pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Mempelajari komponen-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sungguh penting untuk mengetahui beberapa komponen kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang didapatkan pada semua bangsa di dunia dari metode kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan sampai tata cara kebudayaan yang kompleks mirip masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi metode kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa bagian-komponen kebudayaan bersifat universal dan mampu ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di aneka macam penjuru dunia. Ketujuh komponen kebudayaan tersebut adalah bahasa, metode wawasan, tata cara organisasi sosial, metode peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, tata cara religi, serta kesenian.
Baca: Wujud Kebudayaan
Dalam mengerti suatu kebudayaan maka setiap komponen kebudayaan tersebut harus dibagi menjadi tiga klasifikasi wujud kebudayaan, yakni tata cara pandangan baru, aktivitas, dan artefak. Misalnya, sistem inspirasi di dalam tata cara religi atau akidah hidup yaitu desain perihal Tuhan, dewa, roh halus, neraka, dan nirwana. Wujud kebudayaan berupa aktivitas keagamaan ialah salat di masjid, misa di gereja, dan perayaan galungan di candi. Wujud material atau fisik komponen religi terdiri atas alat-alat suci bagi kegiatan keagamaan, mirip tasbih, rosario, kitab suci, dan pakaian ibadah.
Kultural universal ialah teladan bagi para antropolog dalam menyusun laporan etnografi sehabis kembali atau sebelum melakukan observasi ke lapangan. Ketika seorang antropolog hendak melaksanakan penelitian lapangan maka dia akan mulai men- deskripsikan penduduk yang diteliti melalui desain kultural universal tersebut. Oleh alasannya adalah itu, deskripsi yang dihasilkan ialah citra lengkap tentang kehidupan suatu masyarakat tertentu di dalam metode bahasa, agama, organisasi sosial, tata cara pengetahuan teknologi, ekonomi, dan keseniannya. Selanjutnya, perhatian para antropolog hanya berpusat pada salah satu komponen budaya penduduk yang diteliti diikuti dengan analisis yang komprehensif. Berikut ini akan diuraikan setiap unsur kultural universal pada postingan pengertianartidefinisidari.blogspot.com:
Daftar Isi
1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan fasilitas bagi insan untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berafiliasi dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi tentang bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan insan dalam membangun tradisi budaya, membuat pengertian wacana fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sungguh bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, bagian bahasa atau sistem perlambangan insan secara ekspresi maupun tertulis untuk ber- komunikasi yakni deskripsi wacana ciri-ciri paling penting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta kombinasi-variasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam penjabaran bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat memilih batas tempat penyebaran sebuah bahasa tidak mudah sebab daerah perbatasan daerah tinggal individu ialah tempat yang sungguh intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.
Selain mempelajari perihal asal usul sebuah bahasa tertentu ditinjau dari kerangka bahasa dunia, dalam antropologi linguistik juga dipelajari problem dialek atau logat bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi antara aneka macam masyarakat yang tinggal di satu rumpun atau satu tempat mirip Jawa. Dalam bahasa Jawa terdapat bahasa Jawa halus mirip bahasa Jawa dialek Solo dan Yogyakarta, sedangkan dialek bahasa Jawa yang dianggap agresif seperti dialek bahasa Jawa Timur. Perbedaan bahasa berdasarkan lapisan sosial dalam penduduk disebut tingkat sosial bahasa atau social levels of speech.
Dalam analisis antropologi kekinian bahasa sering dikaitkan dengan desain dan teori semiotika atau sintaksis yang tidak dibahas secara mendetail dalam antropologi, namun dibahas secara mendalam dalam studi ilmu linguistik yang disebut selaku sosiolinguistik.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem wawasan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi alasannya adalah metode wawasan bersifat absurd dan berwujud di dalam wangsit manusia. Sistem pengetahuan sungguh luas batasannya karena mencakup wawasan insan perihal berbagai komponen yang digunakan dalam kehi- dupannya. Namun, yang menjadi kajian dalam antropologi yakni bagaimana pengetahuan insan dipakai untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya, penduduk umumnya mempunyai pengetahuan akan astronomi tradisional, yakni perkiraan hari menurut atas bulan atau benda-benda langit yang dianggap memberikan tanda- tanda bagi kehidupan manusia.
