Pada kala kepemimpinan, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji sudah diketahui bahwa memang mengaku sudah mengusir sebanyak 20 pewakilan pebisnis perkebunan kelapa sawit dari suatu pertemuan yang digelar di kantornya.
Menurut dia, sebab menghalau pebisnis-pengusaha tersebut sebab dalam konferensi itu tidak ada keputusan terkait penanganan banjir. “Kemarin kumpul dengan perkumpulan perkebunan sawit, karena banyak amat, bilang saja tidak inginbantu banjir. Ada 20 pengusaha sawit. Makara di pertemuan itu tidak ada keputusan 11 November 2021.
Berbagai kalangan pengusaha telah mengerti bahwa luas hutan tidak akan sehat bagi penduduk yang hidup sekitar pedesaan. Dengan begitu berbagai kegiatan ekonomi politik pengusaha hal ini akan berpengaruh pada kesehatan khususnya pada kaum wanita, terhadap hak air higienis.
Hal yang diharapkan ialah ke depan tidak akan ada lagi berhubungan dengan pihak-pihak perkebunan kelapa sawit. Karena, menurut ia, perkebunan kelapa sawit adalah salah satu penyebab seringnya terjadi banjir di Kalbar, dan hal ini banyaknya pengusaha dari Korea untuk berinvestasi pada sektor perkebunan ini.
Persoalannya mampu dimengerti dengan adanya “Alasannya kebun mereka tidak di kawasan terdampak banjir, betul memang, tetapi ekosistem itu satu kesatuan. Bukan terpisah. Itu otak mereka itu cuma mau cari kaya di Kalbar. Hal ini sudah terjadi peristiwa di kabupaten Landak dan Bengkayang.
Perubahan hutan yang terlihat dengan faktor kehidupan Desa, pastinya mempunyai persoalan yang mempunyai pengaruh pada kesehatan di penduduk sampai ketika ini. Ketika hal ini, memiliki nilai rupiah maka akan dikhwatirkan dengan aneka macam acara sosial budaya di masyarakat saat ini, tentunya pada konsumsi masakan.
Seringkali pemicu konflik terjadi pada masyarakat antar perusahaan yang memang berada pada daerah hutan perkebunan miliki perkebunan. Pada masa ini, sistem perkebunan mampu di alihkan pada perkebunan yang lain, misalnya durian, jeruk, mangga, pepaya mirip di Siantan, damn pisang, serta nenas.