Tayangan selama dua jam dalam dua seri yang berjudul “Great British Islam” itu, menyambut bulan suci Ramadan 1433 Hijriah tahun 2012 oleh umat Islam di Inggris, mulai dikerjakan Jumat, di animo panas dimulai pukul 2.30 pagi hingga ketika Magrib sekitar pukul 09.05 waktu setempat.
Pengamat dilema sosial dan kandidat Phd dari Essex University, Hakimul Ikhwan, kepada ANTARA London, Sabtu, mengatakan tayangan Great British Islam di stasiun BBC London mulai Rabu malam itu, bukan hanya memperbesar wawasan perihal sejarah masuk Islam di Inggris.
Tayangan itu juga menggugah perasaan sebagai muslim untuk mensyukuri dan respek kepada janji Inggris pada prinsip demokrasi, khususnya dalam pemahaman menjamin keleluasaan berekspresi dan berkeyakinan, ujar Hakimul, dosen Sosiologi Fisipol UGM Yogyakarta.
Sebelum hingga ke Inggris, tidak pernah terbayangkan pada diri suami Lia Yuliawati bahwa tayangan seperti itu mampu ada di TV Inggris sekelas BBC.
Dalam hal ini, mungkin Inggris memang terdepan dibanding negara-negara Eropa yang lain, seperti Jerman dan Prancis, ujar ayah satu putri itu pula.
Menurut ia, tayangan “Great British Islam” sungguh memberi ide, dan banyak hal yang mempesona untuk dikomentari.
Dia menilai, ketangguhan prinsip masyarakat Ingggris (British) kepada prinsip penghargaan keberagaman/pluralitas.
Tidak hanya itu, mereka juga memfasilitasi dan menghadirkannya selaku diskursus di ruang publik melalui media yang paling gampang diakses, yakni televisi, ujar alumni Pondok Modern Gontor Angkatan 1997.
Ia menyampaikan, pertumbuhan Islam di Inggris semenjak periode 19 sekaligus membantah tesis atau pandangan para Orientalis bahwa Islam berkembang lewat pedang (peperangan).
Justru yang terjadi di Inggris, sebagaimana juga terjadi di Indonesia, Islam sukses meningkat melalui kemampuan “membumikan” nilai dan pemikiran Islam sesuai dengan konteks dan kebutuhan penduduk setempat, ujar peneli dengan topik “Islamism and Democracy” itu lagi.
Dalam “Great British Islam”, berbentuktayangan dokumenter ini, bercerita tentang seorang tokoh kenamaan Inggris yang mencoba mengetahui Islam pada pertengahan periode ke-19.
Bertempat di suatu bangunan yang sekarang telah tampak kusam, William Henry Quilliam, mendapatkan kedamaian di dalamnya.
Bangunan bercat putih kusam dengan bab pintu depan yang tampakreyot dan pintu belakang sarat dengan coretan grafiti, serta sarang burung dara dan jamur yang melekat pada hampir seluruh permukaan dinding yang menyimpan kisah panjang tentang Islam di Negeri Ratu Elizabeth II ini.
Bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah perkembangan Islam di Inggris pada abad ke-19 dan 20 Masehi ini, ialah milik William Henry Quilliam yang menjadi fokus mempesona tentang keberadaan Islam pertama kalinya di Inggris Raya.
Hakimul menyampaikan, Islam dalam konstruksi masyarakat Inggris ketika itu identik dengan kebodohan dan kepicikan (“narrow minded”), sehingga Quilliam mendakwahkan Islam melalui bahasa ilmu wawasan.
Merujuk sejarah tersebut, kesadaran yang perlu dibangun yakni kontekstualisasi Islam menanggulangi berbagai problem kontemporer, bukan justru menjadi bab dilema kontemporer, kata beliau.
“Jika tidak, maka ancaman kebangkrutan pasti terjadi, mengenang perkembangan Islam di Inggris tidak terjadi dalam korelasi penaklukkan atau pertempuran sehingga muka Islam Inggris condong lebih elastis, fleksibel, dan egaliter,” ujar beliau lagi.
Menurut beliau, sebagaimana terjadi di Indonesia, Islam berkembang di Inggris melalui proses kultural yang dibangun melalui jaringan sosial dalam komunitas di tingkat lokal.
