Masyarakat Indonesia sebelum mengenal huruf sudah mempunyai tradisi sejarah. Maksud tradisi sejarah adalah bagaimana suatu masyarakat mempunyai kesadaran kepada kurun lalunya. Kesadaran tersebut lalu beliau rekam dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Perekaman dan pewarisan tersebut kemudian menjadi sebuah tradisi yang hidup tumbuh dan meningkat dalam penduduk . Bagaimanakah masyarakat yang belum mengenal goresan pena merekam dan mewariskan abad lalunya? Bagaimanakah masyarakat yang belum mengenal tulisan memaknai kala lalunya? Masyarakat dalam memahami kurun lalunya akan diputuskan oleh alam fikiran masyarakat pada era itu atau “jiwa zaman”.
Dari kehidupan penduduk zaman praaksara, kita mendapatkan warisan berupa alat- alat dari batu, tulang, kayu, dan logam serta lukisan pada dinding-dinding gua. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi bagian penting dalam perjuangan menuliskan sejarah kehidupan manusia. Jejak-jejak tersebut mengandung isu yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah dan akan disampaikan dari generasi ke generasi selanjutnya hingga turun temurun. Jejak sejarah yang historis ialah jejak sejarah yang menurut para andal mempunyai informasi ihwal peristiwa- kejadian historis, sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah. Jejak historis ada dua, yakni jejak historis berwujud benda dan jejak historis yang berwujud goresan pena. Jejak historis berwujud benda ialah hasil budaya/tradisi di era kuno, misalnya, tradisi zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum, dan Perundagian.
a. Tradisi manusia hidup berpindah (zaman Paleolitikum)
Manusia di zaman hidup berpindah termasuk jenis Pithecanthropus. Mereka hidup dari mengumpulkan makanan (food gathering), hidup di gua-gua, masih terlihat liar, belum mampu menguasai alam, dan tidak menetap. Kebudayaan mereka sering disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Disebut kebudayaan Pacitan sebab alat-alat budayanya banyak didapatkan di Pacitan (di Pegu- nungan Sewu Pantai Selatan Jawa) berupa chopper(kapak penetak) disebut juga kapak genggam. Karena masih terbuat dari batu maka disebut stone culture (budaya kerikil). Alat Kebudayaan Ngandong didapatkan di desa Ngandong (tempat Ngawi Jawa Timur). Alatnya ada yang terbuat dari tulang maka disebut bone culture. Di Ngandong ditemukan juga kapak genggam, benda dari watu berbentukflakes dan batu indah berwarna yang disebut chalcedon.b. Peningkatan hidup insan memasuki hidup setengah menetap/semisedenter (zaman Mesolitikum)
Mereka telah memiliki pertumbuhan hidup seperti adanya kjokkenmoddinger (sampah kerang)danabris sous roche (gua kawasan tinggal). Alat-alatnya yaitu kapak genggam (pebble) disebut juga kapak Sumatra, kapak pendek (hache courte), dan pipisan.
c. Tradisi insan zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)Pada zaman ini, manusia sudah mulai food producing, yakni mengusahakan bercocok tanam sederhana dengan mengusahakan ladang. Jenis tanamannya yakni ubi, talas, padi, dan jelai. Mereka menggunakan perlengkapan yang lebih cantik mirip beliung persegi atau kapak persegi dan kapak lonjong yang dipergunakan untuk mengerjakan tanah. Kapak persegi ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan Barat, sedangkan di Semenanjung Melayu kapak ini disebut kapak pundak. Kapak lonjong berupa lingkaran telur, banyak ditemukan di Sulawesi, Papua, atau kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih untuk mata panah dan mata tombak ditemukan di Gua Lawa Sampung (Jawa Timur) dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Di Malolo (Sumba Timur) didapatkan kendi air. Pada periode ini, terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke Nusantara yang lalu disebut bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM lewat jalan barat dan jalan utara. Alat yang dipergunakan yaitu kapak persegi, beliung persegi, pebble (kapak Sumatra), dan kapak genggam. Kebudayaan itu oleh Madame Madeleine Colani, jago sejarah Prancis, dinamakan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kepercayaan zaman bercocok tanam adalah menyembah ilahi alam.d. Tradisi Megalitikum
Pada zaman ini, alat dibuat dari batu besar mirip menhir, dolmen, dan sarkofagus. Menhir yakni tugu kerikil besar kawasan roh nenek moyang, ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Dolmen ialah meja watu besar (altar), terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Sarkofagus ialah kubur peti batu besar. Di Sulawesi, sarkofagus diketahui dengan sebutan waruga.
e. Tradisi zaman perundagian
Setelah hidup menetap, mereka kian bakir menciptakan alat, bahkan dengan kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sudah mampu menciptakan alat dari logam (sering disebut budaya Dongson sebab berasal dari Dongson). Zaman ini disebut zaman kemahiran teknologi. Mereka juga telah mengenal sawah dan sistem pengairan. Jenis benda logam yang dibentuk di Indonesia pada zaman ini, antara lain, selaku berikut.1) Nekara, adalah semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Roti, Alor, Kei, dan Papua.
