Teori sastra merupakan bidang studi sastra yg berhubungan dgn teori kesusastraan, seperti studi wacana apakah kesusastraan itu, bagaimana bagian-bagian atau lapis-lapis normanya; studi perihal jenis sastra (genre) yaitu apakah jenis sastra & dilema biasa yg bekerjasama dgn jenis sastra,kemungkinan & standar untuk membedakan jenis sastra, & sebagainya (Pradopo, 2002:34).
Perihal komponen-komponen atau lapis-lapis norma karya sastra diterangkan lebih lanjut oleh Fananie yakni menyangkut aspek-aspek dasar dlm teks sastra. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek intrinsik & ekstrinsik sastra.
Teori intrinsik sastra berhubungan erat dgn bahasa sebagai sistem, sedang konvensi ekstrinsik berhubungan dgn aspek-faktor yg melatarbelakangi penciptaan sastra. Aspek tersebut meliputi aliran, komponen-unsur budaya, filsafat, politik, agama, psikologi, & sebagainya (Fananie, 2000:17-18).
Untuk mengenal barbagai macam pendekatan & teori sastra, dibawah ini Admin sertakan pendekatan sastra yg umum dipakai sebagai cara pandang untuk mengkritik karya sastra.
Eksistensialisme
Eksistensialisme yakni gerakan filsafat yg mengusung ilham bahwa insan membuat makna & hakekat hidup mereka sendiri. Karenanya, filsafat mesti mengacu pada manusia yg konkrit, yakni insan selaku eksistensi. Beberapa tokoh penting gerakan eksistensialisme, dgn perbedaan-perbedaan pandangannya, antara lain: Kierkegaard, Nietzsche, Berdyaev, Jaspers, Heidegger, Sartre, & Camus (meskipun Camus sendiri tidak ingin disebut selaku seorang eksistensialis).
Feminisme
Feminisme merupakan gerakan yg menyuarakan ketidakadilan & ketidaksetaraan peran antara laki-laki & wanita. Teori feminis dimaksudkan untuk memahami ketidaksetaraan & difokuskan pada politik gender, hubungan kekuasaan, & seksualitas.
Pendekatan sastra feminisme ini pula menyaksikan karya sastra selaku cerminan realitas sosial patriarki. Oleh lantaran itu, tujuan penerapan teori ini ialah untuk membongkar asumsi patriarkis yg tersembunyi lewat ilustrasi atau gambaran wanita dlm karya sastra.
Dengan demikian, pembaca atau peneliti akan membaca teks sastra dgn kesadaran bahwa dirinya yakni perempuan yg tertindas oleh metode sosial patriarki sehingga ia akan jeli melihat bagaimana teks sastra yg dibacanya itu menyembunyikan & memihak pandangan patriarkis.
Di samping itu, studi sastra dgn pendekatan feminis tak terbatas hanya pada upaya membongkar asumsi-pikiran patriarki yg terkandung dlm cara penggambaran perempuan lewat teks sastra, tetapi meningkat untuk mengkaji sastra wanita dengan-cara khusus, yakni karya sastra yg dibuat oleh kaum perempuan, yg disebut pula dgn perumpamaan ginokritik.
Di sini yg diupayakan yakni penelitian tentang kekhasan karya sastra yg dibentuk kaum wanita, baik gaya, tema, jenis, maupun struktur karya sastra kaum wanita. Para sastrawan perempuan pula diteliti dengan-cara khusus, misalnya proses kreatifnya, biografinya, & perkembangan profesi sastrawan perempuan. Penelitian-penelitian seperti ini kemudian diarahkan untuk membangun suatu pengetahuan wacana sejarah sastra & metode sastra kaum wanita.
Fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yg hadir dlm refleksi fenomenologis, sebagai titik permulaan & usaha untuk mendapatkan fitur-hakekat dr pengalaman & hakekat dr apa yg kita alami. G.W.F. Hegel dan Edmund Husserl yakni dua tokoh penting dlm pengembangan pendekatan filosofis ini.