Karenanya, Islam hadir dalam beragam wajah dan lisan di tengah keanekaragaman sosial masyarakat Inggris Raya.
Gelombang besar migrasi ke penjuru daerah Inggris Raya dalam beberapa dekade terakhir, utamanya awal periode 21, sekaligus memperbesar besar keragaman tampang Islam di Inggris Raya, ujar Hakimul yang meraih gelar Master dari University of Nottingham itu pula.
Sang Penyair
William Henry Quilliam berdasarkan laman Wikipedia ialah pria kelahiran Liverpool, 10 April 1856 yang berasal dari keluarga kaya raya.
Ayahnya, Robert Quilliam, ialah seorang pembuat jam. Sejak kecil William telah mendapatkan pendidikan yang mencukupi, dan oleh kedua orang tuanya disekolahkan di Liverpool Institute dan King William’s College.
Pada kedua forum pendidikan ini, ia mempelajari bidang aturan, dan pada 1878, William mengawali karier selaku seorang pengacara.
William berkembang dan dibesarkan sebagai seorang Katolik. Agama Islam baru dikenalnya dikala beliau mendatangi kawasan Prancis selatan pada 1882. Sejak saat itu, beliau mulai banyak mempelajari tentang Islam dan ajarannya. Ketertarikannya terhadap Islam makin bertambah saat beliau berkunjung ke Aljazair dan Tunisia.
Sekembalinya dari mengunjungi Maroko, William mewujudkan keinginannya untuk berpindah kepercayaan ke agama Islam. Setelah masuk Islam, ia mengganti namanya menjadi Abdullah Quilliam. Usai menyandang nama gres ini, William gencar mempromosikan ajaran Islam terhadap penduduk Liverpool.
Untuk mendukung syiar Islam di kota tempat kelahiran The Beatles itu, William mendirikan lembaga bagi mereka yang ingin mengenali dan berguru ihwal Islam.
Pada 1889, dia pun mendirikan Liverpool Muslim Institute. Tak hanya sebatas menjadi sentra gosip Islam, Abdullah lalu memfungsikan bangunan Liverpool Muslim Institute menjadi kawasan beribadah bagi komunitas Muslim Liverpool. Bangunan itu bisa menampung sekitar seratus orang jemaah.
Pendirian masjid ini lalu disertai oleh pendirian sebuah akademi tinggi Islam di Kota Liverpool, dan suatu panti asuhan bernama Madina House.
Pimpinan perguruan tinggi Islam itu, Abdullah menunjuk Haschem Wilde dan Nasrullah Warren.
Sebagaimana pujangga Inggris William Shakespeare, William Henry Quilliam/Abdullah Quilliam ini dikenal aktif selaku penulis sastra, dan berusaha mempesona simpati masyarakat non-Muslim di Liverpool lewat karyanya.
Dalam jangka waktu sepuluh tahun, beliau sukses mengislamkan lebih dari 150 warga asli Inggris, baik dari kelompok ilmuwan, intelektual, maupun para pemuka penduduk termasuk ibunya yang semula seorang pelopor Katolik.
Berbagai tulisannya tentang Islam diterbitkan lewat media The Islamic Review dan The Crescent yang terbit dari 1893 sampai 1908 dan beredar luas secara internasional.
Harian The Independent menulis bahwa William memanfaatkan ruang bawah tanah masjid selaku daerah untuk mencetak karya-karya tulisnya.
William mempublikasikan tiga edisi buku dengan judul The Faith of Islam pada 1899. Bukunya ini telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa dunia.
Ratu Victoria dan penguasa Mesir tergolong di antara tokoh dunia yang pernah membaca bukunya.
Berkat The Faith of Islam, dalam waktu singkat nama Abdullah Quilliam diketahui luas di seluruh negeri-negeri Muslim. Dia juga menjalin kekerabatan dengan komunitas Muslim di Afrika Barat, dan menerima penghargaan dari pemimpin dunia Islam.
Bahkan, ia menerima gelar Syekh al-Islam dari Sultan Ottoman (Turki Usmani), Abdul Hamid II, pada 1894, dan diangkat sebagai Atase Khusus Negeri Persia untuk Liverpool.