Allahu Akbar… Markum menggumam dlm hati, tubuhnya tersungkur di dlm kotak dua belas pas akibat kaki kirinya diganjal oleh pemain belakang lawan. Wasit meniup pluit & menawarkan hadiah tendangan dua belas pas, atawa lazimdisebut tendangan penalti. Teman-teman Markum mengerubuti, memeluknya, mengelus rambutnya, memberikan selamat kepadanya karena dgn tendangan dua belas pas nanti, besar kemungkinan kesebelasannya akan memenangkan pertandingan. Apalagi, pertarungan sudah memasuki injury time, babak perhiasan waktu.
Beberapa pemain musuh yg dipimpin oleh kapten kesebelasan tim lawan, protes keras terhadap keputusan wasit. Mereka meragukan Markum hanya melakukan diving, yakni akal-akalan terjatuh. Namun, wasit tetap pada keputusannya, menunjuk titik dua belas pas sebagai sanksi. Para penonton bergemuruh, menunggu proses tendangan dua belas pas itu.
Alhamdulillah Markum dipercaya melaksanakan tendangan dua belas pas. Semua pemain, pelatih, tim official, penonton pendukung, menaruh keinginan pada Markum. Meskipun sering mengeksekusi tendangan dua belas pas, kali ini Markum tiba-tiba merasa mual ingin muntah, mentalnya menjadi kacau. Markum berupaya menenangkan pikirannya.
Namun, ia tetap tak bisa mengelak dr macam-macam perasaan yg tiba-datang menyeruak memenuhi dinding ingatannya. Istrinya kini tengah hamil delapan bulan lebih. Markum memerlukan banyak biaya untuk persalinan. Sebelum berangkat ke lapangan pertandingan, istrinya berpesan bahwa ahad-ahad ini ia memerlukan ongkos untuk persiapan duit tampang rumah sakit bersalin. Istrinya tak ingin insiden mirip waktu melahirkan anak pertamanya terulang. Mereka tak punya kartu sehat, BPJS atau kartu sakti apa pun supaya nanti membayar ongkos rumah sakit. Tatkala itu, mereka ditolak rumah sakit alasannya adalah tak bisa bayar duit muka.
Mau mengorganisir kartu-kartu itu harus ada KTP elektronik, namun sudah hampir setahun mengorganisir, katanya blangko KTP belum tersedia. Istrinya sakit kepala, jadi lebih baik cari jalan lain, cari uang yg banyak buat persiapan kelahiran.
Penonton bergemuruh, memperlihatkan sumbangan pada Markum. Markum bangkit hendak berjalan menuju titik dua belas pas untuk bersiap-siap melaksanakan eksekusi. Wasit meletakkan bola tepat di titik putih. Pikiran Markum kembali pada putra pertamanya yg akan mendaftar sekolah bulan depan. Markum bingung memilih sekolah yg baik untuk putranya.
Kalau mau cantik, Markum harus memasukkannya ke sekolah swasta elite. Tapi, itu tak mungkin karena duit pangkalnya menjerat leher. Masuk sekolah negeri pun bahu-membahu lumayan berat. Bukan cuma soal ongkos pulang & pergi, melainkan pula untuk keperluan buku & jajan sehari-hari. Bagaimana Markum menerima uang itu? Semua ini tak akan terjadi kalau gajinya selaku pemain di salah satu klub liga amatir lunas terbayar, yg alhasil menyatakan melarat karena tak lolos kualifikasi persaingan Liga 1. Dan, ia tak harus bermain di kompetisi kampung tujuh belasan mirip detik ini.
Markum sudah bangkit di akrab titik putih yg berjarak dua belas langkah pas atau tepatnya 11 meter dr tiang gawang. Markum mengumpulkan pecahan konsentrasi, menatap gawang yg lebarnya 7,32 meter & tinggi masing-masing mistar sekitar 2,22 meter itu. Ia ambil bola yg tadi ditaruh wasit, lalu ia cium lebih dahulu bola tersebut. Penjaga gawang musuh berjalan menuju bawah mistar untuk berkemas-kemas menghadapi tendangan dua belas pas yg akan dilakukan Markum. Penonton kian berteriak-teriak histeris menawarkan pertolongan, tetapi ada pula yg justru mengejek, berusaha untuk mengacaukan fokus Markum yg sebenarnya memang sedang semrawut.
