Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi Lokal – Ekonomi kerakyatan sangat berlawanan dari neoliberalisme. Neoliberalisme yakni sebuah metode perekonomian yang dibangun dan dilaksanakan di atas tiga prinsip selaku berikut:
- Tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar;
- Kepemilikan eksklusif terhadap faktor-faktor bikinan diakui; dan
- Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara lewat penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).
ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, ialah sebuah metode perekonomian yang ditujukan untuk merealisasikan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah selaku berikut:
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sungguh besarnya peran negara dalam tata cara ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, tugas negara dalam metode ekonomi kerakyatan antara lain mencakup lima hal selaku berikut:
Mencermati perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme tersebut, tidak terlalu berlebihan jikalau disimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan intinya ialah antitesis dari neoliberalisme. Sebab itu, neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan (Keynesianisme) dan ekonomi pasar sosial sebagai salah satu varian permulaan dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-Armack (Giersch (1961) tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan, karena keduanya yaitu system ekonomi yang dibangun berdasarkan prinsip kompetisi bebas.
Daftar Isi 1. Pengertian Sistem Ekonomi KerakyatanEkonomi kerakyatan yakni sistem ekonomi nasional yang disusun selaku perjuangan bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana buatan dijalankan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pengendalian anggota-anggota penduduk yang bertujuan untuk memajukan kemampuan masyarakat dalam mengontrol jalannya roda perekonomian (Baswir, 2008).
Ekonomi kerakyatan yaitu tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan ialah penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan perkembangan ekonomi rakyat, ialah keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.
Untuk memahami lebih lanjut sistem ekonomi kerakyatan dalam praktek, tidak perlu menempuh cara yang merepotkan, cukup datangilah dan bicaralah dengan para pelaku ekonomi rakyat, tidak perlu sampai jauh ke plosok daerah yang merepotkan dijangkau, lihatlah di sekitarkita. Apabila Anda bersedia untuk bersimpati dan berempati sedikit saja dengan usaha hidup mereka, maka bekerjsama tidak sulit untuk memperoleh fakta-fakta penerapan asas-asas ekonomi kerakyatan ini dihampir segala cabang aktivitas ekonomi mirip di bidang pertanian, perikanan, industri dan kerajinan, dan bidang jasa. Sebaliknya selama kita selalu menilai teramat sukar mempelajari kehidupan ekonomi rakyat, bahkan kita condong menganggap ekonomi rakyat itu tidak ada, atau dianggap system ekonomi yang illegal, maka argumentasi kita akan senantiasa berputar-putar dengan pola teori ekonomi barat yang tidak sesuai untuk Indonesia (Mubyarto,2003)
Praktik-praktik ekonomi Kerakyatan yang moralistik, demokratik, dan mandiri, sangat mudah ditemukan di lapangan tanpa upaya-upaya extra keras. Mereka, pelaku-pelaku ekonomi rakyat melaksanakannya dengan sarat kesadaran. Itulah Ekonomi Kerakyatan dalam agresi. Aplikasi Ekonomi Kerakyatan bahu-membahu melekat pada prilaku ekonomi sebagian besar penduduk Indonesia di semua sektor ekonomi. Sebesar 99,9% Pelaku ekonomi di Indonesia yaitu mereka sebagian besar rakyat yang masuk dalam skala usaha ikro, kecil dan menengah (pangsa pasar 20%), dan sisanya 0,1% pelaku ekonomi ialah perjuangan besar dan konglomerat (pangsa pasar 80%).
2. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sungguh penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak cuma terbatas selaku pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-tubuh Usaha Milik Negara (BUMN), yakni untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara pribadi dalam penyelenggaraan berbagai acara ekonomi tersebut. Tujuannya ialah untuk menjamin supaya kesejahteraan penduduk senantiasa lebih diutamakan dibandingkan dengan kesejahteraan orang seorang, dan biar tampuk buatan tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
Tidak benar kalau dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan condong mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya diketahui dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan diketahui secara komprehensif dalam arti mengamati baik faktor kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, perkembangan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
Mekanisme alokasi dalam tata cara ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang bikinan yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi prosedur pasar bukan satu-satunya. Selain melalui prosedur pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui prosedur perjuangan bareng (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan mirip dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam prosedur alokasi tata cara ekonomi kerakyatan.
Sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam metode ekonomi kerakyatan mesti dijalankan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau aspek-aspek produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-aspek bikinan atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi metode ekonomi kerakyatan.
