Tentu telah kita pahami bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam dunia persekolahan. Tanpa adanya suatu kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak akan terarah dan mampu meraih tujuan yang diperlukan. Guru akan kesulitan menjabarkan urutan dan cakupan materi pembelajaran yang ditempuhnya, proses pembelajaran yang diselenggarakan, alat/media yang dipakai, penilaian yang perlu dilakukan, dsb. Salah satu hal yang penting kurikulum adalah organisasi kurikulum itu sendiri.
Organisasi kurikulum yaitu struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum acara-acara pengajaran yang hendak disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro, 1988:111). Menurut Nasution (1982:135), organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan disampaikan kepada murid-murid.
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berhubungan dengan bagaimana materi/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam acuan-contoh tertentu. Adapun struktur vertikal berhubungan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengurus pendidikan akan memiliki gambaran yang terang wacana tujuan program pendidikan, materi asuh, tata urut dan cakupan materi, penghidangan materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran.
Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau versi kurikulum yang dianutnya. Ketika Kita ditanya, ”Apa saja yang Kita pelajari semasa di Sekolah Menengah Pertama?”, tanggapan Kita biasanya akan mengacu pada nama-nama mata pelajaran yang diajarkan. Kemudian, jika pertanyaan dilanjutkan dengan “Bagaimana kaitan antar-materi pelajaran yang Kita pelajari?”, Kita pun mampu jadi akan menjawab, “Wah, kadang kala tumpang tindih. Ada bahan yang telah dipelajari pada mata pelajaran yang satu, dibahas pula pada mata pelajaran yang lain.” Saudara, ilustrasi tersebut menggambarkan di antaranya bagaimana sebuah kurikulum diorganisasikan.
Namun demikian, kita menyadari bahwa cara mengorganisasikan kurikulum itu bermacam-macam. Tidak satu cara. Masing-masing cara memiliki kekuatan dan kelemahan. Sebagai guru atau pendidik, Kita pun berperan selaku pengembang kurikulum yang perlu memahami dengan baik bagaimana kurikulum diorganisasikan.
Oleh sebab itu, pada makalah ini kita akan mempelajari seluk-beluk perngorganisasian kurikulum. Dengan mempelajari unit ini, Kita diharapkan dapat:
1. menjelaskan desain dasar organisasi kurikulum
2. menjelaskan bentuk struktur acara horizontal;
3. menjelaskan struktur program vertikal; serta
4. menganalisis struktur acara kurikulum yang digunakan sekolah.
Keempat kemampuan itu akan disuguhkan dalam tiga sub-unit berikut.
1. Subunit 1: Struktur horizontal
2. Subunit 2: Struktur vertikal.
3. Subunit 3: Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Rumusan Masalah menurut latar belakang dilema tersebut diatas, problem yang mau diteliti dalam makalah ini yaitu.
1. Bagaimanakah cara yang dikerjakan organisasi kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan?
2. Bagaimana seni manajemen pelaksanaan kurikulum?
Tujuan Makalah yang ingin diraih dalam makalah ini yaitu :
1. untuk mengenali pemahaman organisasi kurikulum;
2. untuk mengenali tujuan organisasi kurikulum;
3. untuk mengenali jenis-jenis organisasi kurikulum;
4. untuk mengetahui factor-aspek organisasi kurikulum;
5. untuk mengenali cara organisasi kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan;
6. Untuk mengetahui seni manajemen pelaksanaan kurikulum.
Kegunaan makalah dalam penyusunan makalah ini, terdapat sesuatu yang berguna bagi penyusun dan pembaca, baik secara teoritis maupun mudah. Secara teoritis penyusun atau pembaca mampu menambah ilmu wawasan yang mampu berguna dalam kehidupan sehari – hari, berkelompok atau berorganisasi, dan secara simpel penyusun dan pembaca mampu menjadi sebuah contoh yang berguna bagi :
1. penyusun
a. memperbesar wawasan tentang organisasi kurikulum;
b. mengetahui bagaimana cara pencapaian tujuan pendidikan lewat organisasi kurikulum;
2. pembaca
a. memperlihatkan info perihal organisasi kurikulum dan cara pencapaian tujuan pendidikan melalui organisasi kurikulum;
Prosedur Makalah ini memiliki susunan yang sistematis mulai dari pengumpulan data, pengonsepan hingga penyusunan. Adapun pengumpulan data penyusunan menggunakan metode study literatur.
1. Pengertian Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum, yakni acuan atau bentuk bahan pelajaran di susun dan di sampaikan terhadap murid – murid, ialah suatu dasar yang sekali dalam training kurikulum dan bertalian akrab dengan tujuan acara pendidikan yang hendak tercapai, alasannya bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya terhadap murid – murid.