2) Kapak corong, disebut demikian karena bagian tangkainya berupa corong. Sebutan yang lain yaitu kapak sepatu. Benda ini dipergunakan untuk upacara. Banyak didapatkan di Makassar, Jawa, Bali, Pulau Selayar, dan Papua.
3) Arca perunggu, didapatkan di kawasan Bangkinang, Riau, dan Limbangan, Bogor. Selain itu, ada pemanis perunggu, benda besi, dan manik-manik. Kepercayaan di zaman perundagian ialah menyembah roh nenek moyang (animisme).
a. Kemampuan berlayar
Nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan sebelum Masehi. Mereka sudah berakal mengarungi maritim dan harus menggunakan perahu untuk hingga di Indonesia. Kemampuan berlayar ini dikembangkan di tanah gres, ialah di Nusantara, mengingat kondisi geografi di Nusantara terdiri banyak pulau. Kondisi ini mewajibkan memakai bahtera untuk meraih kepulauan lainnya. Salah satu ciri bahtera yang dipergunakan nenek moyang kita yaitu bahtera cadik, yakni perahu yang memakai alat dari bambu atau kayu yang dipasang di kanan kiri perahu. Pembuatan bahtera biasanya dilakukan secara tolong-menolong oleh kaum pria. Setelah kurun per- undagian, aktivitas pelayaran juga makin meningkat. Perahu bercadik yang merupakan alat angkut tertua tetap dikembangkan sebagai alat angkutanserta perdagangan. Bukti adanya kemampuan dan kemajuan berlayar tersebut terpahat pada relief candi Borobudur yang berasal dari kurun ke-8. Relief tersebut melukiskan tiga jenis bahtera, adalah
1) perahu besar yang bercadik,
2) bahtera besar yang tidak bercadik, dan
3) perahu lesung
b. Kemampuan bersawah
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia semenjak zaman Neolitikum, adalah manusia hidup menetap. Mereka terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang menciptakan (food producing). Sistem persawahan diawali dari sistem ladang sederhana yang belum banyak memakai teknologi, kemudian meningkat dengan adanya teknologi pengairan hingga lahirlah tata cara persawahan.
c. Mengenal astronomi
Pengetahuan astronomi (ilmu perbintangan) telah dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan mempergunakan teknologi angin demam isu sebagai tenaga pencetus dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan. Selain dipakai untuk mengenali ekspresi dominan, ilmu astronomi juga sudah dimanfaatkan sebagai isyarat arah dalam pelayaran, yaitu Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari (orang Jawa menyebut Lintang Gubug Penceng) untuk menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara untuk memberikan arah utara. Kemampuan astronomi dan angin demam isu ini telah mengirimkan mereka berlayar ke barat sampai di Pulau Madagaskar, ke timur hingga di Pulau Paskah, dan ke selatan sampai di Selandia Baru serta ke arah utara sampai di Kepulauan Jepang. Pengetahuan astronomi juga dipakai dalam pertanian dengan memanfaatkan Bintang Waluku sebagai pertanda permulaan demam isu hujan.
d. Sistem mocopat
Sistem mocopat adalah suatu keyakinan yang didasarkan pada pembagian empat penjuru arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur. Sistem mocopat dikaitkan dengan pendirian bangunan, sentra kota atau pemerintah (istana), alun-alun, kawasan pemujaan, pasar, dan penjara. Peletakan bangunan tersebut dibentuk skema bersudut empat di mana setiap sudut memiliki kesanggupan dan kekuatan secara magis. Itulah sebabnya mengapa setiap desa pada zaman antik senantiasa diberi sesaji pada waktu-waktu tertentu, bahkan hari pasaran berdasarkan perhitungannya juga dikaitkan dengan metode mocopat, adalah
1) arah barat diletakkan pon jatuh hari Senin dan Selasa,
2) arah timur diletakkan legi jatuh hari Jumat,
3) arah selatan diletakkan pahing jatuh hari Sabtu dan Minggu,
4) arah utara diletakkan wage jatuh hari Rabu dan Kamis, dan
5) arah tengah ditaruh kliwon jatuh hari Jumat dan Sabtu.
Makara contoh susunan penduduk mocopat merupakan sebuah dogma dalam menata dan menempatkan sebuah bangunan yang bersudut empat, dengan susunan ibu kota pusat pemerintahan terdapat alun-alun di sekitar istana, serta ada bangunan kawasan pemujaan, pasar, dan penjara.
