Urbanisasi Ekonomi, Konflik Dan Politik Sosial Penduduk Akhlak Batak – Tionghoa 2003 – 2008

Urbanisasi ekonomi sosial akan di diskusikan mengenai keberadaann masyarakat etika Batak, menurut ekonomi, bantuan serta kehidupan sosial yang ada di masyarakat secara khusus dan umum. Hal ini tentunya pada penduduk menegah kebawah.


Hal ini menjelaskan kepentingan ekonomi, sebagai kelas pekerja, buruh agresif, kriminal (Batak Sihombing, Siregar) dan petani di perkebunan, serta seksualitas diciptakan menerangkan hal tersebut bagaimana mereka hidup diberbagai daerah yang ada di Pontianak. 


Jika mereka hendak bekerja dari sistem ekonomi tersebut, maka mereka hidup selaku birokrasi yang memang betul menjadi permulaan dari kehidupan sosial ekonomi yang dibuat berdasarkan kota, sampai moralitas dan adat hilang di penduduk .


Di Pontianak hal ini menerangkan bagaimana mereka hidup berdampingan dengan akal sehat dan metode agama dan budaya. Sehingga tidak ada moralitas dan kehidupan yang senasib dengan mereka pada penduduk Batak – Dayak di kala kemudian.


Sejarah kehidupan sosial dan ekonomi menjadi temuan penting dalam latar belakang mereka hidup di tetangga, terutama dalam lingkungan rumah tangga. Pada tahun 2008 dikala politik menjadi awal dari kehidupan sosial mereka, dan agama K. A Pontianak. 


Setelah membuat pertentangan maka berlanjut pada metode pendidikan seperti sukar menuntaskan studi dan menunjukkan upah rendah (Budha – Kristen, Oknumnya) menerangkan hal ini. Apa yang mampu diberikan oleh mereka ? Yang ada mengemis mereka itu karakteristik (Batak – Tionghoa – Dayak), menjadi awal sejarah kehidupan sosial mereka di Pontianak.


Ekonomi Seksualitas di Pontianak – Jakarta


Telah menerangkan penyebaran mereka di Pontianak, dan bertinggal dan membuat onar dan konflik sosial di perkampungan kawasan tinggal, guna mengundang simpati dan moralitas mereka yang hidup dan numpang hidup di Pontianak – Jakarta (pedesaan – perkotaan).

  Kebiasaan Atau Hukum Tak Tertulis


Urbanisasi ekonomi menjelaskan bagaimana mereka hidup dalam perkampuangan, dan moralitas mereka di penduduk , serta agama yang mereka yakini hendaknya menjadi permulaan dari catatan tentang keberadaan mereka di Pontianak – Jakarta terutama bagi buday Tionghoa – Batak yang berurbanisasi.


Perusakan mental, yang dikerjakan oleh orang Tionghoa di perkotaan terang dilaksanakan, dan berbagai metode kesehatan yang diulangi kembali menjadi permulaan dari perlawanan dan kehidupan serta pembentukan tembok agama dan budaya mereka di masyarakat Pontianak – Jakarta.


Moralitas dan budbahasa hilang menurut agama Islam di Indonesia menerangkan bagaimana mereka hidup menurut karakteristik mereka di masyarakat. Kebrutalan itu menjadi catatan terhadap urbansiasi ekonomi di Indonesia, serta aturan di Indonesia menerangkan eksistensi mereka disini, sebagai masyarakat berkebudayaan Batak – Tionghoa.


Berlindung di balik tembok agama Nasrani – Protestan Sihombing – Marpaung – Siregar, dan Tionghoa menjadi catatan terhadap sistem ekonomi sosial, dan politik  serta budaya (Makan Orang) psikologis, yang mereka terima pada penduduk suku Dayak dan Jawa di Pontianak, dari hasil kebiadaban mereka dalam hal ini di Pontianak secara khusus, pada abad pemerintahan Sutamidji 2003 selaku walikota Pontianak.


Berlanjut begitu menjijikan pada perkampungan kota, menurut hasil asimilasi budaya Batak berpendidikan rendah, dan buruh kapal serta menjadi awal kelas sosial kebawah mengganti nasibnya dokter dan perawat (makan orang  –  makan duit) dan pendidik rendahan menjadi kebringasan dan kehidupan sosial kesehatan disini.


Mereka di masyarakat, dan seksualitas yang rendah hidupnya, guna  bermimpi menjadi permulaan pembangunan insan Pada Orang (kejelekan) Batak – Tionghoa – Dayak, dan Jawa di Pontianak. Hasil kolektifitas menciptakan konflik sosial, dan seksualitas, kehidupan sosial nya.

  Sistem Perbankan