Ular yang Menggigit Ibu | Cerpen Khairul Umam

Tiga malam kemudian, Ibu digigit ular. Kaki kanannya membengkak & kaku. Segera ia dilarikan ke pawang ular di Pinggir Papas yg terkenal ampuh menjinakkan berbagai macam ular & racun yg kadung merasuk ke badan insan. Tak peduli jalan rusak, tak peduli anak perempuannya hamil, tak peduli cuaca malam berembun tebal. Mobil laju & tangkas. Semua demi keselamatan Ibu.

Ayah membopong Ibu memasuki gang sempit di antara geriap air tambak & percik cahaya lampu rumah yg berdempetan membentuk pemandangan rumah apung. Akhirnya kami sampai. Kiai Dullah hanya tersenyum tipis sambil memandangi wajah Ibu yg meringis. ia duduk menyimpuh, menundukkan kepala mirip hendak sujud.

Dia melekatkan bibir yg lebam oleh rokok ke kaki Ibu yg abses. ia isap kuat-kuat bisa ular di kaki Ibu. Ibu meringis. Kiai Dullah menggerak-gerakkan betis & punggung perlahan, namun terasa begitu besar lengan berkuasa. Beberapa menit pemandangan itu tak berubah. Wajah Ibu makin pias. Otot-ototnya menegang. Kiai Dullah gemetar & menerjang-nerjang. Mereka berdua mirip sedang bergulat dgn sesuatu yg teramat berat & berpengaruh. Bulir-bulir keringat mereka menetes mirip kilauan air tambak terkena pantulan cahaya lampu rumah-rumah.

Setelah beberapa menit yg berat & penuh keringat, Kiai Dullah melepaskan kaki Ibu. ia memuntahkan gumpalan darah merah pekat nyaris mendekati hitam ke dlm bejana. Darah itu bergelembung & membentuk gumpalangumpalan kecil yg menguarkan bau busuk. Saat Ibu melepaskan letih, Kiai Dullah secepatnya berkumur air kelapa yg telah terkupas & dilubangi.

“Tinggal menanti penyembuhan,” Kiai Dullah berkata lirih sambil memperbaiki duduk persis di samping kaki Ibu yg masih kaku & menjulur begitu saja tanpa tenaga.

“Tolong perbanyak makan & istirahat. Bekas luka ini lumuri parutan mentimun.”

Kami menunduk, mengiyakan perkataan Kiai Dullah. Meski tak begitu paham apa yg ia maksudkan, bagi kami kesembuhan Ibu yg utama. Kaprikornus tak perlu bertanya tujuan & fungsi resep itu. Kami pasrah & melaksanakan sebaik-baiknya.

*****

Konon, ular yg telah menggigit insan tak pernah mampu hidup senang. Ia akan menangis saban hari. Bahkan empat puluh hari sebelum ia betul-betul menggigit mangsa.

  Contoh Cerpen Beserta Unsur Intrinsiknya

Sebagai bentuk penyesalan, ia tak pernah beranjak dr kawasan saat menggigit mangsa. Berhari-hari ia akan berdiam dgn badan tanpa tenaga. Tak makan, tak minum, & sungguh mungkin ia akan mati. Jika orang-orang yg mencari cepat memperoleh, ia dlm keadaan mengenaskan. Namun bila tak ada orang yg mencari, ia akan mati kelaparan & mengenaskan.

Sampai detik ini, tak seekor pun ular yg menggigit insan selamat dr buruan orangorang kampung. Mereka senantiasa sigap & kompak, serimbun & selebat apa pun semak. Setelah menemukan, mereka menggiring ular itu ke rumah korban & di sana mereka membantai ular itu hingga mati mengenaskan. Kadang-kadang mereka membakar ular itu alasannya adalah menganggap akan hidup lagi sehabis dilepaskan, separah apa pun kondisinya. Sebagian orang percaya ular punya obat & cara tersendiri untuk keluar dr jurang kematian yg menakutkan. Membakar ialah cara terbaik meyakinkan mereka: ular itu sudah sungguh-sungguh binasa.

Namun ini tak terjadi pada ular yg menggigit Ibu tiga hari lalu. Sudah nyaris seluruh warga kampung mencari di kawasan kejadian & beberapa tempat sekitar. Nihil. Semak-semak rimbun telah mereka bersihkan, namun tetap nihil. Sejak Ibu digigit hingga dikala ini, penelusuran tak kunjung berhenti. Mereka tetap berusaha menemukan. Ada doktrin berpengaruh di penduduk , bila ular yg menggigit tak bisa ditangkap, luka korban akan parah, bahkan bisa berakibat sangat menyeramkan: meninggal dunia.

Menurut penuturan Ibu, ular yg menggigit sebesar lengan orang remaja, berwarna hitam berbelang kuning. Panjang sekitar satu meter. Ia terjatuh di semak di kiri jalan sehabis Ibu kibaskan dgn kuat. Ibu tak tahu persis saat ular itu menggigit sebab ketika itu matahari sudah karam & mega merah di ufuk barat menyembur lembut. Ibu hanya memprediksi melalui cahaya senter yg menyorot sekilas. Setelah itu, ia terburu-buru memanggil Ayah yg sedang mencuci rumput di sungai & terburu berangkat ke pawang ular yg berjarak sekitar 50 kilometer dr rumah.