“Ayo Markum! Kamu niscaya bisa!”
“Hajar, Markuuummm…!!”
“Sikat, bleh!!”
“Alaa, nggak bakal masuk!!”
“Paling ke atas mistar!”
“Nggak masuk, nggak masuk, nggak masuk!!!”
“Gol! Gol! Goooool!!!”
“Tembak Markuuummm…!! Jam breeettt aeh, jebreettt!!!”
Markum masih memegang bola yg tadi diciumnya, lalu meletakannya dgn hati-hati pada titik putih dua belas pas. Markum lalu menghela napas panjang. Pikirannya kembali pada ingatan perihal mertuanya yg senantiasa murka-murka. Markum sudah sejak lama diminta untuk mengontrak rumah sendiri. Ini berhubungan dgn adik iparnya, Pilo Poly, yg akan menikah bulan depan. Kamar yg sekarang dipakai untuk istri & anaknya bahwasanya kamar Pilo, yg mengalah tidur di ruang tengah. Bila Pilo menikah, ia meminta kamar itu dikembalikan untuknya.
Markum sendiri bahwasanya sudah tak kerasan menumpang dgn mertua. Apalagi, mertuanya itu termasuk dlm katagori mertua banyabicara. Setiap hari senantiasa saja mengungkit-ungkit keberadaanya. Kalau saja ia memiliki uang lebih untuk mengontrak rumah, tentu ia sudah memboyong anak & istrinya pergi ke tempat lain. Sayang, manajer tim yg merekrutnya angkat tangan sewaktu tim semiprofesional tempat ia mengais rezeki dibubarkan.
“Markum, sepak bola itu nggak bisa menghidupi keluarga…” hikmah ibu mertuanya sebuah ketika, ketika mendengar timnya dibubarkan hingga waktu yg tak bisa diputuskan, membuat Markum naik darah.
“Bu, sepak bola pula bisa menciptakan uang. Ibu jangan meremehkan penghasilan pemain sepak bola…” Markum membela diri.
“Buktinya…? Selama ini apa yg ananda mampu? Kalau istri ananda nggak kerja, dr mana ananda bisa makan!? Dari mana ananda bisa beli susu anak? Kamu dibon sama kampung sebelah paling sebulan sekali. Atau paling kerap kalau ada acara Agustus-an kayak sekarang! Itu kan setahun sekali!??”
“Sabar, Bu. Kita berdoa saja, mudah-mudahan saya mendapat ajuan dr tim liga satu, biar saya cepat pindah dr sini secepatnya..”
“Cuih! Cuma ngomong doang! Mana buktinyaaa…!!?”
Sampai di sini, Markum cuma bisa geram sendiri. Markum masih berada di kotak dua belas pas, berhadapan dgn si kulit bulat yg sudah siap berada di titik putih yg siap ditendang. Pada kejuaraan kompetisi Agustusan kali ini, berdasarkan panitia, hadiahnya dua belas juta berikut dua ekor kambing. Untuk pemain terbaik, mendapat satu ekor kambing. Untuk pencipta gol terbanyak, pula mendapatkan satu ekor kambing. Kalau tendangan dua belas pas ini masuk, sudah bisa ditentukan Markum akan menjadi top scorer, & timnya jadi juara.
