close

Teori Politik Islam – “Demokrasi Ala Islam”

KONTRAK POLITIK

A.      TEORI KONTRAK
 Para mujtahid aliran-aliran Islam secara keseluruhan – selain golongan syiah – bersepakat bahwa jalan untuk mencapai dingklik keimamahan yakni lewat pemilihan dan kemufakatan.  Keimamahan identik dengan Kontrak (yaitu kesepakatan antara Imam dan Umat.
B.      MUAMALAT DAN BAI’AT
Kontrak Keimamahan adalah bagian dari kontrak-perjanjian yang ada dalam muamalat. Kontrak Keimamahan ini disebut dengan Bai’at. Kontrak keimamahan dalam tata cara sosial yang disebut dengan bai’at ini dapat disebut sebagai persetujuan paling besar yang menjadi sentral semua bentuk persetujuan lainnya dan menjadi pilar yang menopang berjalannya system pemerintahan.                                                         
C.       KEHORMATAN KONTRAK DALAM ISLAM
Allah telah mewajibkan bagi umat Islam untuk menepati kesepakatan. Terdapat dalam Alquran diantaranya (AlMaidah ayat 1)(AlIsra’ ayat 34)(AnNahl ayat 91).
a.       Syarat-syarat perjanjian keimamahan
Pihak Pemberi mandat dari perjanjian keimamahan yaitu Umat – orang-orang muslim. Umat ialah pemilik kedaulatan dalam dilema kepemimpinan lazim.
b.      Sumber Kekuasaan Tertinggi
Keimamahan adalah mandat umat. Semua kebijakan seorang imam dalam kapasitasnya sebagai kepala Negara, dalam bentuk kekuasaan dan perwalian, mesti dirujuk kembali kepada aspirasi umat.
c.       Konsep Iktifa atau Representasi
Iktifa’ – Mencukupkan pelaksanaakannya dari sebagian umat – Identik dengan perwakilan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban.
Pemilihan Imam yaitu Fardhu kifayah – kewajibannya mampu dilakukan dengan mekanisme perwakilan atau representasi.
d.      Ahlul Halli Wal Aqdi
Yaitu orang-orang yang memiliki kualifikasi untuk memilih imam. Mereka bertugas memilih calon khalifah dan melakukan Ijab perjanjian . Mereka bertindak sebagai wakil umat secara keseluruhan. Institusi ini harus terbentuk sebagai sebuah forum. Bentuknya diserahkan kepada umat sesuai dengan suasana dan kondisi zaman.
Syarat-syarat Ahlu Halli wal Aqdi:
          Istiqomah, integritas(amanah), wara’(takwa dan berakhlak mulia)
          Memiliki kapabilitas keilmuan.
          Memiliki sikap dan kebijaksanaan (alhikmah).
Dengan kata lain – Beretika agama yang mulia memilik wawasan ihwal hukum jabatan kekhalifahan dalam agama, wawasan – politik dan pengalaman politik.
Mereka adalah para ulama, pemimpin dan pemuka rakyat yang mudah dikumpulkan.
e.      2  Institusi yang berlainan
Ahlu Halli wal Aqdi tidak sama dengan Ahli Ijtihad yang dibicarakan dalam Ushul Fiqih.
f.        Masalah Kuantitas
Tidak ada batasan kuantitas (Banyaknya jumlah Ahlu Halli wal Aqdi) yang penting dapat mewakili/ Representasi seluruh umat.
D.      JABATAN PUTRA MAHKOTA
Ada dua jalan untuk tercapai keimamahan: Pemilihan atau Penunjukan (Putra Mahkota).
a.       Kriteria Putra Mahkota
Sesuai dengan Kriteria seorang Imam (Dapat diandalkan, Kredibilitas[tsiqah], wara’, tulus, dapat memberi nasihat kepada muslimin (cuma mampu dilaksanakan oleh seorang muslim).
b.      Keimamahan tidak diwariskan
Sistem keimamahan berupa pewarisan pemerintahan (monarki) sama sekali tidak memiliki legitimasi dalam Islam.
c.       Kerelaan umat terhadap pengganti
Penunjukan harus merupakan cerminan dari aspirasi umum umat dan telah direstui oleh mayoritas terbesar. Kesepakatan umat yakni prinsip dasar – kerelaan umat ialah legitimasi perjanjian keimamahan.
E.       PLURALITAS DAN PERSATUAN
          Prinsipnya tidak boleh mempunyai lebih dari 1 imam dalam satu waktu.
          Sebagian ulama mengizinkan adanya lebih dari 1 imam dalam satu waktu dengan syarat adanya perbedaan wilayah yang jauh yang dipisahkan oleh tanah kosong yang luas (pen. Seperti gurun) atau terpisah oleh maritim.
F.       PERSATUAN UMAT ISLAM
Meskipun ada  lebih dari 1 imam karena adanya wilayah yang luas dan keterpisahan jarak, tetapi harus ada kekerabatan yang mampu menyatukan seluruh umat Islam.
SYARAT BERDIRINYA SEBUAH NEGARA
A.      KONTRAK KONTRAK LAIN
Selain perjanjian keimamahan ada perjanjian -kontrak lainnya. Imam tidak mungkin mengatasi semua masalah sendirian, kecuali dengan menunjuk wakil pelaksana. Tujuan dari perjanjian pertama (Baiat kepemimpinan) yaitu sebagai media untuk membagi tanggung jawab dan menciptakan lembaga yang lain.
B.      MANDATARIS DAN MENTERI EKSEKUTIF
Para ulama Fikih membagi perwakilan tugas ke dalam 2 bagian:
