√ Bahasa dan Dialek yang Digunakan dalam Masyarakat (Pelajaran Antropologi SMA/ MA Kelas XI)

Bahasa & Dialek yg Digunakan dlm Masyarakat √ Fungsi bahasa dengan-cara biasa adalah selaku alat untuk berkomunikasi. Kita melaksanakan komunikasi dgn orang lain memakai bahasa. Menurut Prof. Dr. Samsuri (1980), bahasa tak bisa terpisahkan dr insan & mengikuti di dlm setiap pekerjaannya. Di mulai dr berdiri pagi-pagi hingga hingga larut malam sebelum tidur manusia tak bisa lepas tanpa menggunakan bahasa. Di dlm rumah, komunikasi yg dijalankan ialah dgn anggota keluarga yg lain, misal berkomunikasi dgn bapak, ibu, abang, atau adik.  Di luar rumah kita melaksanakan komunikasi dgn tetangga, di dlm perjalanan jika naik transportasi lazim kita dapayt melakukan komunikasi dgn orang yg berada di dekat kita, di lingkungan sekolah atau di tempat kerja kita pula berkomunikasi dgn teman sekolah atau rekan kerja. Dialek adalah sebuah variasi bahasa dr sekelompok penutur yg jumlahnya relatif yg berada pada satu tempat, wilayah atau kawasan tertentu. Di Indonesia terdapat adanya ratusan bahasa tempat yg dipakai & ratusan dialek yg digunakan dlm masyarakat. Dalam pemakaiaan bahasa & dialek, kita mesti mampu menempatkan di mana kita sedang berada & pada siapa kita berkomunikasi, umpamanya di kantor, di pasar atau di terminal.

Daftar Isi:

1. Bahasa & dialek yg digunakan oleh komunitas di kantor
2. Bahasa & dialek yg digunakan oleh komunitas masyarakat di pasar
3. Bahasa & dialek yg dipakai oleh komunitas masyarakat di terminal

Bahasa & Dialek yg Digunakan dlm Masyarakat (Pelajaran Antropologi Sekolah Menengan Atas/ MA Kelas XI)

Bahasa & Dialek yg Digunakan dlm Masyarakat  √ Bahasa & Dialek yg Digunakan dlm Masyarakat (Pelajaran Antropologi SMA/ MA Kelas XI)

1. Bahasa & dialek yg digunakan oleh komunitas di kantor

Kantor merupakan suatu wadah pelayanan pada masyarakat yg di dalamnya terdapat adanya unsur pimpinan, pembantu pimpinan, & staf (karyawan) serta masyarakat yg memerlukan pelayanan di tempat tersebut. Sebagai misalnya ialah a). Bank, di dlm bank terdapat adanya eksekutif, wakil administrator, karyawan, & nasabah bank. b). Sekolah, di dalamnya terdapat kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, & murid. Bahasa & dialek yg digunakan di kantor harus menggunakan bahasa formal/resmi/nasional, yaitu menggunakan bahasa Indonesia. Di kantor, kita berkewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia yg baik & benar.

2. Bahasa & dialek yg dipakai oleh komunitas masyarakat di pasar

Pasar merupakan tempat pelayanan lazim yg di dalamnya terdapat adanya beberapa pihak antara lain penjual, pembeli, pengangkut barang, petugas kebersihan, & lain sebagainya. Sehingga komunitas penduduk di pasar lebih bervariasi, baik itu dlm hal pekerjaan, pendidikan, usia, busana yg dikenakan, & lain sebagainya. Bahasa & dialek yg dipakai di pasar tradisional yakni bahasa daerah setempat. Sebagai contohnya ialah di Pasar Johar Semarang (Jawa Tengah), komunitas masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa. Sehingga komunikasi antara pedagang & pembeli ialah dgn memakai bahasa Jawa.