Berdasrkan Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-aspek buatan itulah antara lain yang mengakibatkan dinyatakannya koperasi sebagai bangkit perusahaan yang sesuai dengan tata cara ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dimengerti, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang memiliki kepentingan dalam lapangan usaha yang dilaksanakan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Pada koperasi memang terdapat perbedaan fundamental yang membedakannya dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yakni diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, “Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang berafiliasi untuk mengadakan kebutuhan bareng ”. Karakter utama ekonomi kerakyatan intinya terletak pada dihilangkannya budbahasa individualistis dan kapitalistis dari tampang perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain mempunyai arti diikutsertakannya pelanggan dan buruh selaku anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu memiliki arti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kesejahteraan masyarakat di atas kesejahteraan orang seorang.
Dengan diangkatnya kerakyatan sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam memilih corak perusahaan yang mesti dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangkit perjuangan yang dimiliki dan dikontrol secara kolektif (kooperatif) lewat penerapan contoh-contoh kepemilikan saham oleh pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan penitikberatan kesejahteraan masyarakat di atas kesejahteraan orang seorang cuma mampu dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.
3. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi KerakyatanTujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan yakni untuk merealisasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia lewat peningkatan kemampuan penduduk dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan meliputi lima hal berikut:
4. Alasan Ekonomi Kerakyatan Perlu Dijadikan Strategi Pembangunan EkonomiAda 4 (empat) argumentasi mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan taktik pembangunan ekonomi Indonesia (Mardi Yatmo Hutomo). Keempat alasan, dimaksud adalah :
a. Karakteristik IndonesiaPengalaman kesuksesan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, menggandakan konsep pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya menunjukkan hasil yang berbeda. Pengalaman Indonesia yang mengandalkan dana pinjaman mancanegara untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari mancanegara, memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua hingga tiga dasawarsa memang berhasil mendorong kemajuan output nasional yang cukup tinggi dan menawarkan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat. Indonesia pernah dijuluki selaku salah satu dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle, alasannya adalah tingkat perkembangan ekonominya yang cukup mantap selama tiga dasawarsa, namun ternyata sungguh rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata duit Bath di Thailand, ternyata dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.
Fakta ini menunjukkan terhadap terhadap kita, bahwa konsep dan taktik pembangunan ekonomi yang berhasil dipraktekkan di sebuah negara, belum tentu akan sukses jika diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar – Rostow – David Romer – Solow, dibangun dari struktur penduduk pelaku ekonomi yang berlainan dengan struktur ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori senantiasa dibangun dengan perkiraan-asumsi tertentu, yang tidak semua negara mempunyai syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang besar lengan berkuasa, stabil dan berkeadilan, tidak mampu menggunakan teori generik yang ada. Kita harus merumuskan rancangan pembangunan ekonomi sendiri yang tepat dengan tuntutan politik rakyat, permintaan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan suasana subyektif kita.
b. Tuntutan KonstitusiWalaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang semestinya dibangun, belum cukup terperinci sehingga tidak gampang untuk dijabarkan bahkan mampu diinterpretasikan beragam (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa iman ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis sebenarnya makna atau ruhnya cukup terperinci. Ruh tata ekonomi usaha bersama yang berasas kekeluargaan yaitu tata ekonomi yang menawarkan potensi terhadap seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang sebaiknya dibangun ialah bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi ialah tata ekonomi yang memberi kesempatan kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional yakni tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang mesti dibuat oleh sektor private. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, meskipun dalam klarifikasi pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi pasti harus menyesuaikan dengan pertumbuhan penduduk dan lingkungan.
c. Fakta EmpirikDari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah kepada valas, ternyata tidak hingga melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa akibat krisis ekonomi, harga keperluan utama melambung, inflasi nyaris tidak dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun, bikinan barang manufaktur menurun, pengangguran meningkat, ialah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak memiliki dampak serius terhadap perekonomian rakyat penghasilannya bukan dari memasarkan tenaga kerja.
Usaha-perjuangan yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya tidak memakai bahan impor, hampir tidak mengalami goncangan yang mempunyai arti. Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata ekonomi Indonesia bisa tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua menerangkan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh jikalau pelaku ekonomi dilaksanakan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
d. Kegagalan Pembangunan EkonomiPembangunan ekonomi yang sudah kita kerjakan selama ini, dilihat dari faktor makro ekonomi memang menawarkan hasil-hasil yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen pertahun. Pendapatan perkapitan berkembangcukup tajam, volume dan nilai eksport non migas juga meningkat. Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah masyarakatmiskin jumlahnya tetap banyak, kesenjangan pendapatan antar kelompok penduduk dan atar tempat kian lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga meningkat. Terjadi paradok ekonomi.