Masyarakat pedesaan yang hidup dari bertani akan mempunyai tata cara kalender pertanian tradisional yang disebut sistem pranatamangsa yang sejak dulu sudah dipakai oleh nenek moyang untuk melaksanakan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono pranatamangsa dalam masyarakat Jawa telah digunakan semenjak lebih dari 2000 tahun yang kemudian. Sistem pranatamangsa digunakan untuk memilih kaitan antara tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui metode ini para petani akan mengetahui kapan dikala mulai mengolah tanah, ketika menanam, dan saat memanen hasil pertaniannya karena semua acara pertaniannya didasarkan pada siklus insiden alam.
Masyarakat daerah pesisir pantai yang melakukan pekerjaan sebagai nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui keadaan bahari untuk memilih dikala yang bagus untuk menangkap ikan di laut. Pengetahuan perihal keadaan laut tersebut diperoleh lewat gejala atau letak deretan bintang di langit. Pengetahuan dalam observasi etnografi ialah kegiatan atau kemampuan sebuah penduduk yang dianggap menonjol oleh seorang etnografer atau masyarakat kebudayaan lain. Misalnya, pengetahuan orang Irian yang tinggal di rawa-rawa untuk berburu buaya di malam hari dengan memakai peralatan yang sungguh sederhana.
Menurut Koentjaraningrat, sistem wawasan pada awalnya belum menjadi pokok perhatian dalam penelitian para antropolog alasannya mereka berpendapat bahwa masyarakat atau kebudayaan di luar bangsa Eropa tidak mungkin mempunyai metode pengetahuan yang lebih maju. Namun, perkiraan tersebut itu mulai bergeser secara lambat laun alasannya adalah kesadaran bahwa tidak ada suatu penduduk pun yang mampu hidup apabila tidak memiliki pengetahuan ihwal alam sekelilingnya dan sifat-sifat dari perlengkapan hidup yang digunakannya.
Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan cermat pada trend-demam isu apa aneka macam jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, insan tidak mampu menciptakan alat-alat bila tidak mengetahui dengan cermat ciri- ciri materi mentah yang mereka gunakan untuk menciptakan alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu memiliki suatu himpunan wawasan wacana alam, berkembang-flora, binatang, benda, dan insan yang ada di sekitarnya. Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia mempunyai wawasan perihal, antara lain:
- alam sekitarnya;
- tanaman yang berkembang di sekitar kawasan daerah tinggalnya;
- binatang yang hidup di tempat daerah tinggalnya;
- zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;
- tubuh insan;
- sifat-sifat dan tingkah laris insan;
- ruang dan waktu.
Pengetahuan tentang alam sekitar, beru- pa pranatamangsa, musim, sifat-sifat gejala alam, dan perbintangan dipakai untuk berburu, berladang, bertani, dan melaut. Pengetahuan perihal flora dan hewan digunakan untuk melengkapi kegiatan mata pencaharian insan. Pengetahuan tentang sifat-sifat zat yang ada di lingkungan sekitar insan berfungsi untuk membuat peralatan dan teknologi bagi kebutuhan hidupnya. Pengetahuan ihwal badan insan diguna- kan untuk kebutuhan pengobatan yang dikerjakan dukun yang memiliki kesanggupan untuk menyembuhkan penyakit seseorang.
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya berupa tata cara korelasi dan organisasi sosial ialah perjuangan antropologi untuk mengerti bagaimana insan membentuk penduduk lewat berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap golongan penduduk kehidupannya dikontrol oleh budbahasa istiadat dan aturan-hukum perihal aneka macam macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling erat dan dasar yakni kerabatnya, yakni keluarga inti yang akrab dan saudara yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan- tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.
Kekerabatan berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam sebuah penduduk sebab perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan sebuah komunitas atau organisasi sosial. Perkawinan diartikan sebagai penyatuan dua orang yang berlainan jenis kelamin untuk membagi sebagian besar hidup mereka bersama- sama. Namun, definisi perkawinan tersebut mampu diperluas alasannya adalah aktivitas tersebut mengandung aneka macam bagian yang melibatkan kerabat luasnya.
a. Jenis Perkawinan
Dilihat dari jenis perkawinan, Marvin Harris menge- lompokkan perkawinan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
- Monogami, adalah menikah dengan satu orang saja.