3. Bahasa & dialek yg dipakai oleh komunitas penduduk di terminal

Terminal adalah suatu tempat untuk pemberhentian & pemberangkatan transportasi biasa bus dr & ke aneka macam jurusan. Pada dlm lingkungan terminal terdapat adanya kepala terminal, petugas manajemen, kebersihan, & pula keselamatan. Selain itu terdapat pula awak bus (sopir, kernet, kondektur), penumpang, pedagang di kios, pedagang asongan, pengamen, & pengemis. Komunitas penduduk yg berada di terminal bermacam-macam tersebut membuat bahasa yg digunakan oleh mereka pula berbagai jenis, yakni dgn memakai bahasa Indonesia & bahasa tempat. Sebagai acuan : komunitas penduduk yg berada di terminal Lebak Bulus Jakarta menggunakan bahasa Indonesia & bahasa tempat (misalnya bahasa Sunda & Betawi).

  Ciri Kehidupan Bangsa Deutro Melayu

Berikut ini beberapa bahasa & dialek yg ada di Indonesia.

1. Bahasa Jawa
Bahasa Jawa termasuk subkeluarga Hesperonesia dr keluarga bahasa Melayu – Polinesia. Bahasa Jawa sudah dipelajari dgn saksama oleh para sarjana Inggris, Jerman, & terutama oleh sarjana dr Belanda. Biasanya mereka memakai metode-metode filologi & bukan metode-metode linguistik. Bahasa Jawa mempunyai sejarah kesusastraan yg bisa dikembalikan pada periode ke-8. Pada jaman tersebut, bahasa Jawa sudah meningkat melalui beberapa fase yg mampu dibeda – bedakan atas dasar beberapa ciri idiomatik yg khas & beberapa lingkungan kebudayaan yg berlawanan-beda dr setiap pujangganya. Dengan begitu kecuali bahasa Jawa sehari-hari, masih ada bahasa Jawa kesusastraan yg dengan-cara kronologi bisa dibagi ke dlm 6 fase antara lain:

  • Bahasa Jawa Kuno yg dipakai pada prasasti-prasasti keraton antara kurun ke-8 & ke-10 yg dipahat pada kerikil atau diukir pada perunggu, & bahasa mirip yg dipergunakan dlm karya-karya kesusastraan kuno kala ke-10 hingga ke-14. Sebagian kecil dr naskah-naskah Jawa Kuno yg kita punyai pada waktu kini ini dibuat di Jawa Tengah & sebagian besar ditulis di Jawa Timur. Kita tak mengenali sampai di mana idiom bahasa kesusastraan Jawa Kuno yg semuanya ditulis dlm bentuk puisi (kakawin) itu pula digunakan dlm bahasa sehari-hari pada waktu itu.
  • Bahasa Jawa Kuno yg dipakai dlm kesusastraan Jawa Bali. Kesusastraan tersebut ditulis di Bali & di Lombok mulai masa ke-14. Datangnya Islam di Jawa Timur, kemudian kebudayaan-kebudayaan Hindu-Jawa mulai pindah ke Bali & selanjutnya menetap di sana. Bahasa kesusastraan tersebut hidup terus hingga kala ke-20, namaun terdapat perbedaan yg pokok dgn bahasa yg digunkaan dlm sehari-hari di Bali kini.
  • Bahasa yg digunakan dlm kesusastraan Islam di Jawa Timur. Kesusastraan tersebut ditulis pada ketika berkembangnya kebudayaan Islam yg menggantikan kebudayaan Hindu – Jawa yg berada di tempat aliran Sungai Brantas & daerah hilir Sungai Bengawan Solo pada era ke-16 & era ke-17.
  • Bahasa kesusastraan kebudayaan Jawa-Islam di kawasan Pesisir. Kebudayaan yg meningkat di pusat-pusat agama di kota-kota pantai utara Pulau Jawa pada periode ke-17 & era ke-18, oleh masyarakat Jawa sendiri dinamakan kebudayaan Pesisir. Masyarakat Jawa pula membedakan antara kebudayaan Pesisir yg lebih muda, yg berpusat di kota Pelabuhan Cirebon & kebudayaan Pesisir Timur yg lebih bau tanah yg pusatnya ada di Kota Demak, Kudus, & Gresik.
  • Bahasa kesusastraan di Kerajaan Mataram. Bahasa tersebut merupakan bahasa yg dipakai oleh para pujangga keraton Kerajaan Mataram pada karya-karya kesusastraan pada kurun ke-18 & ke-19. Lingkungan Kerajaan Mataram terletak di kawasan aliran Sungai Bengawan Solo di tengah kompleks Pegunungan Merapi, Merbabu, Lawu di Jawa Tengah, yg mana bertemu pula lembah Sungai Opak & Praga.
  • Bahasa Jawa masa kini. Bahasa Jawa era kini merupakan bahasa yg dipakai dlm komunikasi sehari-hari pada penduduk Jawa & dlm buku – buku serta surat-surat kabar berbahasa Jawa pada kala ke-20 ini.

