Teknologi Komunikasi Dan Informasi Dalam Pendidikan
Perkembangan teknologi info dan komunikasi (TIK) telah memperlihatkan pengaruh terhadap dunia pendidikan utamanya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima perubahan dalam proses pembelajaran yakni: (1) dari pembinaan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau kanal, (4) akomodasi fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu konkret. Komunikasi selaku media pendidikan dikerjakan dengan menggunakan media-media komunikasi mirip telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilaksanakan melalui kekerabatan tatap wajah namun juga dikerjakan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru mampu menawarkan layanan tanpa mesti berhadapan pribadi dengan siswa. Demikian pula siswa mampu mendapatkan info dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber lewat cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling canggih yakni berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, adalah proses pengajaran yang dikerjakan dengan memakai internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini yaitu e-learning adalah satu versi pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan berita utamanya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning ialah satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria adalah: (1) e-learning ialah jaringan dengan kesanggupan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi bahan asuh atau informasi, (2) pengantaran sampai ke pengguna terakhir lewat komputer dengan memakai teknologi internet yang tolok ukur, (3) memfokuskan pada pandangan yang terluas ihwal pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning sudah berkembang dalam banyak sekali model pembelajaran yang berbasis TIK mirip: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang meningkat pesat di penghujung kurun 20 dan di ambang kala 21. Kehadirannya telah memberikan efek yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam aneka macam faktor dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam kala globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sungguh gampang dan cepat tanpa mengenal batasan kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang mampu mengakses ke dunia global untuk mendapatkan isu dalam banyak sekali bidang dan pada glirannya akan memperlihatkan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir sudah terjadi revolusi internet di banyak sekali negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa sekarang sudah merupakan satu kebutuhan utama manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini telah pasti akan menawarkan dampak terhadap corak dan pola-contoh kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan permintaan yang berkembang. TIK sudah mengubah tampang pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap wajah antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-abad mendatang, arus gosip akan makin meningkat lewat jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu jika tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan terutama proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari eksistensi komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-goresan pena dalam tema “Asia in the New Millenium” yang memperlihatkan gambaran aneka macam kecenderungan perkembangan yang mau terjadi di Asia dalam banyak sekali faktor mirip ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya efek revolusi internet dalam aneka macam dimensi kehidupan. Salah satu goresan pena yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting:The Mind Starts at School”. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di masa millenium yang hendak datang akan jauh berlawanan dengan ruang kelas seperti sekarang ini yakni dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di kursi dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di abad yang akan tiba disebut selaku “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” selaku kawasan anak-anak melaksanakan kegiatan pembelajaran secara perorangan maupun kelompok dengan teladan berguru yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif lewat komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan kegiatan pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk mendapatkan materi mencar ilmu dari berbagai sumber berguru. Anak akan melaksanakan acara berguru yang sesuai dengan keadaan kesanggupan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan keadaan lingkungan dan keadaan anak sehingga menunjukkan kesempatan untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkesinambungan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan bahan. Dalam situasi mirip ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan tugas-tugas sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam goresan pena itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di kala-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis mirip sekarang ini, akan namun berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan bahan-materi belajar yang berupa materi bacaan, bahan untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam bunyi, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data langsung, duit elektronika, instruksi sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, jalan masuk internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di era itu nanti berupa perlengkapan yang bertemainternet selaku alat bantu belajar.
Meskipun teknologi isu komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di segi lain masih banyak kelemahan dan kelemahan. Dari sisi kegairahan adakala anak-anak lebih berangasan dengan internetnya itu sendiri daripada materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat perorangan sehingga menghemat pembelajaran yang bersifat sosial. Dari faktor info yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan info dari internet sehingga sungguh berbahaya kalau anak kurang mempunyai perilaku kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi bawah umur sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan kenaikan kesanggupan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam relasi ini guru perlu mempunyai kemampuan dalam mengurus aktivitas pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang bau tanah untuk membimbing belum dewasa mencar ilmu di rumah masing-masing.
Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Untuk mampu memanfaatkan TIK dalam memperbaiki kualitas pembelajaran, ada tiga hal yang mesti diwujudkan ialah (1) siswa dan guru harus mempunyai jalan masuk terhadap teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan forum pendidikan guru, (2) mesti tersedia bahan yang bermutu, bermakna, dan bantuan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam memakai alat-alat dan sumber-sumber digital untuk menolong siswa biar mencaqpai persyaratan akademik. Sejalan dengan pesatnya kemajuan TIK, maka telah terjadi pergantian pandangan wacana pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam persepsi tradisional di kurun lalu (dan masih ada pada kurun sekarang), proses pembelajaran dipandang selaku : (1) sesuatu yang merepotkan dan berat, (2) upoaya mengisi kelemahan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan info, (4) proses perorangan atau soliter, (5) kegiatan yang dilaksanakan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) sebuah proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK sudah terjadi perubahan pandangan tentang pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berjalan integratif dan kontekstual, (6) acara yang berbasis pada versi kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) acara yang dinilai menurut pemenuhan peran, perolehan hasil, dan pemecahan problem positif baik perorangan maupun kelompok.
