Wayang Landung Panjalu Pada Wisuda Fakultas Pertanian Unsil Tasikmalaya 2015

Wayang Landung merupakan wayang hasil adaptasi dari wayang Golek kreasi Pandu Radea. Wayang ini berukuran raksasa. Tingginya bisa mencapai 3 meter. Uniknya pula terbuat dari bahan-bahan alam ialah daun. Cara memainkan wayang raksasa asal Ciamis ini butuh 1 orang yang bertugas memikul. Ia masuk ke dalam tubuh wayang kemudian bergerak-gerak mengikuti alunan musik dan dongeng. Di Ciamis, Wayang Landung (dahulu disebut jalukjuk) telah menjadi salah satu ikon budaya setempat.

Wayang Landung, bentuk kamonésan (kreativitas) seni kontemporer dari Ciamis, telah banyak menyita perhatian masyarakat dalam berbagai penampilannya. Seniman muda Pandu Radea, kreatornya, mulai memperkenalkan seni hélaran (arak-arakan) tersebut pada tahun 2003 dalam perhelatan Intenational Kite Festival. Tahun 2007, Wayang Landung kembali tampil dalam Festival Budaya Nusantara di Jembrana, Bali, memenuhi permintaan yang disampaikan lewat Disbudpar Ciamis.
Media utama yang dipakai dalam pertunjukan Wayang Landung adalah badawang, bentuk wayang raksasa yang ialah rekonstruksi wayang golek dalam ukuran besar. Bahan pembuatannya utamanya kararas (daun pisang renta yang telah kering), dan embel-embel yang lain. Badawang tersebut kemudian dimainkan oleh seorang pemain yang menyangga dengan tubuhnya. Sebutan Wayang Landung sendiri, tutur Pandu, mengadopsi dari kesenian Barong Landung di pulau Bali.
Pertujukan Wayang Landung dibagi dua bab, adalah lalampahan dan jogol. Lalampahan adalah prosesi perjalanan atau arak-arakan, sementara jogol merupakan agresi pertandingan yang mengikuti alur dongeng. Pertunjukan, diperankan oleh para pemain tetap. Untuk memandu pertunjukan, terdapat seorang dalang yang mengendalikan laku para pemain, seperti pada wayang umumnya.

Pemain Wayang Landung sendiri dapat mencapai jumlah puluhan orang. Karenanya, terbuka kesempatan untuk menjadi alternatif pergelaran kolosal yang melibatkan banyak pihak. Sejauh ini, menurut Pandu, lima puluh orang pernah dilibatkannya dalam salah satu pertunjukannya. Kepedulian dari pihak-pihak yang memangku pelatihan seni budaya mampu sungguh berperan untuk mengembangkan Wayang Landung di periode depan. Patut mendapat apresiasi, seni pentasini sudah menenteng nama Ciamis di banyak sekali perhelatan seni di seputar pulau Jawa dan Bali.

  Seni Memeniran Atau Badawang

Biasanya Pertunjukkan Wayang Landung ada pada ketika pesta akad nikah, sunatan atau kejadian-peristiwa besar yang lain. Wayang-wayang diarak berkeliling kampung. Warga-warga mengiuti dengan riang besar hati. Tiba di sebuah tempat yang lapang, wayang-wayang itu akan berlaga. Bak cerita silat, mereka mengadu keampuhan. Iringan musik semakin cepat dan teriakan makin ramai. Sampai salah satu hancur atau mengalah kalah, pertunjukkan usai.

Wayang Landung, tutur Pandu Radea, tetap menyelipkan filosofi seperti pada pentaswayang golek, tetapi dengan sentuhan yang berlainan. Ia sendiri masih menyimpan obsesi untuk menyuguhkan pertunjukan Wayang Landung dengan kisah utuh, tetapi masih membutuhkan persiapan yang lebih matang, di antaranya dengan menyiapkan semua aksara wayang yang diperlukan.

Baca juga Wayang Kila