Karena adanya adat sopan santun pada masyarakat Jawa menuntut pemakaian gaya bahasa yg tepat. Sebelum terjadinya Perang Dunia I mobilitas sosial selaku pengaruh pendidikan & perkembangan ekonomi menciptakan berantakan tingkat – tingkat sosial Jawa tradisional menurut kelas, pangkat, & senioritas. Dengan demikian, untuk memutuskan kedudukan seseorang dlm interaksi sosial menjadi sukar. Sekali waktu seseorang mesti mengatakan dgn orang yg lebih tua, namun memiliki pangkat yg lebih rendah, seorang yg lebih muda, namun mempunyai kekayaan yg lebih besar, dll. dr kondisi seperti itu mengakibatkan suasana menjadi canggung untuk kedua belah pihak. dr kesusahan tersebut menyebabkan orang-orang Jawa yg pernahbelajar pendidikan di sekolah-sekolah Belanda mulai menyingkir dari adab sopan santun dlm penggunaan bahasa Jawa yg terlalu rumit & lebih menentukan memakai bahasa Belanda.

Mulai tahun 1916 terdapat suatu gerakan yg berjulukan Djawa Dipo yg perintisnya yaitu orang-orang Jawa yg bersemangat progresif  yg mempunyai harapan untuk menghapuskan gaya-gaya bertingkat dlm pemikiran bahasa Jawa & cuma memakai bahasa Ngoko sebagai bahasa dasar. Reaksi kepada kampanye tersebut pada lazimnya timbul dr kelompok aristokrat yg menyarankan bahwa; jikalau gaya-gaya bertingkat dlm bahasa Jawa mesti dihapuskan, semestinya yg dipertahankan adalah gaya Kromo & bukan Ngoko sebagai dasar dr bahasa Jawa. Dengan demikian mereka tak memakai suatu gerakan baru berjulukan Krama Dewa. Perubahan-pergantian besar yg terjadi dlm penduduk orang Jawa sehabis Perang Dunia ke II memiliki dampak yg lebih besar lagi kepada tata cara gaya-gaya bertingkat dlm bahasa Jawa. Pada biasanya orang Jawa yg lahir setelah zaman tersebut tak lagi berupaya menguasai tata cara yg rumit.
Proses pergantian dr suatu penduduk agraris tradisional & feodal menuju ke suatu masyarakat industri yg terbaru & demokratis yg pada dikala ini berlangsung, dengan-cara otomatis pula menimbulkan adat sopan santun dlm pemakaian bahasa Jawa mengalami penyederhanaan. Kecuali perbedaan-perbedaan yg terdapat dlm gaya-gaya bertingkat yg disebabkan lantaran perbedaan kelas, kedudukan, pangkat, & pula senioritas. Logat bahasa Jawa pula mempunyai banyak sekali perbedaan logat tergantung pada geografisnya. Th. Pigeud menyatakan bahwa sejarah dr dialekdialek Jawa & persebaran dr bahasa Jawa ke seluruh kawasan di mana bahasa tersebut digunakan kini, tak banyak dikenali oleh para ahli. Ia pula menyampaikan bahwa mungkin sekali dulu kala sungai – sungai yaitu sebagai fasilitas lalu lintas, dgn demikian dgn sendirinya bahasa yg dipakai oleh penduduk dr suatu daerah aliran sungai memperlihatkan persamaan idiom yg berlawanan dgn bahasa yg digunakan oleh penduduk yg berada di lembah-lembah sungai yg lain.