2. Tujuan Organisasi Kurikulum
Karena kurikulum ialah rencana untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu biar tujuan pendidikan mampu tercapai. Organisasi kurikulum dimaksudkan untuk membuat lebih mudah anak berguru. Organisasi atau disain kurikulum bertalian erat dengan tujuan perencanaan pendidikan yang akan diraih.
3. Jenis – jenis Organisasi Kurikulum
Telah kita bicarakan bahwa sumber bahan pelajaran untuk kurikulum yaitu: pengetahuan, masyarakat dan anak. Kurikulum bermacam bentuknya. Yang paling terkenal dan pemakaian yang luas adalah subjec curiculum. Subjec curiculum yaitu mata pelajaran. setiap kurikulum juga memiliki subjec mater adalah bahan pelajaran(integreted kurikulum). Maka dengan demikian diperoleh jenis organisasi kurikulum sebagai berikut:
a. kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subjec curiculum)
1) mata pelajaran terpisah-pisah(separate subject curiculum)
2) mata pelajaran adonan (correlated curiculum)
b. kurikulum terpadu (integreted curiculum)
1) menurut “social functions” atau “major areas of living”
2) berdasarkan dilema-masalah, minat dan kebutuhan perjaka
3) menurut pengalaman pemuda (experince curriculum, activity curriculum)
4) kurikulum inti (core curriculum)
4. Faktor – Faktor Dalam Organisasi Kurikulum
a. Scope
Scope atau ruang lingkup kurikulum berkenaan dengan materi pelajaran yang mesti di liputi. Scope menentukan apa yang hendak di pelajari, Biasanya yang memilih scope tergolong sequence (urutan) yakni para ahli pengembang kurikulum di bantu oleh hebat di siplin ilmu, juga pengarang buku, penyusun program latiahan atau kursus.
b. Sequence atau Urutan
Sequence menentukan urutan materi pelajaran di hidangkan, apa yang dahulu apa yang kemudian, dengan maksud agar poses mencar ilmu berjalan dengan baik. Faktor – faktor yang turut menentukan urutan bahan pelajaran antara lain : kematangan anak, latar belakang pengalaman atau pengatahuan, tingkat inteligenci, minat, kegunaan bahan, dan kesulitan bahan pelajaran.
c. Continuitas
Dengan continuitas di maksud bahwa materi pelajaran senantiasa berkembangdalam keluasan dan kedalamannya. Dengan bahan yang di pelajari siswa di hadapkan dengan materi yang lebih kompleks, buah fikiran yang lebih sulit, nilai – nilai yang lebih tinggi, perilaku yang lebih halus, kecermatan yang lebih teliti, operasi mental yang lebih matang
d. Integrasi
Dengan kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang terpisah – pisah besar kemungkinan pengetahuan yang di miliki para siswa lepas – lepas. Adnya fokus bahan pelajara terpadu berupa konsep, prinsip, duduk perkara membuka kemungkinan menggunakan berbagai di siplin secara fungsional.
e. Keseimbangan
Keseimbangan dapat di pandang dari dua segi, yaitu (1). Keseimbangan isi, yaitu tentang apa yang di pelajari dan (2) keseimbangan cara atau proses belajar. Tidak semua siswa dapat mencar ilmu secara efektif dengan cara yang sama. Maka perlu banyak sekali macam tata cara dan acara mencar ilmu.
f. Distribusi Waktu
Kurikulum harus di tuangkan dalam bentuk kegiatan belajar beserta waktu yang di sediakan untuk masing – masing pelajaran. Di sini di hadapi duduk perkara distribusi atau pembagian waktu, yang harus menjawab pertanyaan seperti berapa tahun suatu mata pelajaran harus di berikan, berapa kali seminggu dan berapa lama tiap pelajaran.
Pembahasan
1. Bagaimanakah cara yang dikerjakan organisasi kurikulum untuk meraih tujuan pendidikan?
Organisasi kurikulum merupakan hal yang paling penting dalam meraih tujuan pendidikan, oleh sebab itu pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan dan diharuskan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diperlukan. Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengurus pendidikan akan mempunyai gambaran yang terperinci ihwal tujuan acara pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan bahan, penghidangan materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berhubungan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.