  Jakarta Tidak Gemerlapan | Cerpen Seno Gumira Adjidarma

Orang-orang berspekulasi. Ular itu mungkin sudah sangat tua & sungguh berbahaya. Mungkin jenis ular kaber macan yg sangat berbisa. Namun dr ciri yg Ibu sebutkan, sebagian waswas ia mungkin kaber kokon yg tak kalah berbisa. Orang-orang masih beradu pendapat & banyak sekali kemungkinan.

Sementara Ibu meringis kesakitan & kakinya kian membesar, orang-orang makin sengit beradu kemungkinan & menebak jenis ular yg sudah mengigit. Setelah berhari-hari mencari & tak kunjung memperoleh ular itu, orang-orang mengajukan kemungkinan lain. Ular pangraksa.

Ular itu sungguh jarang keluar. Ia cuma menampakkan diri pada waktu tertentu. Biasanya malam Jumat & malam Selasa. Oleh karena itulah, orang-orang bersepakat memberi sesajen selaku masakan setiap ia timbul supaya tak mengusik warga & binatang ternak. Warga meyakini ia penjaga keamanan kampung ini semenjak ribuan tahun lalu. Sebagai wujud terima kasih, warga berela hati meletakkan sesajen di daerah itu sepekan dua kali.

Sampai detik ini, tak ada yg pernah melihat langsung ular itu. Hanya dr cerita ke dongeng. Konon, beberapa orang melihat ia sedang melingkar di semak belukar. Sebagian orang lain melihat ia melilit rumpun bambu yg lebat di sekitar daerah ia muncul. Gerakannya mengakibatkan bunyi mengertap & sesekali berbunyi persis seperti ayam jantan yg berkokok.

Dari dongeng itulah, setiap malam Jumat & Selasa, apabila terdengar mirip kokokan ayam jantan di sekitar daerah itu, orang-orang percaya itulah ular pangraksa yg keluar dr sarang.

Ibu-ibu akan menyuruh anak-anak masuk ke tempat tinggal & ntuk segera tidur. Orang-orang yg nongkrong di warung menjadi kaku & bengong lesu. Sampai detik ini tak seorang pun berani menegaskan itu ular yg dimaksud. Mereka memilih kondusif dibandingkan dengan menuruti rasa ingin tau. Memang ada satu-dua orang hendak menandakan ular itu benar-benar ada. Namun sebelum niat itu terealisasi, nyali mereka menciut alasannya provokasi tetangga & teman-sobat yg sangat meyakinkan & menggetarkan nyali.

  Rumah Air | Cerpen Anton Kurnia

Soal ular pangraksa bekerjsama tinggal cerita. Sudah lama tak ada kokokan serupa ayam jantan & tak ada bunyi kertap bambu dilintasi ular. Mungkin sudah berbilang tahun. Hingga orangorang lupa mereka punya kewajiban setiap dua malam sepekan. Mereka lebih asyik dgn cerita masing-masing. Sebagian pula sudah tak percaya ular itu sungguh ada.

Penebangan demi penebangan dijalankan. Hampir semua rumpun bambu di daerah yg dikeramatkan sudah habis terjual. Beberapa pohon besar pula mereka tumbangkan. Kenyataannya tak ada yg ganjil. Semua tanpa hambatan & aman. Sebagian bahkan berani mencacimaki keyakinan sesepuh ihwal ular itu. Mereka menganggap itu sekadar mitos & isapan jempol belaka.

Di warung-warung mereka berbicara lebih rasional tentang kondisi ekonomi yg semakin menjepit, kondisi politik yg memanas, & tentu berita-gosip yg menciptakan adrenalin naik tak terkontrol. Tentu mereka tak paham gosip yg benar & tidak. Terpenting mereka sudah mendengar & menonton di televisi. Apalagi sebagian yg lebih berpendidikan mengompori.

*****

Kamis sore itu, di tempat yg sudah tak lagi dirindangi rumpun bambu & tinggal semak-semak kecil, orangorang berkumpul membawa nasi takir yg diletakkan di atas ancak pelepah pisang. Ada empat takir kecil berisi nasi ditumpangi pewarna merah. Di tengahtengah kerumunan digantung kulit kambing yg sudah diisi jerami, sehingga tampakmasih hidup mirip semula.

Mereka mengaji perlahan & serentak. Sesepuh kampung membacakan mantra & doa sebelum menaruh sesajen itu di aneka macam penjuru. Diam-diam mereka sadar, selama ini sudah melewatkan keharusan.

Peristiwa yg menimpa Ibu bukan satu-satunya. Beberapa warga pula sudah digigit ular sebelum Ibu. Namun kejadian yg menimpa Ibu yg paling ganjil. Tak ada jejak ular ditemukan. Itu membuat penduduk terjaga, ular pangraksa sudah benar-benar keluar. Ular dgn kombinasi setengah hewan & setengah makhluk halus. Ular yg dimitoskan & tak dianggap sungguh-sungguh ada. (*)