- Poligami, adalah menikah dengan beberapa orang.
- Poliandri, yakni seorang wanita menikahi beberapa orang laki-laki.
- Poligini, adalah satu orang pria menikahi beberapa orang perempuan.
- Perkawinan kalangan (group marriage), yakni jenis per- kawinan yang memperbolehkan pria dengan beberapa perempuan mampu melakukan relasi seks satu sama lain.
- Levirat, ialah perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki suaminya yang sudah meninggal.
- Sororat, yakni perkawinan antara seorang duda dengan kerabat wanita istri yang telah meninggal.
b. Prinsip Jodoh Ideal
Dalam sistem perkawinan masyarakat terdapat dua jenis pemilihan kandidat pasangan yang dianggap sesuai menurut adat masyarakat setempat, antara lain sebagai berikut.
1) Prinsip Endogami
Prinsip endogami yaitu memilih kandidat pasangan dari dalam kerabatnya sendiri. Hal ini mampu dilihat dalam masarakat Jawa kuno yang menentukan sepupu jauh sebagai jodoh ideal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kasta seperti masyarakat Bali prinsip ini dipegang teguh untuk mempertahankan kemurnian darah kebangsawanan.
2) Prinsip Eksogami
Prinsip eksogami adalah menentukan calon pasangan yang berasal dari luar saudara atau klannya. Masyarakat Batak mempraktikkan hal ini dengan rancangan dalihan na tolu, yakni menikahkan gadis antarkelompok kekerabatan yang berlainan marga.
Pola perkawinan tersebut memang masih dianut oleh penduduk setempat yang mempraktikkannya meskipun arus modernisasi sudah mulai memindah kebiasaan tersebut. Misalnya, penduduk Jawa sudah mulai meninggalkan kebiasaan mencari jodoh ideal yang berasal dari satu kerabat dan mulai mencari jodoh di luar kerabatnya sendiri. Pergeseran nilai dan norma masyarakat serta kemajuan zaman mulai mengubah prinsip relasi dalam perkawinan.
Prinsip keturunan dalam relasi berhubungan dengan dilema perkawinan. Terdapat jenis korelasi yang menganut prinsip patrilineal atau menganut garis keturunan ayah atau pihak pria dan prinsip matrilineal atau menganut garis keturunan dari pihak ibu atau perempuan serta prinsip- prinsip variasi seperti hubungan ambilineal dan bilineal. Masyarakat yang bersifat patriarkal mampu ditemui di banyak sekali tempat karena secara umum dikuasai masyarakat mempraktikkan prinsip keturunan ini. Masyarakat Jawa yakni pola yang paling nyata dalam mempraktikkan prinsip patrilineal. Sebaliknya, masyarakat Minangkabau mempraktikkan prinsip keturunan matrilineal yang jarang sekali dipraktekkan dalam masyarakat lainnya.
c. Adat Menetap
Adat menetap sesudah menikah juga tergolong dalam bahasan tentang kekerabatan. Dalam analisis antropologi Koentjaraningrat menyebutkan adanya tujuh macam budbahasa menetap sehabis menikah, antara lain sebagai berikut.
1) Utrolokal, yakni kebebasan untuk menetap di sekeliling kediaman saudara suami atau istri.
2) Virilokal, adalah adat yang memutuskan pengantin harus tinggal di sekitar sentra kediaman kaum kerabat suaminya.
3) Uxorilokal, ialah adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sentra kediaman keluarga istri.
4) Bilokal, yakni adab yang menetapkan pengantin untuk tinggal dalam sekitar pusat kediaman kerabat suami dan istri secara bergantian.
5) Avunlokal, adalah budpekerti yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar daerah kediaman kerabat laki-laki dari suami ibu.
6) Natolokal, yakni etika yang memutuskan pengantin untuk tinggal terpisah dan suami tinggal di rumah kerabatnya.