Adapun cara yang mesti dikerjakan untuk meraih tujuan pendidikan yakni dengan menyusun struktur program organisasi kurikulum adalah struktur vertikal dan struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana materi/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam contoh-contoh tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan tata cara pelaksanaan kurikulum di sekolah. Untuk lebih jelasnya akan di diskusikan di bawah ini.
a. Struktur Horizontal
Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum yakni sebuah bentuk penyusunan materi pelajaran yang hendak disampaikan terhadap siswa. Hal ini berhubungan akrab dengan tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan seni manajemen pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur horizontal ini terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah (1) separate-subject-curriculum, (2) correlated-curriculum, dan (3) integrated-curriculum. Adapun yang mesti diingat, bahwa pembedaan menjadi tiga macam bentuk tersebut lebih bersifat teoretis, alasannya adalah pada kenyataannya tidak ada kurikulum yang secara mutlak dikembangkan dengan cuma salah satu bentuk saja dengan tanpa mengaitkannya dengan lainnya.
1) Konsep dasar separate subject curriculum
Apa dan bagaimanakah separate-subject curriculum itu? Kurikulum ini menekankan penyuguhan bahan pelajaran dalam bentuk bidang studi atau mata pelajaran. Masing-masing mata pelajaran ditetapkan menurut disiplin keilmuan. Isinya yakni pengetahuan yang sudah tersusun secara logis dan sistematis dari masing-masing bidang keilmuan. Antarmata ialah komponen yang terpisah-pisah. Tak ada pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Ppenetapan materi pelajaran Bahasa Indonesia, contohnya, dilakukan untuk meraih empat keterampilan berbahasa saja (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan, yang dibaca, dan yang ditulis bebas saja, mampu perihal energi, penduduk , dll., tanpa dikaitkan dengan isi mata pelajaran lain, yang terkait sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang penting, apa yang tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara internal mata pelajaran itu sendiri. Jumlah mata pelajaran dan alokasi waktu yang diberikan bermacam-macam, sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah.Tingkat-tingkat sekolah sebagaimana kita ketahui ialah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sementara jenis sekolah lazimnya menacu pada sekolah lazim dan sekolah kejuruan. Masing-masing tingkat dan jenis sekolah memerlukan cakupan dan spesifikasi materi pelajaran yang berlawanan-beda. Bahan pelajaran itu berikutnya dipilah-pilah menurut satuan kelas dan semesternya. Dengan demikian, pengorganisasian separate-subject curriculum sungguh-sungguh disusun dengan berorientasi pada mata pelajaran (subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini dilatarbelakangi oleh pandangan ilmu jiwa asosiasi, yang mengharap-kan terbangunnya kepribadian yang utuh menurut kepingan-potongan pengetahuan. Kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan. Saudara, penyusunan separate-subject curriculum lazimnya dikerjakan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat nasional. Tim ini menentukan seluruh pengalaman edukatif, luas bahan pelajaran (scope) yang mesti disuguhkan dan dipelajari siswa, serta waktu penyuguhan bahan pelajaran. Hal lain yang penting dalam pengorganisasian kurikulum yakni pengurutan (sequence) materi pelajaran. Pengurutan harus dijalankan sedemikian rupa sehingga sungguh-sungguh terjaga kesinambungan materi. Harus dikesampingkan keterulangan materi pelajaran yang telah pernah dipelajari siswa di kelas sebelumnya, dan keterlewatan materi pelajaran.
Sebelumnya sudah disinggung bahwa penyusunan kurikulum jenis ini dilakukan oleh tim. Tim ini terdiri atas para tokoh dan hebat pendidikan serta para andal dalam disiplin keilmuan tertentu. Mereka inilah yang menetapkan apakah yang diperlukan siswa kelak dalam kehidupannya di masyarakat. Kaprikornus, dalam kurikulum ini memang telah ditetapkan pengalaman-pengalaman apa saja yang akan ditempuh siswa dalam berguru. Oleh alasannya adalah itu, umumnya bahan pelajaran dan bahkan buku pelajarannya, telah disiapkan sebelumnya.
Saudara, terdapat sejumlah persoalan yang timbul sebagai akhir pengorgani-sasian kurikulum seperti itu. Pertama, alasannya adalah dibangun oleh tim khusus, terlebih tingkat nasional, maka mampu dibayangkan adanya keseragaman yang terjadi. Untuk negara Indonesia yang begitu luas, dari Sabang hingga Merauke, memakai kurikulum yang sama. Padahal, tempat-daerah di kawasan Indonesia ini sangat berlainan kondisinya. Kedua, eksistensi buku pelajaran (paket) kerap menjadikan salah penyikapan bahwa kurikulum itu buku pelajaran. Pada perkara ini terjadilah penyem-pitan substansi. Keadaan ini lazimnya menimpa guru yang tidak profesional. Apa pun yang terjadi, yang diajarkan dan dihidangkan terhadap para siswa hanya buku paket itu saja. Sebaliknya, bagi guru yang yang profesional, beliau tidak akan mau diperhamba oleh satu buku (paket) saja. Dia tentu akan menambah rujukan lain untuk memperkaya, memperdalam, dan menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan selaras dengan keperluan siswa.