Formalisme
Pendekatan Formalisme merupakan sebuah cara mengkaji karya sastra yg difokuskan pada bentuk dibandingkan dengan isi. Teori formalis lebih berfokus pada pembahasan fitur-fitur teks, khususnya properti-properti bahasa yg dipakai daripada konteks penciptaan karya & konteks penerimaannya.
Gynocriticism
Gynocriticism merupakan pembelajaran ihwal sejarah, gaya, tema, genre, & struktur tulisan yg dikarang oleh perempuan, dinamika kejiwaan dr kreatifitas wanita, perkembangan karir perempuan dengan-cara perorangan atau kelompok, & evolusi atau aturan-aturan tradisi kesusastraan wanita.
Kritik Psikoanalisis
Kritik psikoanalisis merupakan bentuk kritik sastra yg menggunakan teknik-teknik psikoanalisis dlm mendesain interpretasi sastra. Secara singkat, psikoanalisis ialah terapi untuk memahami interaksi antara bagian-komponen kesadaran & ketidaksadaran dlm otak insan.
Dalam paparan teori ini, pula menganggap bahwa karya sastra selaku symptom (tanda-tanda) dr pengarangnya. Dalam pasien histeria gejalanya timbul dlm bentuk gangguan-gangguan fisik, sedangkan dlm diri sastrawan gejalanya timbul dlm bentuk karya kreatif.
Oleh karena itu, dgn fikiran semacam ini, tokoh-tokoh dlm sebuah novel, contohnya akan diperlakukan seperti insan yg hidup di dlm lamunan si pengarang. Konflik-pertentangan kejiwaan yg dialami tokoh-tokoh itu mampu dipandang selaku pencerminan atau representasi dr pertentangan kejiwaan pengarangnya sendiri.
Akan namun harus dikenang, bahwa pencerminan ini berlangsung dengan-cara tanpa disadari oleh si pengarang novel itu sendiri & kadang-kadang dlm bentuk yg sudah terdistorsi, seperti halnya yg terjadi dgn mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan novelnya. Makara, karya sastra sebetulnya merupakan pemenuhan dengan-cara tersembunyi atas kehendak pengarangnya yg terkekang (terrepresi) dlm ketaksadaran.
Kritik Sosiologis
Kritik sosiologis dimaksudkan untuk memahami sastra dlm konteks sosial yg lebih luas. Melalui metode sosiologi, kritik ini menggambarkan konstruksi sosial dr karya-karya sastra.
Bahasan sosiologi sastra mampu berupa:
- Pengaruh-pengaruh faktor sosial pengarang terhadap karya sastra yg diciptakannya,
- Pola-contoh buatan & distribusi karya sastra dlm suatu masyarakat,
- Bentuk-bentuk kesusastraan yg dimiliki oleh suatu masyarakat,
- Hubungan antara teks dlm suatu karya sastra dgn realita sosial dlm masyarakat kawasan karya sastra itu dibuat,
- Memahami dengan-cara timbal balik melalui penduduk atau penduduk lewat karya sastra.
Struktur karya sastra & struktur sosial penduduk dlm perspektif sosiologi sastra mempunyai kekerabatan baik langsung maupun tak langsung. Karya sastra selain mempunyai struktur formal pula mempunyai kandungan gagasan, amanat maupun pesan yg mewakili persepsi dunia sosial yg dimiliki oleh pengarang.
Dalam persepsi sosiologi sastra, kandungan fiksi dlm suatu karya sastra tak sekedar mempunyai arti—struktur internal teks dengan-cara linguistik bukan pula mewakili suatu bentuk pemaknaan dlm struktur sosial penduduk yg dipresentasikan oleh karya sastra tersebut.
Marxisme
Marxisme ialah teori sekaligus gerakan politik yg diambil dr pemikiran Karl Marx & Friedrich Engels. Tujuan dr Marxisme yaitu membuat penduduk tanpa kelas, yg didasarkan pada kepemilikan alat-alat bikinan, distribusi, & pertukaran.