Walaupun banyak sekali program penanggulangan kemiskinan telah kita dilakukan, acara pemerataan sudah kita lakukan, tetapi ternyata seluruhnya tidak bisa memecahkan dilema-duduk perkara dimaksud. Oleh sebab itu, yang kita perlukan ketika ini bahu-membahu bukan hanya acara penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan kembali strategi pembangunan ekonomi yang sesuai untuk Indonesia. Kalau strategi pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka sebetulnya semua program pembangunan yaitu sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan.
5. Contoh Upaya-Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan
Yang diperlukan oleh usaha rakyat bahu-membahu bukan subsidi bunga dan bukan dana block grant, tetapi terusan untuk mendapatkan perlindungan ke forum keuangan. Dengan demikian, intervensi yang diperlukan dari pemerintah ialah adanya penjaminan kredit untuk UKM.
Mengapa perlu penjaminan, sebab bank yaitu risk aversion sehingga tidak berkeinginan menunjukkan kredit terhadap UKM yang memang memiliki default risk tinggi. Tidak efektifnya kebijakan credit rationing dengan mewajibkan bank lazim menyalurkan 25 persen kredit terhadap UKM dengan subsidi bunga dari pemerintah, yaitu argumentasi yang cukup berpengaruh wacana perlunya penjaminan pemerintah untuk kredit UKM.
Strategi ini, selain tidak akan membebani anggaran belanja pemerintah yang terlalu besar, juga bagian dari pembelajaran bagi UKM untuk sudah biasa bekerjasama dengan lembaga keuangan formal dan pembelajaran bagi UKM untuk berdikari dan efisien.
Untuk mendorong UKM bergabung pada koperasi (baik di sektor pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, industri), maka UKM yang bergabung diberi dispensasi pajak. Demikian pula terhadap perusahaan apapun yang bersedia memasarkan sahamnya terhadap pegawainya, diberi dispensasi pajak.
Lahan dalam perekonomian merupakan faktor modal yang penting. Meningkatnya jumlah petani landless dalam 3 dekade terakhir, dan hilangnya spesifikasi pemilikan komunal atas sumber daya hutan, merupakan bahaya serius dalam membangun ekonomi kerakyatan. Oleh sebab itu, pinjaman bagi penduduk adab atas tanah ulayat, tunjangan petani lewat sertifikasi tanah, perlu dijalankan. Kebijakan pemerintah yang memberi akomodasi bagi masyarakat budpekerti untuk memperoleh hak pemilikan atas tanah ulayat, akan membantu penguatan ekonomi rakyat.
Perusahaan Hutan Rakyat (bukan HPH tetapi mirip HPH hanya pemilikan sahamnya yaitu oleh penduduk etika lokal), akan mampu dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat. Demikian juga Perusahaan Perkebunan Rakyat (bukan Perkebunan Inti Rakyat, tetapi mirip PIR cuma pemilikan sahamnya oleh masyarakat etika lokal), akan mampu dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat.
Dari versi ekonomi income penduduk , salah satu sumber pendapatan masyarakat ialah dari upah dan gaji. Rendah tingginya upah dan gaji yang diterima, tergantung dari tingkat upah perjam/bulan, lama jam kerja, dan jumlah anggota keluarga yang melakukan pekerjaan . Tinggi rendahnya tingkat upah dan gaji diputuskan oleh kualitas tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja bukan cuma diputuskan oleh tingat pendidikan, namun juga sikap mental (etos kerja, profesionalitas, dan kedisiplinan). Lama jam kerja dan jumlah anggota keluarga yang bekerja diputuskan oleh ketersediaan lapangan kerja.
Kebijakan penetapan batas Upah Minimum Regional (UMR), mirip yang selama ini dipakai pemerintah dalam melindungi kaum pekerja, bahu-membahu tidak memecahkan persoalan ketenagakerjaan. Intervensi pemerintah secara pribadi dalam menentukan upah dan honor pekerja, justru mengakibatkan persoalan gres yang lebih serius, seperti pengangguran dan masalah sektor informal. Perbaikan gaji dan upah, semestinya diserahkan melalui prosedur pasar tenaga kerja.