a) Kelebihan separated-subject curriculum :
– Bahan pelajaran tersajikan secara logis dan sistematis
Dalam kurikulum ini, bahan telah disiapkan dan disusun secara sistematis, logis, dan berkelanjutan. Penyusunan bahan sudah menggunakan urutan yang sempurna, dari yang mudah menuju yang susah, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Ilmu wawasan yang mau disampaikan kepada anak telah dalam urutan logis sebagaimana yang sudah ditata dan dipikirkan oleh para mahir. Dengan demikian, penggunaan kurikulum ini akan memudahkan guru dalam menyajikan materi, dan dipandang lebih efektif dan efisien, alasannya adalah pihak sekolah dan guru tinggal menyampaikan saja
– Organisasi kurukulum sederhana serta mudah dijadwalkan dan dikerjakan
Karena tiap mata pelajaran disikapi sebagai sebuah satuan yang otonom, maka perhatian dan penyusunan materi hanya sebatas mata pelajaran itu sendiri. Keseder-hanaan inilah yang menjadikan kurikulum mudah disusun dan dijalankan oleh para pengembang maupun guru. Kurikulum ini juga mudah untuk direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Penentuan jumlah, cakupan, dan urutan mata pelajaran tidak seberapa mengakibatkan banyak duduk perkara Dalam pelaksanaan kurikulum, guru lazimnya dapat berpegang pada buku pelajaran yang telah diputuskan, dan mengajarkannya bagian demi bagian. Apa yang diajarkan sudah ditentukan lebih dahulu, sehingga guru mampu menyesuaikan jumlah waktu yang ditentukan dengan materi pelajaran yang tersedia.
– Kurikulum mudah dinilai
Kurikulum ini utamanya bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan tes. Bahan pelajaran pun bisa ditentukan dengan memutuskan buku-buku pelajaran yang harus dipakai oleh sebuah kawasan, atau bahkan satu negara. Hal ini akan membuat lebih mudah dilakukannya ujian umum yang serupa dalam satu wilayah negara. Dengan mudahnya pelaksanaan ujian, maka mudah pula menerima data seandainya diperlukan perubahan-pergantian. Misalnya jikalau materi telah tidak sesuai dengan tuntutan zaman, baik menyangkut keseluruhan komponen materi ataupun sebagian, maka dengan segera dapat dikerjakan pergantian atau pembiasaan isi kurikulum.
– Memudahkan guru selaku pelaksana kurikulum
Umumnya pendidikan guru menyiapkan calon guru/guru (tingkat sekolah lanjutan) untuk mengajarkan mata pelajaran tertentu. Dengan kurikulum ini, apa yang hendak diajarkan guru sejalan betul dengan wawasan dan pengalaman yang diperolehnya saat kuliah. Lebih-lebih kalau mereka sudah mempunyai pengalaman mengajar bertahun-tahun. Mereka menjadi sungguh menguasai bahan pelajaran dan lebih merasa aman dengan memakai kurikulum subject-centered ini.
– Kurikulum ini juga dipakai di sekolah tinggi tinggi
Manajemen kurikulum di terguruan tinggi kebanyakan menerapkan speparated subject curculum. Mahasiswa mempelajari bidang keilmuan secara terfokus. Karena saat di sekolah menengah mereka juga diajar dengan menggunakan versi kurikulum yang sama, maka para siswa lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke akademi tinggi sudah sudah biasa dengan belajar dalam suasana kurikulum mirip ini.
– Kurikulum ini mudah diubah
Perubahan kurikulum yang terjadi lazimnya didasarkan pada organisasi mata pelajaran. Penyesuaian kurikulum dengan keperluan zaman lazimnya dikerjakan dengan memperbesar mata pelajaran, bisa juga meluaskan atau menyempitkan bahan pelajaran. Hal seperti ini pasti akan gampang dilaksanakan pada kurikulum yang diorganisasikan dengan cara separated subject curiculum, alasannya masing-masing mata pelajaran bersifat terpisah. Dengan demikian penambahan, penghematan, ataupun cakupan materi pun tidak akan mengganggu pelajaran lain.
b) Kelemahan Separate-Subject Curriculum
– Mata pelajaran terpisah-pisah
Mata pelajaran dalam kurikulum ini diberikan secara terpisah-pisah. Tidak ada upaya menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain. Hal ini mengakibatkan akseptor latih akan menerima pengetahuan secara terpisah-pisah, dalam konsentrasi masing-masing mata pelajaran. Padahal, pelbagai masalah kehidupan yang riil lazimnya perlu dihadapi dengan wawasan yang menyeluruh atau terpadu. Dengan demikian, anak masih sering mengalami kegagapan pada saat menghadapi duduk perkara sehari-hari dengan banyak sekali konteksnya.
