

Pengembangan literasi digital mampu dilaksanakan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan literasi digital sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah diperlukan mempunyai kemampuan untuk mengakses, mengetahui, serta memakai media digital, alat-alat komunikasi, dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut mereka mampu menciptakan gosip gres dan menyebarkannya secara bijak. Selain mampu mengusai dasar-dasar komputer, internet, program-program produktif, serta keamanan dan kerahasiaan suatu aplikasi, penerima asuh juga diperlukan memiliki gaya hidup digital sehingga semua kegiatan kesehariannya tidak terlepas dari pola pikir dan sikap penduduk digital yang serba efektif dan efisien.

Dalam literasi digital keluarga, orang tua ialah garda terdepan dalam proses literasi digital di ranah keluarga. Ayah dan ibu ialah pendidik pertama dan utama. Keluarga wajib melindungi anak-anaknya dari banyak sekali pengaruh negatif lingkungan, termasuk media digital. Pengembangan literasi digital keluarga lebih menekankan pada pentingnya memaksimalkan pemanfaatan konten konkret dan menyaring konten negatif. Dalam hal ini, keluarga merupakan benteng utama dalam membendung dampak negatif bagi anak.

Literasi digital masyarakat mampu dikembangkan lewat kalangan pengajian, PKK, karang taruna, komunitas hobi, dan organisasi masyarakat. Literasi digital ialah alat penting untuk menangani aneka macam duduk perkara sosial, mirip pornografi dan perundungan (bullying). Literasi digital membuat penduduk mampu mengakses, memilah, dan mengerti aneka macam jenis info yang dapat dipakai untuk mengembangkan kualitas hidup, mirip kesehatan, keterampilan, dan kemampuan.

Pembelajaran literasi digital juga mesti melibatkan pemahaman mengenai nilai-nilai universal yang harus ditaati oleh setiap pengguna, seperti kebebasan berekspresi, privasi, keberagaman budaya, hak intelektual, hak cipta, dan sebagainya. Literasi digital membuat seseorang dapat berinteraksi dengan baik dan faktual dengan lingkungannya. Dengan demikian, literasi digital perlu dikembangkan di keluarga, sekolah, dan penduduk sebagai bab dari pembelajaran sepanjang hayat.

DAFTAR PUSTAKA

Untuk mendownload artikel dari Materi Pendukung Literasi Digital “Gerakan Literasi Nasional” (GLN) kemendikbud diatas dengan file berformat pdf  Anda dapat mengunjungi situs resmi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-bahan-pendukung-literasi-digital-gabung.pdf

Mari dukung Gerakan Literasi Nasional untuk Indonesia lebih baik!! semoga bermanfaat