2. Bahasa Gayo
Dalam berbagai karangan kerap dinyatakan bahwa orang Gayo & Alas yakni sebuah kesatuan kebudayaan, misalnya Van Vollenhoven menggolongkan keduanya dlm satu bundar aturan adab. Jika di pandang dr sisi bahasa, pada prinsipnya kedua bahasa tersebut berlawanan. Kata & bentuk bahasa Alas banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa, mirip bahasa Karo, bahasa Pakpak, bahasa Singkil, bahasa Aceh, & bahasa Gayo.

Para hebat menyatakan bahwa bahasa Alas mampu dianggap selaku dialek ketiga dr bahasa Batak Utara di samping dialek Karo & Dairi. Pada kenyataannya, kelompok orang yg memakai bahasa Gayo & kelompok pemakai bahasa Alas, dlm keadaan biasa (sebelum mempelajari lebih dahulu) mereka saling tak mengetahui antara yg satu dgn yg lain. Meskipun demikian, terdapat pula unsur-unsur persamaan di antara keduanya. Kondisi yg sama terlihat pula antara bahasa Gayo & bahasa Aceh, meskipun kedua bahasa tersebut hidup bertetangga. Pengaruh dr bahasa Aceh mampu jadi  akan lebih banyak dinikmati pada kedua kelompok orang Gayo, yakni kelompok orang Gayo Seberjadi & Gayo Kalu. Hal itu disebabkan oleh letaknya yg dikelilingi oleh lingkungan bahasa Aceh di samping jumlah pendukungnya yg sungguh kecil. Seperti yg sudah dimengerti bahwa orang Gayo terbagi atas beberapa kelompok, antara lain kelompok orang Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Seberjadi, & Kalul. Dari masing kelompok tersebut dipisahkan oleh batas alam dgn prasarana komunikasi yg kurang baik, sehingga mengalami kesusahan kontak antara satu kelompok dgn kelompok yg lainnya.

3. Bahasa Tolaki
H. Van der Kliftn pernah menulis karangan yg berjudul Mededelingen Over de Faal van Mekongga. Apabila dilihat dr sisi lapisan sosial pemakainya, pemakaian bahasa Tolaki, mirip pula kebanyakan bahasa yg lain, terlihat bervariasi dlm beberapa gaya. Masyarakat Tolaki sendiri menggolongkan jenis bahasa Tolaki menjadi 3 macam, antara lain: tulura anakia (bahasa golongan darah biru), tulura lolo (bahasa golongan menengah), & tulura ata (bahasa golongan budak).

  Daerah Persebaran Bangsa Deutro Melayu

Bahasa golongan darah biru merupakan bahasa yg dipergunakan untuk melakukan komunikasi antara sesama golongan bangsawan. Apabila seseorang dr golongan menengah atau dr golongan budak mengatakan pada seorang golongan aristokrat maka bahasa yg dipakai adalah dengan  menggunakan kata-kata dlm bahasa golongan darah biru. Bahasa bangsawan disebut pula bahasa mombokulaloi, bahasa mombe’owoso, bahasa metabea, & bahasa mombona’ako. Hakikat dr bahasa ningrat yaitu suatu persepsi yg melihat golongan ningrat sebagai insan yg mempunyai lebih dlm banyak hal alasannya adalah darah keturunannya, ilmunya, & kekuasaannya yg lebih tinggi. Untuk bahasa golongan menengah merupakan bahasa yg digunakan untuk golongan lazim masyarakat. Berbeda dgn halnya bahasa golongan bangsawan yg penuh dgn perasaan melebihkan, meninggikan, & membesarkan. Pada bahasa menengah antara pembicara dgn pendengar tak terdapat perbedaan derajat meskipun berlainan umur & status sosial dlm masyarakat. Bahasa golongan budak yakni bahasa yg dipakai dlm kelompok budak. Bahasa ini disebut pula sebagai bahasa dalo langgai (bahasa orang-orang bodoh), tujuannya yaitu bahasa yg kurang mengikuti aturan-aturan bahasa umum biar gampang untuk dipahami oleh pendengarnya. Bahasa ini terlihat dlm wujud tulura bendelaki (bahasa gagah tetapi bahu-membahu kosong isinya), tulura magamba (bahasa yg menunjukkan keangkuhan), & dlm wujud tulura te’oha-oha (bahasa yg paling bernafsu kedengarannya selaku lawan dr bahasa sopan santun, yg berlaku pada bahasa golongan bangsawan).