7)Neolokal, ialah akhlak yang memutuskan pengantin untuk tinggal di kediaman gres yang tidak mengelompok di rumah kerabat suami ataupun istri.
d. Keluarga Batih dan Keluarga Luas
Di dalam perkawinan terbentuklah keluarga batih atau keluarga inti yang anggotanya terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga batih atau nuclear family ialah kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang didasarkan atas adanya relasi darah para anggota. Dari beberapa keluarga inti akan terbentuk keluarga luas (extended family).
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia senantiasa berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu menciptakan peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan insan berdasarkan unsur teknologi yang digunakan sebuah penduduk berbentukbenda-benda yang dijadikan sebagai perlengkapan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan wacana unsur kebudayaan yang tergolong dalam perlengkapan hidup dan teknologi ialah bahasan kebudayaan fisik.
Menurut Koentjaraningrat, pada penduduk tradisional terdapat delapan macam metode perlengkapan dan bagian kebudayaan fisik yang dipakai oleh golongan manusia yang hidup berpindah-pindah atau penduduk pertanian, antara lain selaku berikut.
a. Alat-Alat Produktif
Alat-alat produktif ialah alat-alat untuk melaksanakan sebuah pekerjaan berbentukalat sederhana seperti watu untuk menumbuk gandum atau untuk menumbuk padi dan alat-alat berteknologi kompleks seperti alat untuk menenun kain. Jenis- jenis alat-alat produktif ini dapat dibagi menurut materi mentahnya, ialah yang yang dibuat dari batu, kayu, logam, bambu, dan tulang binatang. Berdasarkan teknik pembuatannya alat- alat produktif dibedakan menurut teknik pemukulan (per- cussion flaking), teknik aksentuasi (pressure flaking), teknik pemecahan (chipping),dan teknik penggilingan (grinding).
Berdasarkan pemakaiannya, alat-alat produktif mampu dibedakan berdasarkan fungsinya dan berdasarkan jenis peralatannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produktif dapat dibedakan berdasarkan jenis alat potong, alat tusuk, pembuat lubang, alat pukul, alat penggiling, dan alat pembuat api. Berdasarkan jenis peralatannya, alat-alat produktif mampu dibedakan menjadi alat tenun, alat rumah tangga, alat-alat pertanian, alat penangkap ikan, dan jerat perangkap binatang.
Namun, alat produktif pada dikala ini tidak dibatasi hanya berdasarkan pada alat-alat yang dibuat secara manual. Alat-alat produktif pada penduduk kala sekarang kian bermacam-macam dengan ditemukannya mesin dan alat listrik hingga teknologi yang dihasilkan dan dipakai juga lebih mutakhir dan kompleks. Selanjutnya, dalam kemajuan kebudayaan manusia alat-alat bertenaga mesin dan listrik ialah perlengkapan hidup insan yang penting.
b. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk menjaga diri atau melaksanakan aktivitas ekonomi mirip berburu dan menangkap ikan. Namun, selaku alat produk- tif senjata juga digunakan untuk berperang. Berdasarkan bahannya, senjata dibedakan berdasarkan bahan dari kayu, besi, dan logam.
Pada dikala ini pengertian senjata telah menyempit cuma selaku alat yang diguna- kan untuk menjaga diri dari serangan dan alat untuk berperang mirip senjata terbaru dan senjata nuklir yang memiliki daya hancur yang relatif tinggi.
c. Wadah
Alat produktif berbentukwadah dalam bahasa Inggris disebut container. Wadah yaitu alat untuk menyimpan, menguruk, dan memuat barang. Peralatan hidup berupa wadah banyak digunakan pada zaman prasejarah pada saat manu- sia mulai mempergunakan alam untuk menyanggupi keperluan hidupnya. Pada zaman prasejarah anyaman dari kulit atau serat kayu menjadi opsi penduduk . Selanjutnya, terjadi pertumbuhan alat buatan dengan ditemukannya teknik membuat gerabah (pottery) yang banyak dibentuk dari bahan tanah liat. Seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi manusia maka bentuk dan jenis wadah pun mulai meningkat . Misalnya, di dalam kegiatan pertanian menuntut suatu daerah penyimpanan hasil pertanian sehingga dibuatlah wadah berbentuklumbung padi permanen.