Oleh alasannya itu, dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan dari segi ketenagakerjaan, harus ada kebijakan baik disisi demand maupun di sisi supply. Di segi supply, intervensi yang diharapkan dari pemerintah yakni peningkatan kualitas tenaga kerja. Sedang di sisi demand, intervensi yang diperlukan dari pemerintah yaitu ekspansi lapangan kerja. Perluasan lapangan kerja dapat dijalankan lewat instrumen kebijakan fiskal dan moneter, penumbuh kembangkan usaha-perjuangan ekonomi produktif, dan industrialisasi di perdesaan. Untuk memajukan upah pekerja, jalan yang kondusif untuk ditempuh yakni lewat stimulus penciptaan lapangan kerja. Meluasnya lapangan kerja akan memindah kurve ajakan, sehingga tingkat upah akan meningkat. Stimulan untuk membuat lapangan kerja dapat ditempuh lewat peningkatan investasi. Peningkatan investasi tidak mesti menurunkan suku bunga bank, tetapi memperluas akses unit buatan rakyat untuk menemukan pemberian di lembaga keuangan bank.
Pengadaan sarana bikinan pertanian dalam jumlah sedikit akan memajukan harga perunit fasilitas produksi, dan akhirnya biaya produksi per unit produk menjadi tinggi. Dengan bikinan kecil dan laba kecil, akan menjadi kendala untuk terjadinya akumulasi kapital di setiap unit bikinan. Akibatnya hampir tidak pernah terjadi investasi baru di sektor ini, baik dalam bentuk pengadaan alat-alat mekanisasi pertanian, maupun ekspansi lahan.
Dengan skala perjuangan kecil-kecil dengan jumlah jutaan dan tidak ada keterkaitan antara satu dengan yang lain, mengakibatkan posisi tawar mereka baik di pasar input maupun di pasar output, sungguh lemah. Di pasar input mereka berhadapan dengan monopoli, sedang di pasar output mereka menghadapi monopsoni. Oleh karena itu, jalan keluar yang relatif baik adalah melalui merger antarunit usaha pertanian atau coorporate farming. Melalui coorporate farming (CF), buatan pertanian dilaksanakan lewat unit-unit perusahaan pertanian yang saham seluruhnya dimiliki oleh petani yang bersangkutan. Model CF tidak saja dipraktekkan untuk pertanian tanaman pangan, tetapi juga untuk perkebunan.
Struktur usaha di sektor perdagangan, seperti kita ketahui bareng , berisikan unsur biro, retail besar, dan retail kecil. Perusahaan agen kebanyakan dimiliki atau merupakan anak perusahaan dari produsen atau dimiliki oleh perusahaan terbatas yang pemilik bukan produsen tetapi sebagian sahamnya dimiliki oleh produsen. Pemilikan saham di agen dan retail besar, pada umumnya hanya oleh sebagian kecil orang.
Dalam rangka penguatan ekonomi kerayatan, struktur pemilikan saham di agen dan retail besar, perlu dilakukan peninjauan kembali. Intinya adalah, sebanyak-banyaknya warga negara harus memiliki saham di sektor perdagangan. Bentuknya adalah, retail-retail kecil mesti membentuk koperasi. Melalui koperasi ini, retail-retail kecil mempunyai saham di retail besar dan di peerusahaan biro.
Selama ini konsep bahwa “bumi air dan segala isinya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, dipahami kekayaan alam, utamanya kekayaan hutan dan materi galian dikuasai negara, lalu oleh pemerintah sebagai wakil negara mengkonsesikan kepada pihak swasta (misalnya dalam bentuk HPH, perjanjian karya), kemudian penerimaan bagi hasil dan pajak atas eksploitasi sumber daya alam tersebut dibagi dua, sebagian diberikan terhadap pemerintah tempat dan sebagian lagi untuk pemerintah sentra.
Bagian kawasan tersebut berikutnya untuk membiayai pembangunan di daerahnya dan bagi sentra dibagikan terhadap kawasan bukan penghasil dan atau dipakai pusat untuk untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh sebab itu, tak aneh kalau masyarakatdimana sumber daya alam itu berada, kadang kala tidak mencicipi manfaat atas eksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan. Bahkan penduduk setempat harus menanggung biaya eksternalitas disekonomi yang ditimbulkan dari acara eksploitasi dimaksud.
Pengakuan atas pemilikan komunal kepada sumber daya alam yang berikutnya melibatkan masyarakat setempat dalam eksploitasi, merupakan opsi kebijakan yang cukup baik kalau ditinjau dari faktor politik, faktor ekonomi, dan aspek keberlanjutan. Melalui legalisasi hak kepemilikan komunal, masyarakat bersama pemerintah secara bantu-membantu dapat:
6. Agenda Pokok Ekonomi KerakyatanBerkaitan dengan uraian diatas, agar metode ekonomi kerakyatan tidak cuma berhenti pada tingkat tentang, sejumlah acara kasatmata ekonomi kerakyatan harus secepatnya diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima jadwal pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima acara tersebut ialah inti dari politik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk (entry point) bagi terselenggarakannya sistem ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang.
Referensi :
|