Apabila dilihat dr sisi teknik mengatakan & makna pembicaraan serta maksud & tujuan obrolan, tentu pula ada dlm bahasa Tolaki. Beraneka gaya bahasa, seperti bahasa resmi, bahasa dekat, bahasa kiasan, & lain – lain. Namun yg khusus pada bahasa Tolaki yakni bahasa lambang kalo, yaitu bahasa kode dgn memakai  kalo selaku alat ekspresi & komunikasi. Tanpa berkata-kata, akseptor bahasa lambang kalo sudah bisa mengerti maksud & tujuan dr pemakai. Bahasa lambang kalo itu sendiri mempunyai makna tertentu. Selain dr gaya bahasa yg sudah disebutkan di atas, penduduk Tolaki pula mengenal adanya bahasa yg dinakaman tulura ndonomotuo, tulura mbandita atau tulura andeguru, tulura ndolea, atau tulura mbabitara & tulura mbu’akoi. Bahasa orang renta yaitu bahasa yg digunakan oleh orang tua untuk memberikan nasihat, petuah, fatwa-pemikiran leluhur bagi hidup & kehidupan, khususnya ditujukan pada generasi muda. Bahasa ulama merupakan bahasa seorang ulama dlm berbicara wacana ilmu & wawasan tentang dunia hakiki, dunia metafisika, dunia mistik, & dunia akhirat. Bahasa upacara budbahasa merupakan bahasa yg dipakai juru bicara untuk urusan budpekerti perkawinan & masalah peradilan. Untuk peradilan budbahasa, bahasa ini terlihat dlm wujud harapan-impian biar pihak – pihak yg sedang bersengketa mampu hening. Sedangkan untuk persoalan perkawinan, misalnya dlm peminangan, bahasa ini terlihat dlm wujud kata-kata mempertemukan supaya kedua belah pihak mampu saling cocok dgn apa yg mesti diputuskan berdasarkan sewajarnya sesuai dgn ketentuan budbahasa yg berlaku. Seorang juru bicara dlm permasalahan perkawinan pada biasanya mengungkapkan pernyataan – pernyataan yg banyak menawarkan pujian pada pihak keluarga perempuan, serta kata-kata yg menggambarkan hal-hal yg lucu, sehingga membuat upacara menjadi lebih ramai & lebih akrab. Bahasa dukun ialah bahasa seorang dukun yg terlihat baik pada upacara-upacara yg bersifat ritual ataupun pada dikala membahas wacana makhluk halus & dunia mistik. Bahasa dukun banyak terdapat pernyataan-pernyataan menyembah, memuja, memuji, & meminta pertolongan terhadap makhluk halus, roh nenek moyang, yang kuasa, & Tuhan. Hal tersebut memiliki tujuan semoga dirinya & orang yg diupacarakan terhindar dr aneka ragam bala & peristiwa, serta mengharapkan keberkahan. Bahasa dukun disebut pula tulura mesomba (bahasa menyembah) & tulura mongoningoni (bahasa minta berkah).

Baca pula : Dinamika & Pewarisan Budaya dan Pewarisan Budaya pada Masyarakat Tradisional & Modern

Demikiana rtikel yg berjudul Bahasa & Dialek yg Digunakan dlm Masyarakat (Pelajaran Antropologi Sekolah Menengan Atas/ MA Kelas XI) yg gampang-mudahan mampu memberi manfaat.

SELENGKAPNYA tentang ANTROPOLOGI Kelas 9 ada di >> ANTROPOLOGI Materi Pelajaran Untuk Kelas XI Sekolah Menengan Atas & MA