Saat ini usia Markum gres memasuki dua puluh lima. Markum menikah di usia delapan belas, setelah lulus SMA. Sejak itu ia hanya bermain sepak bola sebab susah mendapatkan pekerjaan & tak ada biaya kuliah. Markum sudah bertekad menyebabkan sepak bola sebagai mata pencaharian. Apalagi, ia direkrut oleh salah satu tim anggota Liga Indonesia, sebelum alhasil tim dibubarkan alasannya tak lolos kualifikasi mengikuti persaingan. Markum yg berada pada posisi striker dlm setiap pertarungan ini bukan pemain sembarang pilih. Markum jago mengutak-atik si kulit bulat layaknya pemain-pemain sepak bola dunia macam Christian Ronaldo dr tim Real Madrid yg membela negaranya Portugal. Kelihaiannya susah dibendung pemain belakang. Seperti Muhamad Salah pemain asal Mesir yg merumput di Liverpool. Gocekannya mematikan kolam Lionel Messi pemain handalam Argentina yg merumput di Barcelona. Tendangannya gledek bak Gabriel Batistuta, pemain lawas andalan Argentina. Tendangan bebasnya nyaris menyamai tendangan pisang milik David Beckham! Demikianlah Markum.
Kalau hingga ketika ini ia belum menjadi pemain profesional mirip pemain-pemain liga nasional yang lain, mungkin alasannya dirinya belum mujur saja. Sekalinya direkrut, apesnya tim malah bubar di tengah jalan. Selama ini Markum sudah berkali-kali mengikuti seleksi untuk bisa mengikuti kejuaraan sepak bola tingkat tempat, tetapi ia selalu tersisih. Entahlah, kehebatan tak disertai keberuntungan. Mungkin belum rezeki, begitu kata sobat-sahabat terdekatnya.
Meskipun sudah berkeluarga & memiliki satu anak, & satu lagi yg masih dlm kandungan, Markum tak pernah berhenti berlatih. Markum pun senantiasa mendapat panggilan untuk bermain tarkam, tarikan kampung dr kampung lain. Mengingat ia memang sudah cukup dikenal selaku pemain sepak bola yg akan bermain di liga nasional.
Tendangan dua belas pas ini akan menjadi penentu kemenangan tim yg membayarnya. Kalau Markum berhasil menyarangkan bola ke gawang musuh pada tendangan dua belas pas ini, akan menjadi sejarah timnya menjuarai kejuaraan kali ini. Di tangan Markum-lah sejarah itu akan terukir.
Markum menatap ke arah gawang, di mana penjaga gawang yg bangkit di bawah mistar tengah bersiap-siap mengantisipasi tendangan dua belas pas yg akan secepatnya ia lakukan. Penjaga gawang sempat memegangi tiang mistar sebelah kanan, kemudian berjalan menuju mistar sebelah kiri. Setelah itu, ia berdiri tepat di bawah mistar sambil melompat-lompat menjangkau mistar atas gawang. Penjaga gawang kemudian menunjukkan instruksi dgn tangannya, biar Markum selekasnya melaksanakan tendangan sanksi itu.
Wasit meniup pluit. Markum melangkah mundur beberapa langkah, & bersiap melaksanakan hukuman! Para penonton pendukung terus bersorak-sorak mengeluelukan, memperlihatkan semangat, sementara penonton tim musuh terus semangat mengolok-oloknya. Beberapa rekannya bangun di garis luar kotak penalti untuk berkemas-kemas menghajar bola ke arah gawang jika bola itu kemungkinan bisa ditepis penjaga gawang, atau menyentuh mistar. Beberapa pemain lawan menjaga-jaga pemain tersebut, hingga saat tendangan dua belas pas akan secepatnya dilaksanakan, rekan Markum terjatuh akibat langgar badan yg dijalankan tak seharusnya itu. Wasit pun meniup pluitnya, meminta Markum menangguhkan tendangan dua belas pas itu.
Wasit melangkah mendekati rekan Markum yg terjatuh, & pemain musuh yg menjatuhkannya. Kedua pemain tersebut diberi peringatan. Keduanya diancam akan diberikan sanksi kartu bila mengulangi seperti yg gres saja mereka lakukan. Nyatanya, sehabis wasit meninggalkan kedua pemain itu & bersiap-siap memerintah Markum untuk melakukan tendangan penalti, kedua pemain tadi kembali saling mengadu badan. Tapi, tentu tak sekeras sebelumnya.
