Wayang Suluh, Wayang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Nama wayang suluh dikala ini telah tidak terdengar lagi dan tidak banyak orang yang mengetahui ihwal wayang ini. Wayang suluh telah berperan untuk berbagi semangat kebangsaan dan media perjuangan melawan penjajah Belanda. Kemunculan wayang ini bermula dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sejarah wayang suluh bermula dari R.M Sutarto Harjowahono asal Surakarta pada tahun 1920, membuat wayang untuk cerita-kisah umumyang bersifat kongkret.
Pada awalnya wayang ini belum digunakan selaku media usaha kemerdekaan Indonesia. Bentuk wayang suluh mirip insan yang digambar miring dan diberi pegangannya seperti wayang kulit. Karena pementasannya berdasarkan cerita-dongeng zaman sekarang, maka wayang tersebut mampu dibilang semacam wayang sandiwara, yang kemudian menjadi wayang perjuangan. Bentuk tokoh-tokohnya baik dari sisi kepingan maupun pakaiannya mirip dengan orang dalam kehidupan sehari-hari.
Pada periode usaha kemerdekaan, orang-orang yang tergolong dalam Generasi Baru Angkatan Muda RI dan tergabung dalam Badan Konggres Pemuda RI di Madiun tahun 1947 sudah berupaya menciptakan wayang suluh selaku santunan terhadap usaha pada waktu itu. Wayang Suluh yang diciptakan Badan Kongres Pemuda tersebut telah melepaskan diri dari tradisi wayang-wayang sebelumnya dan cukup representatif untuk memberi penerangan ihwal dasar dan tujuan perjuangan Indonesia. Disebut wayang suluh alasannya fungsi pokok wayang ini lebih ditekankan bagi kepentingan penerangan (sesuluh).
Pagelaran wayang suluh dalam rangka perjuangan kemerdekaan pertama kali diselenggarakan pada 10 Maret 1947 bertempat di Gedung Balai rakyat Madiun Jawa Timur, dihadiri oleh wakil-wakil dari partai, tubuh jawatan, salah satu diantaranya hadir wakil dari Kementrian Penerangan Yogyakarta. Dalam pergelaran tersebut diadakan suatu sayembara pinjaman nama jenis wayang gres itu, akhirnya bernama Wayang Suluh mirip kini, sebelumnya diberi nama wayang Merdeka.
Gambar-gambarnya ada yang memberikan tokoh-tokoh pejuang mirip Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, ada pula yang menggambarkan tokoh-tokoh Belanda., Jepang, serdadu Gurka dan prajurit Pelajar Indonesia, semua dilukiskan persis menurut kondisi bahu-membahu. Musik yang dipakai dalam pergelaran wayang suluh mampu berbentukgamelan, orkes, atau musik yang sedang disukai oleh masyarakat setempat. Lagu-lagunya ada yang klasik dan ada pula lagu berdasarkan jamannya, misalnya lagu-lagu Selabinta, Pasir Putih, lagu-lagu Mars Pemuda, Sorak-sorak bergembira dan sebagainya.
Penyebaran wayang suluh lalu dilakukan oleh berbagai pihak. Pada waktu Dewan Pimpinan Pemuda (DPP) seluruh Jawa dan Madura menyelenggarakan konferensi (tanggal 1 april 1947), membagi 52 set Wayang suluh terhadap para wakil DPP. Oleh DPP di masing-masing kawasan dan cabang, wayang Suluh terus dikembangkan dan disebarluaskan selaku alat penerangan dan alat penghibur yang sederhana namun mampu memperbesar pengetahuan rakyat.
Pada tanggal 2 Nopember 1947 Kementrian Penerangan Pusat telah berusaha untuk menyelenggarakan pegelaran wayang suluh di Bangsal Kepatihan Danurejan Yogyakarta dengan dalang Ki Probohardjono, diiringi gamelan yang dipimpin Ki Wasitadipura atau lebih diketahui dengan sebutan Pak Tjakra beserta mitra-kawannya. Pergelaran tersebut dihadiri sekiatr 700 orang di antaranya Presiden Sukarno dan para menteri, pejabat dari militer dan sipil serta beberapa ahli kebudayaan. Atas perintah Bung Karno, presiden RI, insiden tersebut dibungkus dalam sebuah lukisan seniman lukis yang cukup terkenal ketika itu, Dullah. Sampai kini lukisan pagelaran wayang suluh tersebut masih disimpan di Museum Dullah Solo.
Menurut Ki Probohardjono, sekotak wayang suluh pertama kira-kira 30 buah yang dibuat dan dipakainya di Kepatihan Danurejan Yogyakarta sudah dibawa ke Warsawa untuk ditampilkan pada Word International Youth Confference. Oleh kesannya, beliau membuat Wayang suluh lagi untuk kebutuhan pagelaran selanjutnya, ada yang dari kulit, karton, ada pula yang dari tripleks, dan ada yang dari kayu.
Sejak permulaan perkembangannya, lakon-lakon wayang suluh bukan berasal dari dongeng wayang purwa, namun sengaja dibentuk dari sempalan-sempalan peristiwa revolusi. Misalnya, proklamasi 17 Agustus 1945, Sumpah Pemuda, Perang Surabaya 10 November , Naskah Perjanjian Linggar Jati, Perjanjian Renville, Sang Merah Putih dan sebagainya. Oleh alasannya itu tokoh-tokoh dalam wayang suluh adalah Bung Tomo, Bung karno, Bung Hatta, Sutan Syarhrir, DR Mustopo, Ki Mangunsarkoro, Haji Agus salim, Dr. Sam Ratulangi, Walter Munginsidi, Van Mook, Van der Plas, Jenderal Spoor dan lain-lain. Sumber: https://www.mobgenic.com/wayang-suluh-wayang-perjuangan-kemerdekaan-indonesia/