5 Macam Taraf Berfikir Manusia

Seorang pendidik tentunya harus mengerti tujuan pengajaran yang akan disampaikan pada muridnya. 

Ada dua hal yang diperhatikan seorang pendidik sebelum menawarkan pengajaran ialah tingkat kesusahan materi dan tingkat kesanggupan berfikir anak. 

Pada postingan ini akan diterangkan perihal 5 tahap berfikir manusia. Seorang mahasiswa mampu dipaksa untuk memecahkan sendiri beberapa problem atau soal tertentu namun seorang siswa berumur 9 tahun tentunya belum mampu terus menerus disuruh melakukan hal serupa. 

Dengan kata lain seorang pengajar perlu memerhitungkan tingkat kemampuan berfikir murid sesuai dengan hasil proses berguru yang pernah mereka alami. Setiap pemecahan problem memerlukan taraf berfikir paling tinggi dan paling susah. 

Untuk mengetahui jenis latihan dan macam peran yang mampu mendorong mahasiswa melakukan kerja pikir hingga sampai taraf tertentu, pengajar perlu mengetahui macam taraf berfikir. 

Berikut ini taraf berfikir berdasarkan para psikolog dan sering disebut juga sebagai taxonomy.

Taraf 1. Belajar reseptif atau mendapatkan (reception learning)

Bahan pelajaran atau materi kuliah disuguhkan dalam bentuknya yang sudah jadi. Pendengar hanya tinggal menerima dan menyerapnya saja. 

Mereka tidak perlu melakukan kerja pikir untuk memahaminya. Pengajar tidak butuhmerangsang terjadinya sebuah proses dalam diri murid.

Contoh 1: Pada murid kelas 2 Sekolah Menengah Pertama seorang guru menyatakan bahwa pada suhu nol derajat Celcius air akan menjadi es.

Murid akan menerima dan menyerap info tersebut. Kemudian pada waktu ulangan guru akan bertanya sebagai berikut : “Pada suhu berapa derajat celcius air akan menjadi es?”. 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut murid harus menggali kenangan mereka wacana informasi yang sebelumnya pernah diajarkan. Kalau isu itu keluar dari ingatan mereka maka jawaban tersebut akan benar. 

Pada teladan tersebut guru tidak perlu menjelaskan sesuatu dan murid juga tidak perlu menguraikan sesuatu. Ia hanya menyampaikan gosip dan mendapatkannya. Pada waktu ulangan atau ujian murid hanya mesti mengungkapkannya kembali.


Taraf 2. Pemahaman (Comprehenship)

Untuk mengajarkan suatu definisi, murid dibutuhkan mampu melaksanakan kerja pikir pada taraf ini. Guru menyampaikan isi pelajaran atau isi kuliah dan murid mesti menciptakan deskripsi perihal apa yang dijelaskan. 

Tahap ini disebut sebagai concept-learning. Uraian diberikan sedemikian rupa sehingga lambat laun citra isi pengertian yang diajarkan itu terbentuk dalam benak murid.

 Contohnya: Seorang pengajar ilmu statistik memberikan kuliah perihal perhitungan kemungkinan (probabilitas) kepada mahasiswanya. 

Uraian wacana perhitungan kemungkinan itu akan diberikan dalam 3 jam kuliah. Ia megingatkan kepadamahasiswa agar mengikuti kuliahnya dan mereka harus menyerap pemahaman wacana rumus probablititas. 

Mahasiswa mesti mampu mengenal pemahaman itu kembali bila mereka menemukannya di daerah lain. Misalnya saja suatu dikala mereka menghadapi masalah statistika. Mereka harus dapat memprakirakan apakah soal itu akan bersangkutan dengan perhitungan probabilitas. 

Untuk itu mereka harus ingat bahwa perkiraan probabilitas merupakan bagian ilmu statistik. 

Tujuan pengajar yakni sesudah tiga jam kuliah para mahasiswa harus dapat memahami perkiraan kemungkinan, mengenal jenisnya, mengingatnya, menamakannya serta mengklasifikasinnya. 

Tuntutan terhadap murid tidak lebih dari itu. Berbeda dengan taraf pertama, sebab bila pada taraf kedua mahasiswa sendiri yang mengidentifikasikan, menamakan serta mengklasifikasinnya. 

Mereka harus mengubah info yang diterima dan membuatnya sebagai suatu definisi. 

Kerja pikir yang dilaksanakan oleh mahasiswa sendiri pada taraf ini cuma menyusun saja. Ini berarti tidak lain hanya mengurutkan dan menyusun info itu. Baca juga:Kelebihan Pendidikan Finlandia


Taraf 3. Aplikasi (Application)

Kalau murid mesti menerapkan hal yang telah diajarkan, maka pekerjaan itu lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan pekerjaan yang mereka kerjakan pada taraf kedua. 

Pada taraf ini pengajar menuntut murid melaksanakan sesuatu menurut pemahaman yang telah diajarkan. 

Mereka mesti mampu merumuskannya sendiri. Mereka harus dapat menyusun persepsi yang terperinci. 