Hal itu sudah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai wawasan, sumber utama isu, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra mencar ilmu; (2) dari mengontrol dan mengarahkan semua faktor pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami pergantian adalah: (1) dari akseptor informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran selaku aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Lingkungan pembelajaran yang di kala kemudian berpusat pada guru sudah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
Lingkungan
|
Berpusat pada guru
|
Berpusat pada siswa
|
Aktivitas kelas
|
Guru selaku sentral dan bersifat didaktis
|
Siswa selaku sentral dan bersifat interaktif
|
Peran guru
|
Menyampaikan fakta-fakta, guru selaku akhli
|
Kolaboratif, adakala siswa sebagai akhli
|
Penekanan pengajaran
|
Mengingat fakta-fakta
|
Hubungan antara gosip dan temuan
|
Konsep pengetahuan
|
Akumujlasi fakta secara kuantitas
|
Transformasi fakta-fakta
|
Penampilan kesuksesan
|
Penilaian acuan norma
|
Kuantitas pemahaman , penilaian acuan persyaratan
|
Penilaian
|
Soal-soal pilihan berganda
|
Protofolio, pemecahan duduk perkara, dan performa
|
Penggunaan teknologi
|
Latihan dan praktek
|
Komunikasi, saluran, kolaborasi, ekspresi
|
Kreativitas dan kemandirian belajar
Dengan mengamati pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, terperinci sekali TIK mempunyai efek yang cukup bermakna kepada proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK sudah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan selaku infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkesinambungan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan memakai TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan membuatkan semua kesempatanyang dimilikinya..
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di masa-21 ini kreativitas dan kemandirian sungguh diharapkan untuk bisa menyesuaikan diri dengan berbagai permintaan. Kreativitas sungguh diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa argumentasi antara lain: pertama, kreativitas memberikan potensi bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang mampu menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan problem, ketiga, kreativitas dapat memperlihatkan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia memajukan mutu hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kesanggupan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari sisi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang besar lengan berkuasa, rasa ingin tahu, kesengsem dengan peran majemuk, berani menghadapi resiko, tidak gampang putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya inovatif ditandai dengan orisinalitas, mempunyai nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sungguh diharapkan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini alasannya adalah kemandirian ialah kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan mutu pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi kepada pendiriannya, inovatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengatur dirinya, dan mempunyai kesepakatan yang berpengaruh kepada aneka macam hal.
Dengan mengamati ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dibilang bahwa TIK menawarkan kesempatan untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan pemberian TIK memungkinkan mampu menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, mempunyai nilai yang tinggi, dan mampu dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai gosip dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini ialah rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak utamanya dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kontrol diri, konsistensi, dan komitmennya baik kepada diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
Peran guru
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya sebab setiap siswa mempunyai keadaan yang berlainan antara satu dengan yang lain. Siswa membutuhkan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan derma TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi isu mesti bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-tugas tertentu, alasannya guru bukan satu-satunya sumber berita melainkan hanya salah satu sumber isu. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di abad-periode mendatang tugas-peran guru mengalami perluasan adalah guru sebagai: instruktur (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai instruktur (coaches), guru mesti memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan keadaan masing-masing. Guru cuma menunjukkan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak menunjukkan satu cara yang mutlak. Hal ini ialah analogi dalam bidang olah raga, di mana instruktur cuma memperlihatkan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan menyebarkan kiat-kiatnya sesuai dengan kesanggupan dan keadaan yang ada. Sebagai konselor, guru mesti bisa membuat satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan sikap pembelajaran dalam suasana psikologis yang aman dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu mengetahui kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah pertumbuhan maksimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru mempunyai kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengurus keseluruhan acara mencar ilmu-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber pendukung pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya bertingkah mengajar akan tetapi juga bertingkah berguru dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber berguru bagi anak, akan tetapi dia selaku fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, dibutuhkan guru mampu menjadi seseorang yang bisa menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping selaku pengajar, guru mesti mendapat potensi untuk mewujudkan dirinya selaku pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai acara lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus berguru dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru mesti selalu kreatif dan inovatif menghasilkan aneka macam karya yang mau digunakan untuk melaksanakan peran-peran profesionalnya. Guru yang mampu berdiri diatas kaki sendiri bukan selaku tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang inovatif yang bisa menghasilkan aneka macam karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan akad yang tinggi selaku basis mutu profesionaliemenya.