– Kurang memperhatikan duduk perkara kehidupan sehari-hari
Penyampaian kurikulum ini semata-mata memakai pendekatan ilmu pengetahuan. Bahkan kadang kala bahan yang dipelajari siswa tidak ada relevansinya dengan kebutuhan hidup. Bila anak telah bisa memecahkan masalah-masalah di sekolah dianggap dengan sendirinya akan mampu mentransformasikannya dalam menghadapi dilema kehidupan sehari-hari. Padahal, realita hidup di luar sekolah berlawanan sekali dengan apa yang biasa terjadi di sekolah.
– Cenderung statis dan ketinggalan zaman
Karena wawasan dianggap sebagai hal yang sudah didapatkan orang era kemudian, maka kegiatan mencar ilmu siswa di sekolah cuma mempelajari apa yang sudah ada dan disiapkan. Akibatnya, buku pelajaran yang digunakan pun mampu berlaku beberapa tahun, tanpa pernah melaksanakan revisi. Bila ini yang terjadi, maka seluruhnya akan menjadi statis. Buku pegangan guru tetap itu-itu saja. Padahal, kehidupan manusia terus meningkat secara dinamis. Apa yang dianggap benar pada masa kemudian, belum pasti dianggap benar pada era sekarang. Apalagi bila ada guru “tertutup” yang fanatik pada satu buku, alasannya buku itulah yang dulu dipelajarinya, maka dianggaplah apa yang ada dalam buku itu yang paling benar.
– Tujuan kurikulum sungguh terbatas
Separated subject curriculum hanya menekankan pada aspek intelektual, dan mengabaikan faktor emosional dan sosial. Padahal, ketiga aspek itu sama pentingnya bagi tumbuh-kembang siswa secara utuh. Karena hanya menekankan faktor intelektual, maka anak akan mengalamai duduk perkara pada ketika harus menggeluti ke penduduk untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Materi pelajaran pun disamaratakan untuk semua akseptor latih, tanpa memperhatikan perbedaan individu. Karena itu pula, kurikulum separated subject curriculum dipandang tidak demokratis.
2) Correlated-Subject Curriculum
Correlated subject curriculum dikembangkan dengan semangat menata/ mengelola keterhubungan antarberbagai mata pelajaran. Hal ini dilatarbelakangi oleh realita kehidupan bahwa tak ada satu fenomena pun yang terlepas dari fenomena yang lain. Tidak mungkin kita membicarakan suatu mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali mata pelajaran lainnya. Untuk itulah diperlukan kurikulum yang mampu menunjukkan pengalaman berguru yang dapat menghubungkan satu pelajaran dengan pelajaran lain. Kurikulum ini dibutuhkan mampu membangun keterpaduan wawasan dan pengalaman berguru yang diperolehnya.
Adanya upaya menata keterhubungan antara berbagai mata pelajaran inilah yang kemudian melahirkan bentuk kurikulum yang diketahui dengan correlated subject. Akan tetapi ada hal yang harus Anda catat, bahwa dalam correlated subject ini tidak berarti kita memaksakan adanya korelasi antarsejumlah mata pelajaran. Kita harus tetap sadar dan menjaga adanya batas-batas yang ada. Upaya menghubungkan antarmata pelajaran mampu dilakukan dengan banyak sekali cara berikut.
– Menghubungkan secara insidental
Pengaitan antarmata pelajaran terjadi karena masalah kebetulan. Misalnya, dikala dua atau lebih guru bidang studi saling mengamati kurikulum atau materi pelajaran yang ada, para guru tersebut menyaksikan adanya bahan pelajaran yang satu sama lain dapat dihubungkan.
– Menghubungkan secara lebih bersahabat dan terpola
Pengaitan antarmata pelajaran disebabkan oleh adanya sebuah pokok bahasan atau persoalan yang dapat dibahas dari banyak sekali macam mata pelajaran. Misalnya, persoalan akhlak, watak, dan kependudukan dibicarakan dalam mata pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, IPS, dan Agama. Pengaitan antarbahan pelajaran itu dilakukan secara berkala, bukan kebetulan. Satu topik yang sama disoroti dari sudut pandang masing-masing mata pelajaran. Namur demikian, setiap mata pelajaran tetap diberikan secara sendiri-sendiri dalam jam yang berlawanan.
