Teori Pemungutan Pajak

A. PENDAHULUAN
Tujuan ketimbang hukum pajak yakni mengabdi terhadap keadilan,dalam hal ini sesuai dengan tujuan pemungutan pajak kebanyakan.Asas keadilan ini mesti dipegang teguh, baik dalam prinsip tentang perundang-undangannya, maupun dalam prakteknya sehari-hari.

Hal ini merupakan sendi pokok yang mesti diperhatikan oleh negara dalam melakukan pemungutan pajak.[1] Keadilan yakni sesuatu yang sungguh relatif , yang dulu dianggap adil sekarang tidak, demikian halnya ataupun sebaliknya.

Mencari keadilan dalam duduk perkara pemungutan pajak timbullah banyak sekali pertimbangan dan teori,selaku hasil pedoman sarjana-sarjana barat, untuk membenarkan serta memperlihatkan dasar hukum pada pemungutan pajak dan meyakinkan bahwa pemungutan pajak itu adalah “ halal” , jangan dipandang sebagai suatu rampasan yang otoriter.[2] Akan namun problematika dikalangan para sarjana mempertanyakan , atas dasar apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat?

Maka dalam hal ini, kami akan sedikit menguraikan ihwal teori-teori yang diberikan atas dasar pembenaran (Justification), yaitu hak dari negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.

B. RUMUSAN MASALAH
· Teori Asuransi
· Teori Kepentingan
· Teori Daya Pikul
· Teori Kewajiban Mutlak
· Teori Daya Beli
· Teori Kedaulatan Negara
· Teori Perjanjian

C. PEMBAHASAN

1.Teori Asuransi
Asuransi selaku salah satu teori pemungutan pajak , suatu negara dalam melakukan tugasnya, meliputi pula tugasnya untuk melindungi jiwa raga dan harta benda perindividu.Oleh alasannya itu , negara diumpamakan dengan perusahaan asuransi.Maka keselamatan dan keselamatan jiwanya dilindungi oleh negara.[3]Dalam asuransi yang wajib dibayarkan adalah premi,sedangkan dalam suatu negara yang wajib dibayarkan oleh masing – masing individu yaitu pajak.Teori asuransi ini selaku teori pemungutan pajak telah tidak lagi dipakai, apabila premi diartikan sama dengan pajak. kurang tepat, alasannya adalah premi dalam teori ini sebaiknya sama dengan retribusi yang kontra-prestasinya mampu dicicipi secara pribadi oleh pemberi premi.Sedangkan pajak,konra-prestasinya tidak dapat dinikmati secara eksklusif,sebagaimana pemahaman dari pajak sendiri.

2.Teori Kepentingan
Menurut Teori ini, pajak memiliki korelasi dengan kepentingan individu, yang diperoleh dari pekerjaan negara.[4]Semakin banyak individu mengeyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah , kian besar pula pajaknya.Walaupun teori ini masih berlaku pada retribusi,akan tetapi susah untuk dipertahankan,alasannya adalah seseorang yang miskin dan pengangguran yang banyak memperoleh pemberian dari pemerintah dan menikmati aneka macam jasa dari pekerjaan negara ,justru mereka malah enggan membayar pajak.

3.Teori Daya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa siapa pun dalam pembebanan pajak mesti sama beratnya, artinya pajak mesti dibayarkan sesuai dengan daya pikul masing – masing individu. Definisi dari daya pikul berlawanan – beda, akan tetapi substansinya sama,menurut Prof.W.J de langen yaitubesarnya kekuatan seseorang untuk dapat meraih pemuasan keperluan setinggi- tingginya,sesudah dikurangi dengan yang mutlak keperluan pokok ( ongkos hidup yan sangat fundamental ). Menurut Mr.A.J. Cohan Stuat ialah daya pikul itu diumpakan suatu jembatan, yang pertama–tama mesti dapat memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan beban lainnya. Dalam hal ini, untuk mengukur daya pikul digunakan dua pendekatan ialah :[5]

Unsur obyektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

Unsur subyektif, yaitu dengan mengamati besarnya keperluan materiil yang mesti dipenuhi.

4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi Negara ( organische staatsleer ) yang mengajarkan bahwa Negara selaku organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil langkah-langkah atau keputusan yang diharapkan tergolong keputusan dibidang pajak.Menurut sifat ini maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajakdan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya.

5. Teori Daya Beli
Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilaksanakan terhadap Negara.yang dimaksudkan untuk memelihara masyarakat pada negara yang bersangkutan. Menurut Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, teori ini mempunyai sifat yang universal dan berlaku diseluruh dunia. Karena memungut pajak mempunyai arti menawan daya beli rumah tangga penduduk untuk negara. Dengan kata lain, kemaslahatan sebuah masyarakat akan tetap terjamin dengan adanya pembayaran pajak menurut teori gaya beli ini.

6. Teori Kedaulatan Negara
Teori ini juga selaku reaksi dari kedaulatan rakyat, namun melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government=pemerintah) dianggap memiliki hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara tolong-menolong hak miliknya tersebut, mampu dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak alasannya sebuah perjanjian tapi alasannya itu yaitu keinginannegara.

Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche Publizisten Schule, yang menawarkan konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada situasi teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja alasannya adalah mendapat derma yang besar dari 3 golongan yakni:

1. Armee (angkatan perang).
2. Junkertum (kalangan idustrialis).
3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).

Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan lingkaran pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Kaprikornus fatwa kedaulatan negara ini yaitu penjelamaan gres dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan ialah negara, dan negara ialah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.

7. Teori Perjanjian

Perjanjian yaitu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.

Melalui kontrakterciptalah perikatan atau korelasi hukum yang menyebabkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan kata lain, para pihak terkait untuk mematuhi kesepakatanyang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontraksama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus untuk para pembuatnya saja. Secara aturan, perjanjian mampu dipaksakan berlaku lewat pengadilan. Hukum menawarkan hukuman pelaku pelanggaran kontrakatau ingkar janji (wanprestasi).

D. PENUTUP

Demikainlah yang dapat kami sampaikan. Sebagai manusia biasa pasti dari yang telah kami sampaikan masih banyak kekurangan dan banyak kesalahan yang belum kami pahami. Karena itu kami berharap kepada teman-sobat sekalian agar dapat membantu kami untuk perbaikan makalah-makalah kami yang berikutnya, alasannya dari hal yang kecil lama kelamaan akan menjadi sesuatu yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

  • Bohari , Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada , 1995
  • Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton, Hukum Pajak, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 2004
  • Mardiasmo, Andi, Perpajakan, Yogyakarta: 2003
[1] Wirawan B.Ilyas,Richard Burton, Hukum Pajak, Jakarta (PT. Salemba Emban Patria ) ,2004,hal.13
[2]Op.cit. Buhori. hal.33
[3] Andi Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta, 2003, hal.3
[4] Bohari , Pengantar Hukum Pajak, Jakarta ( PT.Raja Grafindo Persada )1995, hl.31
[5] Ibid.
  Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam KesepakatanKerja Untuk Waktu Tertentu