Pascakolonialisme
Teori pascakolonial atau Poskolonial intinya merupakan pembahasan atas reaksi-reaksi antikolonial & imbas-efek kolonialisme. Pembahasan ini meliputi, contohnya; ketertindasan kaum terjajah & dominasi penguasa, usaha kemerdekaan, pencitraan-pencitraan kaum terjajah oleh kolonial & antitesisnya, percampuran budaya, & pemberontakan kepada kebenaran tunggal bahasa Penjajah.
Pascamodernisme
Teori Pasca-modernisme atau Post-modernisme merupakan gerakan kritis terhadap rancangan Modernisme, khususnya penolakan kepada budaya borjuis & elit. Pascamodernisme merujuk pada pengaburan batas-batas & hierarki dr gerakan-gerakan yg sudah mapan dlm Modernisme.
Mengenai pemahaman Post-modernisme, Terry Eagleton, mengungkapkan dlm The Illusions of Postmodernism bahwa lazimnya memang dibedakan antara postmodernisme dan postmodernitas. Pembedaan ini cukup berguna baginya. Akan tetapi, ia sendiri lebih bahagia memakai ungkapan postmodernisme, alasannya adalah istilah ini dapat mencakup keduanya.
Postmodernitas lazimnya dimengerti sebagai gaya berpikir yg curiga kepada pengertian klasik wacana kebenaran-rasionalitas-identitas-obyektivitas, curiga terhadap ilham perkembangan universal atau emansipasi, curiga akan satu kerangka kerja, grand narrative atau dasar-dasar terdalam dlm penjelasan.
Sementara itu postmodernisme dimengerti selaku gaya kebudayaan yg mencerminkan sesuatu dlm perubahan jaman ini ke dlm suatu seni yg diwarnai oleh ketakmendalaman, ketakterpusatan, ketakberdasaran; seni yg self-reflexive, penuh permainan, ekletik, serta pluralistik. Seni semacam ini mengaburkan batas antara budaya ‘tinggi’ & budaya ‘pop’, antara seni & hidup harian (Therry Eagleton, 1996: vii-viii).
Post-strukturalisme
Pascastrukturalisme atau Post-strukturalisme merupakan praktik dr dekonstruksi. Pascastrukturalisme merupakan tanggapankritis kepada klaim-klaim strukturalisme, khususnya perihal signifier dan signified.
Poststrukturalisme merupakan salah satu area dlm politik kontemporer yg paling mempesona & vital, sayangnya masih belum banyak dipahami dlm jagad politik. Mereka yg mengidentifikasi diri mereka sebagai golongan poststrukturalis, menurut Mackenzie lazimnya menjauhkan diri mereka dr paradigma dominan dlm teori politik.
Oleh lantaran itu poststrukturalis yaitu kritik kepada Liberalisme, Marxisme, teori kritis, teori pilihan rasional (rational choice) & banyak sekali macam teori feminis & varian-variannya. Mereka mempertanyakan fondasi dr teori politik khususnya arti dr “hal sosial” (the social) & “hal politik” (the political).
Poststrukturalisme senantiasa diasosiasikan dgn sekelompok intelektual yg dahulu (1950-1960) berkumpul di Perancis, yg mengkritik analisa strukturalis yg sempat mendominasi kehidupan intelektual Perancis pada masa itu.
Tokoh-tokoh dr poststrukturalisme ini antara lain adalah para penulis seperti Cixous, Deleuze, Derrida, Foucault, Guattari, Irigaray, Kristeva, & Lyotard. Definisi yg mendekati arti dr poststrukturalisme itu sendiri ialah satu bentuk mempertanyakan konteks intelektual tertentu (reaksi kepada strukturalisme).
Stilistika
Stilistika yakni pendekatan kritis yg mempergunakan metode-metode & pengetahuan linguistik untuk mempelajari karya sastra & non-sastra. Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari cara fitur-fitur linguistik menghipnotis makna sebuah karya dengan-cara keseluruhan & imbas-efeknya pada pembaca.