– Menghubungkan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas yang ada
Pengaitan antarpelajaran dikerjakan dengan memadukan beberapa mata pelajaran sehingga menetralisir batas yang ada antarmata pelajaran. Beberapa pelajaran yang serumpun dipadukan menjadi satu dengan satu nama mata pelajaran. Misalnya pada kurikulum 2006 kita kenal ada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yang pada dasarnya di dalamnya terdiri atas beberapa materi/bahan pelajaran ekonomi, geografi, dan sejarah. Contoh lain mampu kita sebut mata pelajaran Matematika, yang merupakan penggabungan dari mata pelajaran berhitung, aljabar, dan ilmu ukur.
Penggabungan beberapa mata pelajaran ini biasa disebut broad-fields, yang sebenanrya mempunyai arti suatu kesatuan yang tidak terbagi dalam bagian-bab. Akan namun, realita di lapangan memberikan bahwa penggabungan itu masih sebatas pada kumpulan bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang materi/materi pelajarannya dikurangi. Oleh akibatnya, broad-fields ini sebenanya masih bersifat subject centered (berorientasi pada mata pelajaran), hanya saja sudah dimodifikasi dari bentuknya yang tradisional.
a) Kelebihan Correlated Curriculum
– Mendukung keutuhan wawasan dan pengalaman berguru murid Siswa tidak menerima pelajaran dalam satuan/bahasan yang terpisah-pisah. Mereka mempelajari sebuah masalah yang disoroti dari aneka macam sudut yang saling berafiliasi, yaitu melalui aneka macam mata pelajaran. Dengan demikian, wawasan dan pengalaman anak didik diperlukan dpat lebih luas.
– Memungkinkan penerapan hasil berguru yang lebih fungsional
Adanya keterkaitan antarmata pelajaran mengakibatkan wawasan dan pengalaman belajar siswa dapat dipraktekkan lebih fungsional. Pengaitan antarmateri pelajaran lebih mengutamakan prinsip-prinsip ketimbang penguasaan fakta-fakta. Dengan prinsip-prinsip yang dimasak dari berbagai mata pejaran inilah anak latih mampu lebih terbuka untuk memecahkan duduk perkara yang dihadapinya secara lebih komprehensif.
– Meningkatkan minat mencar ilmu siswa
Pemahaman ihwal adanya keterkaitan antarmata pelajaran dapat menjadi modal bagi tumbuhnya minat belajar siswa. Mereka akan merasa apa yang dipelajari pada mata pelajaran tertentu memiliki manfaat dalam mata pelajaran lainnya.
b) Kelemahan Correlated Subject Curriculum
– Kurikulum masih bersifat subject centered
Sifat kurikulum yang subject centered (berpusat pada subjek/mata pelajaran) mengakibatkan materi pelajaran disusun menurut pada struktur ilmu wawasan. Artinya, materi mata pelajaran dalam kurikulum belum mempunyai orientasi pada minat-talenta dan kebutuhan sehari-hari siswa (child centered).
– Kurang memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam
Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan lingkup yang lebih luas tidak memberikan wawasan yang sistematis dan mendalam. Bagaimana-pun, obrolan mengenai suatu pokok duduk perkara dalam sejumlah banyak sekali mata pelajaran tetap tidak padu, alasannya pada dasarnya masing-masing memang merupakan subject (mata pelajaran) yang berbeda. Dengan dikuranginya bahan/materi (juga jam) pelajaran, maka wawasan yang dikuasai anak asuh menjadi dangkal.
– Menuntut pendekatan interdisipliner
Para guru, utamanya untuk sekolah lanjutan, lazimnya disiapkan untuk mengajar satu mata pelajaran tertentu. Sulit bagi mereka untuk menerapkan pendekatan interdisipliner, yang menuntut kesanggupan guru untuk dapat berpandangan dan berpikir secara lintas disiplin.Guru pun masih sangat fanatik terhadap disiplin atau mata pelajaran pokok yang diasuhnya. Kalaupun menggunakan mata pelajaran lain, hal itu kerap itu disikapi sebagai pelajaran pembantu.
3) Integrated Curriculum
Ciri pokok dari integrated curriculum ini ialah tiadanya batas atau sekat antarmata pelajaran. Semua mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. Oleh sebab itu, kurikulum ini disebut juga selaku kurikulum unit. Kalau dalam correlated subject curriculum masing-masing mata pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka dalam integrated curriculum ciri-ciri setiap mata pelajaran hilang sama sekali. Namun, jangan disalahpahami. Integrated curriculum tidak sekedar berbentukketerpaduan bentuk yang melebur banyak sekali mata pelajaran, melainkan juga faktor tujuan yang akan diraih dalam berguru. Melalui keterpaduan diperlukan dapat terbentuk pula keutuhan kepribadian anak latih yang cocok dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh alasannya itu, apa yang diajarkan di sekolah mesti benar-benar disesuaikan dengan suasana, duduk perkara, dan kebutuhan kehidupan di masyarakat.