a.       Perwakilan Mandataris
b.      Perwakilan Eksekutif
C.      PEMERINTAHAN BUKAN MILIK PRIBADI
Imam memberikan mandat seluruh tugas  yang mesti dilaksanaknnya terhadap mandataris dan menterinya diberi keleluasaan dalam melaksanakan peran sehingga menteri seakan-akan selaku pemimpin Negara dan pemimpin Negara yang bantu-membantu cuma menjadi pengawas lazim.
D.      VARIASI KEPEMIMPINAN NEGARA
Kepemimpinan dari Imam dibagi menjadi 4:
a.       Yang punya kekuasaan biasa dan melakukan pekerjaan pada bidang umum dinamakan MENTERI.
b.      Yang punya kekuasaan umum dan melakukan pekerjaan pada daerah khusus dinamakan GUBERNUR.
c.       Punya kekuasan khusus dan pada bidang Regional yang biasa seperti; Qadhi, komandan militer, kejaksaan khusus dan pembagi sedekah.
d.      Punya Kekuasaan khusus dan bekerja pada bidang khusus; Qadhi kawasan, pengatur perpajakan tempat.
Setiap Jabatan mempunyai syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seorang yang mau duduk pada jabatan tersebut.
1.       KEMENTERIAN
Kementerian yang disebut dengan Al-Wizarah berasal dari kata Alwizru (beban), Alwazru(kawasan berlindung), AlAzru (Punggung).
2.       KEMENTERIAN EKSEKUTIF
Ditunjuk oleh imam untuk menggantikan kedudukannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan tidak memiliki kekuasaan independen.
Syarat menjadi menteri administrator:
a)      Terpercaya
b)      Jujur
c)       Tidak tamak
d)      Berbuat Netral
e)      Kuat Ingatan
f)       Pandai  dan cerdik
g)      Bukan kalangan pengikut hawa nafsu
h)      Memiliki pengalaman dalam mengambil pendapat
3.       KEMENTERIAN MANDATARIS
Punya kekuasaan Independen dan kekuasaan umum dalam setiap urusan. Namun ada 3 macam hal yang tidak mampu dilaksanakan oleh menteri mandataris:
a)      Tidak berhak memberi jabatan kepada orang yang dianggap mumpuni.
b)      Imam meminta persetujuan kepemimpinan dari pihak rakyat, sedangkan menteri tidak begitu prosudernya.
c)       Imam boleh meninggalkan perbuatan yang dikerjakan oleh menteri, sementara menteri tidak dapat meninggalkan begitu saja.
SYARAT GUBERNUR DAN MENTERI
A.      BERILMU (Kualifikasi Ijtihad)
Seorang Imam – begitu juga dengan menteri mandataris dan gubernur mesti mengetahui ilmu-ilmu berikut:
1.       Ilmu tafsir dan ilmu hadits
2.       Sejarah Huum Islam
3.       Sejarah kenegaraan Islam
4.       Ilmu Ushul
5.       Ilmu Manthiq
6.       Ilmu-ilmu bahasa
Tidak bisa seorang mujtahid dengan ilmu-ilmu tersebut tanpa mengetahui pertumbuhan kehidupan ekonomi, kondisi sosial pada kala-kurun terakhir ini, serta beberapa dasar lainnya lagi yang cocok dengan kepentingan dan pembaruan sistem yang ada (Ilmu-ilmu politik, ekonomi dan perbandingan sosial).
B.      MENGETAHUI ILMU POLITIK, PERANG DAN ADMINISTRASI
Seorang imam, menteri dan gubernur harus memiliki pengetahuan luas dalam urusan perpolitikan, perang dan Administrasi.
C.      KONDIS JIWA DAN RAGA BAIK
Pemimpin mesti mempunyi jiwa keberanin, beran menegakkan hukum-aturan Tuhan dan perang serta memiliki panca indra dan anggota badan yang baik sehingga bisa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
D.      BERLAKU ADIL DAN BERAKHLAK MULIA
Pemimpin mesti memiliki sifat Adil dan memiliki perangai dan tingkah kemudian mulia (akhlakul karimah).
E.       MEMILIKI KUALIFIKASI KEPEMIMPINAN YANG PENUH (MUSLIM, MERDEKA, LAKI-LAKI DAN BERAKAL.
Yaitu; muslim, merdeka, pria dan terpelajar. Islam ialah kriteria utama yang menentukan keabsahan kesaksian dan kepemimpinan. Keimamahan yaitu jalan yang besar diberlakukannya syat-syarat ini cukup realistis dan terang mengingat tujuan utama dari kedudukan imam yakni untuk menerapkan aturan Islam.
DASAR SISTEM KENEGARAAN ISLAM
A.      PRINSIP NEGARA ISLAM
1.       Keadilan
2.       Persamaan dihadapan hukum
3.       Keadilan dan pembangunan
4.       Keadilan bagi golongan minoritas
B.      SYURA
Sistem kenegaraan Islam mesti memegang prinsip Syura (Sistem pemerintahan berjalan secara musyawarah untuk menentukan aneka macam problem.
C.      TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Tanggung jawab seorang pemimpin merupakan dasar kepemimpinan ketiga dalam pemerintahan Islam. Tanggung jawab seorang imam dalam Islam ada dua arah: pertama bertanggung jawab kepada umat dan kedua terhadap Allah.

Tulisan ini ialah ringkasan dari Buku terjemahan berjudul Teori Politik Islam (DR. M Dhiauddin Rais). Untuk mengetahui penjelasan dan dalil-dalil secara rinci silahkan baca buku tersebut.