Contoh: Pengajar menerangkan seluk beluk motor bensin kepada murid di kelas 2 SMP. Setelah penjelasan itu pengajar menuntut murid dapat membandingkan prinsip motor bensin dengan prinsip yang lain. 

Mereka mesti mampu membedakan antara jenis motor bensin dengan jenis motor lainnya dan mesti mampu menggambarkannya. Makara pada taraf ini siswa mesti dapat melaksanakan sesuatu. 

Mereka mesti menerapkan sesuatu dari hal yang sudah diajarkan dan membandingkannya. Guru memilih hal yang mesti dilaksanakan oleh muridnya. 

Pada perkara ini pengajar memaksa murid untuk membuat perbandingan, mengaitkan, merumuskan dan menggambarkan. Baca juga: 7 Layanan Wajib Konseling Sekolah


Taraf 4. Analisa dan Sintesa (Analyze and Syntesis)

Pada level ini murid harus mampu membuktikan kaitan-kaitan yang ada dalam hal yang diajarkan (sintesa). 

Pekerjaan tersebut baru mampu dijalankan kalau murid sebelumnya sudah menganalisanya. Selain harus mampu mengambarkan kaitan-kaitan yang mungkin dari hal yang telah diajarkan murid juga harus mampu menciptakan kombinasi komponen-unsurnya menjadi sebuah kesatuan.

Diberikan disini sebuah teladan dalam bentuk yan mudah: Dalam pelajaran ilmu bumi di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama seorang guru telah menerangkan mengapa kota Jakarta menjadi ibukota negara Indonesia. 

Murid dipaksa melakukan kerja pikir pada taraf ini jikalau mereka mesti menerangkan mengapa penunjukkan kota Sukabumi selaku ibukota negara Indonesia merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. 

Mereka harus pertanda mengapa kota Sukabumi tidak akan menjadi ibukota negara. Mereka harus dapat menganggap, apakah gedung-gedung dan alat-alat komunikasi yang ada di sana mencukupi. 

Mereka harus dapat memprakirakan sarana-sarana apa saja yang dibutuhkan untuk ibu kota negara dan lainnya. Lalu apa yang mesti dikerjakan oleh murid?. 

Mereka mesti terlebih dulu mengevaluasi arti “menjadi ibu kota negara”. Hasil dari evaluasi itu dibandingkan dengan yang ada di kota Sukabumi. 

Kemudian mereka harus membuat sintesa dengan menjumlahkan hal-hal yang menjadikan kota Sukabumi tidak sesuai selaku ibukota negara. 

Hasil kesimpulannya akan menerangkan apakah murid telah memahami pemahaman “menjadi ibukota negara”.


Taraf 5. Evaluasi dan Mencipta (Evaluate and Create)

Pada level ini murid dipaksa berfikir sendiri secara inovatif untuk mencari pemecahan suatu dilema. 

Hal terpenting dalam taraf ini ialah timbulnya pemahaman gres. Murid mesti mampu menciptakan kreasi baru.

Kalau seorang murid didorong untuk berfikir secara kreatif dan dia tidak dapa, itu berarti sebelumnya beliau belum sepenuhnya dapat melakukan taraf berfikir yang keempat.

Kecuali mesti menciptakan suatu kreasi baru, masih ada tambahan khusus selaku suatu hal gres bagi murid. 

Mereka mesti mampu memilih bab-bab dan berikutnya memadukan bab-bagian itu menjadi sesuatu yang baru. Jadi tidak hanya mengevaluasi dan lalu menciptakan sintesa seperti level keempat. 

Disini hasil sintesa mesti mengarah pada sesuatu yang gres. Berikut ini misalnya: Para mahasiswa tahun keempat jurusan teknik arsitektur sudah mempelajari cara merancang suatu bangunan, cara menciptakan gambar dan perhitungan yang diharapkan. 

Kemudian pengajar mengajukan pertanyaan mirip ini, “Dapatkan pada sebidang tanah ini diresmikan gedung bertingkat 5 yang dipakai selaku kantor manajemen universitas kita?” Jawaban dari pertanyaan itu terperinci belum ada. 

Mahasiswa harus mencarinya sendiri antara lain dengan meneliti kondisi tanahnya, jenis materi bangunan yang dibutuhkan serta jenis sarana yang tersedia. 

Mahasiswa harus mendapatkan, menghitung, mencari, mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, menerapkan, memeriksa, mengsintesa dan sebagainya. 

Hasil dari semuanya itu ialah tanggapan atas pertanyaan tadi. Jawaban bukan sekedar “ya” atau “tidak” melainkan harus dibarengi rekomendasi-usulan dan argumentasi. 

Dengan tanggapan seperti itu mahasiswa sudah bisa mendapatkan sendiri sesuatu yang benar-benar gres. 

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa taraf berfikir paling tinggi tidak kan tercapai tanpa empat taraf berfikir sebelumnya. Baca juga: Kelebihan Kurikulum Cambridge