Sebagai gambaran, kita bisa mengangkat masalah listrik dalam penduduk . Persoalan listrik ini berikutnya dibahas/dikupas dari berbagai perspektif secara komprehensif: dari sisi lingkungan alam, ekonomi, sosial, mekanika, dsb. Di sini mata pelajaran dilebur menjadi satu kesatuan unit bahasan yang tidak terpisah-pisah sebagaimana halnya dalam separated subject curriculum maupun corelated subject curriculum. Yang ada hanya perspektif dari ilmu alam, ekonomi, dan sosial, dsb. Di dalam unit pembelajaran harus terdapat relasi antarberbagai kegiatan mencar ilmu siswa, dalam perspektif banyak sekali mata pelajaran. Hal itu mampu diraih jika tujuan pembelajaran mengarahkan siswa untuk dapat memecahkan dilema dengan memakai sistem berpikir limiah (method of intelegence). Adapun tentang penyeleksian masalah, terdapat dua pendapat yang saling berlawanan. Yang pertama mengedepankan keperluan penduduk (social-centered) dan yang kedua mengedepankan minat dan kebutuhan anak didik (child-centered). Namun demikian, pada dasarnya masih mampu diambil jalan tengah, ialah dengan memilih problem-persoalan yang tepat dengan minat dan kebutuhan anak asuh dengan tetap memperhatikan kebutuhan sosialnya.
a) Kelebihan Integrated Curriculum
– Segala hal yang dipelajari dalam unit bertalian dekat satu sama lain. Bukan sekedar fakta-fakta terpisah, sehingga lebih fungsional bagi kehidupan anak.
– Sesuai dengan teori gres tentang mencar ilmu yang mendasarkan pada pengalaman, kematangan, dan minat anak. Anak terlibat secara aktif, berbuat, serta berguru bertanggung jawab.
– Memungkinkan relasi yang lebih erat antara sekolah dan masyarakat, alasannya adalah masyarakat mampu menjadi laboratorium aktivitas berguru.
b) Kelemahan Integrated Curriculum
– Tidak memiliki organisasi yang logis dan sistematis. Bahan pelajaran tidak dapat ditentukan apalagi dahulu secara sepihak oleh guru atau forum, melainkan harus dirancang secara gotong royong dengan murid.
– Para guru lazimnya tidak disiapkan untuk melakukan kurikulum dalam bentuk unit.
– Pelaksanaan kurikulum unit sungguh memerlukan waktu, serta pemberian peralatan dan fasilitas dan prasarana yang cukup.
– Tidak memiliki persyaratan hasil mencar ilmu yang jelas, sehingga sulit mengukur kesanggupan anak secara nasional.
b. Struktur Vertikal
Struktur vertikal berhubungan dengan duduk perkara metode pelaksanaan kurikulum sekolah. Hal ini menyangkut: (1) apakah suatu kurikulum dijalankan dengan metode kelas atau tanpa kelas? (2) apakah tata cara unit waktu yang dipakai? serta (3) bagaimana pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi dan pokok bahasan?
Pelaksanaan Kurikulum dengan/dan Tanpa Sistem Kelas
1) Sistem kelas
Pada metode ini, penerapan kurikulum dijalankan lewat kelas-kelas (tingkat-tingkat) tertentu. Di SD contohnya, terdapat kelas 1 sampai dengan 6; di SMP/MTs terdapat kelas 1-3 atau 7-9; dan di SMA/MA atau SMK/MAK terdapat kelas 1-3 atau kelas 10-12. Kurikulum setiap jenjang telah mencantumkan bahan apa saja yang harus disampaikan, seberapa luas dan dalam materi tersebut, serta bagaimana urutan sajiannya pada tiap-tiap kelas. Cakupan (keluasan dan kedalaman) materi/bahan pelajaran dipikirkan sedemikian rupa sehingga mampu secara tuntas disuguhkan pada kelas tertentu dan dalam rentang waktu tertentu pula. Urutan bahan pun disusun secermat mungkin menurut pertimbangan logis dan psikologis. Kaprikornus, bahan atau materi pelajaran yang didedikasikan pada setiap tingkat kelas berlainan-beda. Penentuan cakupan, urutan, alokasi waktu pelajaran, dan kesesuaiannya dengan tingkat kematangan psikologis anak bimbing pada setiap kelas dilaksanakan dengan perkiraan dan pertimbangan yang cermat dan sempurna. Adanya metode kelas ini membawa konsekuensi dilaksanakannya sistem kenaikan kelas pada tiap tahun. Penentuan peningkatan kelas khususnya didasarkan pada penguasaan materi/bahan pelajaran yang sudah ditentukan untuk tiap tingkatan kelas.