Kesenian wayang semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Semula wayang diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada malam hari. Dengan beralaskan tirai dan tata lampu di belakangnya serta boneka yang digerak-gerakkan sehingga terlihat bayangan boneka seolah-olah hidup. Jika dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang akan menyuarakan suara nenek moyang yang berisi pesan yang tersirat-hikmah terhadap anak cucu mereka. Setelah kedatangan hinduisme ke nusantara maka dongeng nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam dongeng Mahabharata. Fungsinya pun beralih selaku pentasdan penontonnya melihat dari depan tirai.
Seni gamelan ada kaitannya dengan seni wayang. Seni gamelan ini digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Pada waktu demam isu bercocok tanam sudah usai penduduk kuno itu menciptakan alat musik gamelan, berbagi seni membatik, dan mengadakan pertunjukan wayang semalam suntuk untuk dapat dilihat oleh penduduk di sekitarnya.
g. Seni membatik
Seni membatik merupakan kerajinan menciptakan gambar pada kain. Cara menggambarnya memanfaatkan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa menyebutnya malam) yang sudah dipanaskan, kemudian dilukiskan pada kain sesuai motifnya.
Nenek moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup secara bersama, hidup bantu-membantu, dan demokratis. Mereka menentukan seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi penduduk dari berbagai gangguan termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih. Cara penyeleksian pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, adalah yang khususnya di antara yang banyak. Kaprikornus, seorang pemimpin yakni yang terbaik bagi mereka bersama.
i. Sistem ekonomi dengan mengenal perdagangan
Kebutuhan hidup insan senantiasa menuntut untuk dipenuhi. Untuk memenuhi keperluan hidupnya, penduduk antik saling bertukar barang (tukar barang) dari satu wilayah ke wilayah lain.
Manusia yang terdiri atas jasmani dan rohani memunculkan sebuah iktikad bersifat rohani yang kemudian dipersonifikasikan dalam bentuk riil. Sistem akidah masyarakat Indonesia mulai berkembang pada kurun hidup berburu dan menghimpun kuliner, ini dibuktikan dengan penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan berupa cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan selaku sumber kekuatan atau simbol pinjaman untuk mencegah roh jahat. Manusia di zaman hidup bercocok tanam sudah yakin adanya tuhan alam yang membuat banjir, gunung meletus, gempa bumi, dan sebagainya.
a. Organisasi kemasyarakatannya sudah ada, ialah adanya masyarakat terencana, demokratis, dan memilih pemimpinnya dengan primus inter pares dalam bentuk kesukuan.
b. Kemasyarakatan atau pranata sosialnya yakni masyarakat yang hidup berkelompok selaku makhluk sosial, dan bergotong royong.
c. Memiliki pengetahuan alam, yakni mempergunakan alam di sekitarnya selaku wujud peduli dan memelihara alam lingkungannya.
d. Sudah mengenal tata cara persawahan.
e. Kemampuan berlayar dan berjualan dengan mempergunakan angin demam isu, bahkan mereka telah berani mengarungi maritim luas.
f. Sudah memiliki teknologi perundagian, adalah pengecoran logam dengan tata cara bivalve dan a cire perdue.
g. Sistem iman pada awalnya menyembah roh nenek moyang kemudian menyembah yang kuasa.
h. Sudah memiliki sistem ekonomi tukar barang.
3. Cara Mewariskan Masa Lampau
Pengalaman kolektif suatu penduduk diartikan selaku era lampau. Beberapa cara yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mewariskan kurun lampaunya ialah sebagai berikut. Coba cermati dan telusuri adanya mitologi yang ada di sekeliling tempat Anda. Setelah itu, tanyakan terhadap sesepuh atau tokoh penduduk atau siapa saja yang dapat memperlihatkan informasi wacana mitologi tersebut. Selanjutnya, tuliskan dalam bentuk dongeng. Hasilnya paparkan di depan kelas, secara bergiliran. Inovatif dan Kreatif Sejarah Masa Pra Aksara dan Aksara 25
a. Pelatihan dan peniruan. Pengetahuan dan kesanggupan yang telah dimiliki diwariskan lewat pembinaan dan peniruan, entah itu dengan perkataan atau perbuatan. Misalnya kepandaian menciptakan alat-alat dari watu maupun dari besi. Mereka mewariskan kepandaian tersebut terhadap generasi selanjutnya melalui peniruan pembuatan alat-alat tersebut. Termasuk juga pengetahuan dan kepandaian berburu, mengolah makanan kuliner, beternak, bersawah dan sebagainya.
b. Penuturan, adalah dengan cara menuturkan secara ekspresi. Artinya, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat diwariskannya dengan cara dituturkan kepada generasi penerusnya.
c. Hasil karya, walaupun masyarakat belum mengenal tulisan namun sudah mempunyai logika, dengan akalnya kesannya penduduk menciptakan budaya. Dengan budaya inilah beliau mewariskan era lampaunya terhadap generasi selanjutnya. Dengan demikian lewat hasil karya atau budaya yang dimilikinya, maka dapat dikenali ihwal pola hidup dan kehidupan masyarakat tersebut.