Markum masih memandang ke arah gawang yg dijaga penjaga gawang. Markum memikirkan bagaimana mengecoh penjaga gawang memuakkan ini. Yang Markum harapkan, tatkala bola diarahkan ke pecahan kiri, penjaga gawang melompat ke kanan. Atau sebaliknya. Ini mirip tendangan penalti yg dilakukan oleh pemain-pemain top mancanegara.
Tendangan dua belas pas alias penalti, meski berjarak sekitar 11 meter dr gawang, tak mempunyai arti mudah. Sebab, tak sedikit pemain-pemain kelas dunia yg gagal melakukannya. Pemain Italia yg dikala itu berjaya di Juventus, Roberto Bagio, pernah gagal memasukkan tendangan penalti saat melawan Brasil di final Piala Dunia. David Beckham, kapten tim nasional Inggris yg pernah main di MU & Real Madrid pula pernah gagal. Lionel Messi & Christian Ronaldo pula pernah gagal baik di liga maupun di piala dunia. Kesebalasan Spanyol dikalahkan kesebelasan Korea Selatan dlm drama langgar penalti memperebutkan semifinal Piala Dunia di Jepang-Korsel. Dan, masih banyak kejadian-insiden yang lain dlm drama tendangan dua belas pas ini.
Dan, Markum berpikir, bukan tak mungkin dirinya gagal membuat gol dlm tendangan dua belas pas yg akan secepatnya ia kerjakan ini. Wasit meniup peluitnya. Markum pun menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Markum kembali menatap mistar, siap melaju & menendang bola ke arah gawang. Sesaat bunyi penonton tak terdengar. Yang ada malah suara anaknya yg minta dibelikan tas untuk masuk sekolah awal bulan ini.
“Ayah, Dendy maunya tas warna biru ya, mirip punya Eko…”
“Iya, iya… nanti akan Ayah belikan….”
“Jangan bohong lagi lho, Yah…”
“Ayah janji, deh. Yang penting, Dendy doakan ayah yah, mudah-mudahan pada pertandingan besok sore ayah menang & bisa buat gol!”
“Iya deh! Pasti Dendy doain…”
Dalam anggapan seperti itu, Markum bertekad menyarangkan bola ke arah gawang. Saat wasit meniup pluitnya, Bismillahirohmanirrohiim. Markum segera menendang bola di titik putih itu. Penjaga gawang terkecoh. Bola masuk! Suara penonton bergemuruh. Tapi… berbarengan dgn itu, wasit meniupkan peluitnya dua kali. Wasit menilai posisi penjaga gawang terlalu jauh dr garis mistar. Dan, penjaga gawang lebih dulu bergerak maju sebelum tendangan Markum tadi dijalankan.
Tendangan dua belas pas harus diulang! Beberapa pemain rekan Markum yg hendak protes dicegah oleh pelatih. Markum pun mengulang tendangan dua belas pas itu. Penjaga gawang yg diberikan peringatan keras oleh wasit kembali bangun di bawah mistar. Wasit meniup peluitnya. Markum kembali berkemas-kemas melakukan tendangan penalti ulang, mundur beberapa langkah, menawan napas dalam-dalam lagi, kemudian melangkahkan kaki hendak menghajar si kulit bulat.
Mendadak wajah mertuanya seolah berada di hadapannya. Markum tak peduli & menghajar bola itu dgn kekuatan penuh. Bismillah!!! Ziggg!!! Bola melesat ke arah gawang, bagai memukul wajah mertuanya yg sinis. Penonton berteriak-teriak, bergemuruh, hingga membuat stadion nyaris roboh.
Markum jatuh terkulai. Markum tak tahu apakah bola yg baru saja ditendangnya sukses masuk ke gawang atau tidak. Yang ia sadari ialah gema suara penonton yg riuh rendah. Masya Allah… Markum pingsan!