d. Alat-Alat Menyalakan Api
Masyarakat zaman prasejarah membuat teknologi untuk menyalakan api dengan menggesek-gesekkan dua buah kerikil. Dengan ditemukannya materi bakar minyak dan gas maka pengerjaan api menjadi lebih gampang dan efisien. Api ialah bagian penting dalam kehidupan insan sehingga pembuatannya menuntut teknologi yang semakin maju.
e. Makanan, Minuman, Bahan Pembangkit Gairah, dan Jamu-jamuan
Dalam tata cara wawasan cara-cara mengolah masakan menawan untuk dikaji sebab setiap kalangan penduduk dan kebudayaan mempunyai sistem pengetahuan dan kebiasaan yang berbeda-beda dalam mengolah kuliner atau minuman. Di dalam antropologi jenis- jenis dan bahan kuliner tertentu menawarkan arti atau simbol khusus bagi penduduk tertentu atau dikaitkan dengan konsepsi keagamaan tertentu. Misalnya, babi dan katak yaitu hewan yang diyakini haram oleh kaum muslim sehingga tidak boleh dikonsumsi. Sebaliknya, dalam masyarakat Papua, babi menjadi simbol kuliner penting alasannya adalah merupakan binatang yang dijadikan mahar dalam pesta perkawinan. Dalam kajian antropologi masyarakat kontemporer, pembahasan tentang kuliner dan minuman disebut dengan ungkapan masakan (culinair).
f. Pakaian dan Tempat Perhiasan
Pakaian merupakan keperluan dasar insan untuk melindungi diri dari perubahan cuaca. Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam antropologi ialah pada bagaimana teknik pengerjaan serta cara-cara menghias pakaian dan tempat perhiasan. Dalam suatu penduduk busana seolah menjadi bab dari tradisi atau adat istiadat sehingga setiap negara atau suku bangsa mempunyai pakaian budbahasa atau kebesarannya sendiri. Di dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam setiap suku bangsa mempunyai busana adatnya masing-masing yang berfungsi selaku simbol-simbol budaya tertentu yang merepresentasikan akhlak istiadat dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
g. Tempat Berlindung dan Perumahan
Rumah atau tempat berlindung ialah wujud kebudayaan yang mengandung unsur teknologi. Manusia menciptakan tempat tinggalnya senyaman mungkin diubahsuaikan dengan lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat Eskimo yang tinggal di tempat kutub utara menciptakan rumahnya dari susunan balok-balok es untuk menahan serangan dingin. Masyarakat Minangkabau membuat bentuk rumah panggung untuk menghindarkan diri dari hewan buas. Dalam masyarakat Jawa dibuat rumah berarsitektur jendela besar sebab suhu udara yang tropis dan lembab. Berdasarkan bangunannya, semua bentuk rumah dalam setiap golongan penduduk harus disesuaikan dengan keadaan alam sekitarnya.
Pada ketika ini banyak dijumpai di perkotaan perumahan dengan istilah realestat, kondominium, apartemen, dan rumah susun. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi kepadatan penduduk di daerah perkotaan maka dibangun metode rumah susun. Semua bentuk rumah atau tempat tinggal ialah hasil teknologi manusia yang merefleksikan kebudayaannya masing-masing.
h. Alat-Alat Transportasi
Manusia mempunyai sifat selalu ingin bergerak dan berpindah daerah. Mobilitas insan tersebut makin usang semakin tinggi sehingga dibutuhkan alat transportasi yang bisa mencukupi kebutuhan untuk mempermudah manusia dan barang. Kebutuhan mobilitas manusia tidak cuma timbul di zaman modern seperti sekarang ini, tetapi telah ada sejak saat zaman prasejarah. Menurut fungsinya alat-alat transpor yang paling penting yaitu sepatu, hewan, alat seret, kereta beroda, rakit, dan perahu. Masyarakat dikala ini telah menggantungkan keperluan transportasinya pada kendaraan beroda empat, kereta api, kapal bahari, kapal terbang, atau motor dan mening- galkan alat transportasi hewan, seperti kuda, anjing, atau lembu alasannya adalah dianggap tidak simpel dan efisien. Pada ketika ini kuda atau keledai yang dahulu dijadikan alat transportasi atau pengangkut barang telah lama digantikan dengan truk-truk dan kendaraan beroda empat yang dianggap lebih cepat, hemat, dan efisien.
Sebelum ditemukannya roda, alat transportasi masih banyak menggunakan ganjal kaki atau alat seret yang diikatkan pada binatang mirip pada alat angkut orang Indian di Amerika.
Penemuan roda menjadi dasar penemuan berbagai mesin, pesawat, dan alat transportasi yang semakin maju, seperti kendaraan beroda empat, kapal, pesawat melayang, dan kereta.
5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau acara ekonomi sebuah masyarakat menjadi konsentrasi kajian penting etnografi. Penelitian etnografi tentang metode mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian sebuah kelompok penduduk atau metode perekonomian mereka untuk memadai kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada penduduk tradisional, antara lain:
- berburu dan meramu;
- beternak;
- bercocok tanam di ladang;
- menangkap ikan;
- bercocok tanam menetap dengan tata cara irigasi.
Lima tata cara mata pencaharian tersebut merupakan jenis mata pencaharian insan yang paling bau tanah dan dijalankan oleh sebagian besar penduduk pada kurun lampau dan pada dikala ini banyak penduduk yang beralih ke mata pencaharian lain. Mata pencaharian meramu pada ketika ini telah lama ditinggalkan alasannya adalah terbatasnya sumber daya alam karena kian banyaknya jumlah penduduk. Misalnya, mata pencaharian meramu masyarakat Papua. Dalam penduduk Papua hingga saat ini masih dijalankan kebiasaan mengumpulkan sagu dari pohon sagu di hutan atau mencari tombelo (sejenis jamur) yang tumbuh pada batang pohon yang telah lapuk untuk dijadikan sebagai sumber makanan.
Pada kurun praaksara, mata pencaharian manusia pun meng- alami pergeseran dari jenis mata pencaharian yang sederhana ke jenis mata pencaharian yang kompleks. Pada ketika metode bercocok tanam mulai sukses diterapkan dan kontak sosial antar individu semakin sering maka lahirlah tata cara pertukaran barang pertama yang dijalankan oleh manusia yang disebut dengan tata cara barter. Sistem tukar barang adalah menukarkan sebagian hasil buatan dengan hasil bikinan yang dihasilkan oleh orang lain. Misalnya, orang yang tinggal di daerah pegunungan menukarkan sayur mayur hasil buatan ladangnya dengan ikan atau garam yang dihasilkan penduduk daerah pesisir pantai. Dikenalnya mata uang dalam metode ekonomi, mengganti prinsip pertukaran barter yang didasarkan atas uang selaku nilai tukarnya sehingga terbentuklah sistem pasar.
Pada dikala ini hanya sedikit metode mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian.
Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara pribadi untuk menyanggupi keperluan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya mampu ditemukan di kawasan pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi. Pada saat ini pekerjaan selaku karyawan kantor menjadi sumber penghasilan utama dalam mencari nafkah. Setelah berkembang- nya metode industri mengganti pola hidup manusia untuk tidak mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.
6. Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula urusan fungsi religi dalam masyarakat yakni adanya pertanyaan mengapa insan percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa insan itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari korelasi-relasi dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam perjuangan untuk memecahkan pertanyaan fundamental yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial beranggapan bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa ialah sisa dari bentuk-bentuk religi antik yang dianut oleh seluruh umat insan pada zaman dulu dikala kebudayaan mereka masih primitif.
Kajian antropologi dalam memahami bagian religi sebagai kebudayaan manusia tidak mampu dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang mendorongnya melaksanakan langkah-langkah-langkah-langkah yang bersifat religius. Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan konsepsi benda-benda yang dianggap sakral dan profan dalam kehidupan manusia.
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dimengerti selain emosi keagamaan, ialah sistem iktikad, sistem upacara keagamaan, dan umat yang menganut religi itu. Secara evolusionistik, religi insan juga meningkat dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks. Perhatian utama para andal antropologi pada awalnya yakni mengenai bentuk religi atau iman yang bersifat alami. Misalnya, keyakinan menyembah pada sebuah kekuatan gaib di luar diri manusia, berbentukgunung, angin, hutan, dan maritim. Kepercayaan tersebut meningkat pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu iman terhadap satu dewa saja (monotheism) dan lahirnya konsepsi agama wahyu, seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen.
Sistem religi juga meliputi perihal cerita-cerita atau dongeng yang dianggap suci perihal sejarah para ilahi-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap selaku kesusastraan suci. Salah satu komponen religi adalah kegiatan keagamaan di mana terdapat beberapa aspek yang penting untuk dilaksanakan dalam kegiatan tersebut. Unsur tersebut, antara lain selaku berikut.
- Tempat dilakukannya upacara keagamaan, mirip candi, pura, kuil, surau, masjid, gereja, wihara atau tempat-kawasan lain yang dianggap suci oleh umat beragama.
- Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap keramat atau suci atau melaksanakan hari yang memang telah ditentukan untuk melakukan acara religi tersebut.
- Benda-benda dan alat-alat yang dipakai dalam upacara keagamaan, ialah patung-patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesaji, tasbih, dan rosario.
- Orang yang memimpin sebuah upacara keagamaan, yakni orang yang dianggap memiliki kekuatan religi yang lebih tinggi dibandingkan anggota kalangan keagamaan yang lain. Misalnya, ustad, pastor, dan biksu. Dalam penduduk yang tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin keagamaan ialah dukun, saman atau tetua budbahasa.
7. Kesenian
Perhatian andal antropologi tentang seni bermula dari observasi etnografi perihal kegiatan kesenian sebuah masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, tabrakan, dan hiasan. Penulisan etnografi permulaan wacana unsur seni pada kebudayaan insan lebih mengarah pada teknik-teknik dan proses pengerjaan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi permulaan tersebut juga meneliti kemajuan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu penduduk .
Berdasarkan jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, adalah seni yang dapat ditangkap melalui pendengaran maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah wayang, ketoprak, tari, ludruk, dan lenong. Sedangkan seni terbaru yakni film, lagu, dan koreografi. (Baca: PENGERTIAN MONTASE DAN KOLASE PADA KARYA SENI)
Dalam kajian antropologi kontemporer terdapat kajian visual cul- ture, ialah analisis kebudayaan yang khusus mengkaji seni film dan foto. Dua media seni tersebut berusaha menampilkan kehidupan insan beserta kebudayaannya dari segi visual berupa film dokumenter atau karya-karya foto mengenai aktivitas kebudayaan sebuah masyarakat.
KESIMPULAN
Kultural universal merupakan teladan bagi para antropolog dalam menyusun laporan etnografi sesudah kembali atau sebelum melakukan observasi ke lapangan. Ketika seorang antropolog hendak melakukan penelitian lapangan maka dia akan mulai mendeskripsikan penduduk yang diteliti melalui konsep kultural universal tersebut. Oleh alasannya adalah itu, deskripsi yang dihasilkan ialah gambaran lengkap mengenai kehidupan suatu masyarakat tertentu di dalam metode bahasa, agama, organisasi sosial, metode wawasan teknologi, ekonomi, dan keseniannya. Selanjutnya, perhatian para antropolog cuma berpusat pada salah satu bagian budaya penduduk yang diteliti dibarengi dengan analisis yang komprehensif.
Jadi mempelajari unsur-komponen yang terdapat dalam suatu kebudayaan sangat penting untuk mengetahui beberapa unsur kebudayaan insan. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang didapatkan pada semua bangsa di dunia dari tata cara kebudayaan yang sederhana seperti penduduk pedesaan hingga tata cara kebudayaan yang kompleks mirip masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi tata cara kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjara- bangsawan, perumpamaan universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan mampu ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di aneka macam penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, metode pengetahuan, metode organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, tata cara ekonomi dan mata pencaharian hidup, tata cara religi, serta kesenian.
Demikianlah postingan budaya dengan unsur berbentukpenjelsan lengkap di pengertianartidefinisidari.blogspot.com, agar berfaedah, cintai budaya Indonesia sebab budaya bermakna persatuan!
Sumber: Buku Khazanah ANTROPOLOGI 1 untuk Kelas 10 Sekolah Menengan Atas dan MA karya Siany L. dan Atiek Catur B.