Siswa naik kelas kalau dianggap sudah mempunyai tingkat penguasaan tertentu atas materi/bahan pelajaran yang dipelajarinya. Segi kelogisan, kesistematisan, dan ketepatan dalam penjenjangan bahan pelajaran yang mesti diajarkan ialah keunggulan dari tata cara kelas. Selain itu, metode ini juga menawarkan fasilitas dalam hal penyusunan, pengembangan, evaluasi kurikulum yang dipakai; pembagian peran mengajar guru sesuai dengan kompetensinya masing-masing; evaluasi hasil mencar ilmu siswa; serta pengaturan administrasi. Kelemahan pada metode kelas di antaranya terletak pada timbulnya efek psikologis siswa (juga orang bau tanah) yang tidak naik kelas. Mereka memiliki peluang menjadi aib, depresi, dan bahkan frustrasi. Sistem ini pun sering tidak mampu menangkal faktor subjektif yang mampu merugikan siswa. Pada intinya, sistem kelas menuntut penataan materi pelajaran secara sistematis logis, dan terukur. Hal ini terkait dengan cakupan materi dan ketersediaan waktu pelajaran untuk setiap tingkat kelas. Bagitu terjadi pergeseran waktu tempuh untuk sebuah jenjang pendidikan, maka akan berakibat pada pergantian keluasan bahan pelajaran.
2) Sistem Tanpa Kelas
Saudara, pelaksanaan kurikulum dalam “tata cara tanpa kelas” tidak memedulikan adanya tingkat kelas-kelas tertentu. Setiap siswa diberi kebebasan untuk berpindah acara setiap waktu tanpa mesti menanti mitra-kawannya. Hal ini terjadi jikalau seorang siswa telah merasa bisa dan siap diuji ihwal penguasaan materi yang harus diselesaikannya dalam setiap acara. Misalnya untuk hingga pada sebuah keterampilan ukir, anak tidak dihadapkan pada batasan satuan waktu tertentu, melainkan dihadapkan pada penguasaan materi. Di sini anak disodori unit-unit acara yang mesti tertuntaskan. Siapa yang sudah menguasai materi suatu unit acara, maka ia bisa mengambil unit acara lainnya tanpa mesti menunggu temannya. Demikian seterusnya, hingga pada akhirnya beliau menyelesaikan keseluruhan acara dan menguasai bidang kemampuan ukir. Keunggulan sistem ini terletak pada kebebasan yang dimiliki siswa. Siawa boleh menentukan tingkat-tingkat program sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kaprikornus, metode ini sungguh memperhatikan individu dan perbedaan antarindividu. Oleh balasannya, pelaksanaan sistem ini sungguh menuntut pendampingan siswa secara individual dan kesiapan satuan tingkat-tingkat acara. Sementara itu, kekurangan metode ini menyangkut substansi isi/materi pelajaran dan metode pelaksanaan pendididkan secara makro di Indonesia. Dalam hal substansi bahan, dengan metode ini susah diputuskan cakupan dan urutan materi setiap acara untuk menghalangi keterulangan materi/bahan yang serupa. Pada segi pelaksanaan, guru akan mengalami kesusahan dan kerepotan. Apalagi, jika anak berpindah program dengan cara semaunya, bukan berdasarkan pada aspek kemampuan. Dengan melihat berbagai kemungkinan yang ditimbulkan oleh tata cara tanpa kelas, tampaknya susah untuk dapat menerapkan metode tanpa kelas dalam metode pendidikan di Indonesia, yang biasanya memakai tata cara kelas.
3) Kombinasi antara Sistem Kelas dan Tanpa Kelas
Saudara, dengan mengamati keunggulan dari sistem kelas dan metode tanpa kelas, bahwasanya keduanya mampu dikombinasikan. Dengan sistem variasi ini, anak yang memilki tingkat kepandaian tertentu (tinggi) diberi peluang untuk terus maju, tidak harus terus bersama sahabat-temannya. Namun, tidak berarti pula beliau meninggalkan kelasnya sama sekali. Sistem pendidikan mirip ini mampu disebut sebagai tata cara pengajaran modul. Dalam sistem modul, di samping disediakan materi pelajaran yang sama untuk seluruh kelas, juga ditawarkan keleluasaan terhadap siswa yang bisa untuk mengambil materi/bahan pelajaran selanjutnya atau program pengayaan. Dengan sistem modul, anak yang memang mampu mempunyai kemungkinan untuk mampu lebih dulu menamatkan sekolah dibandingkan teman-temannya.
4) Sitem Unit Waktu
Saudara, bila Anda ingat jangka waktu sekolah di Sekolah Dasar, SMP, ataupun SMA, maka rentang waktu mencar ilmu Anda tidaklah dalam satuan waktu yang utuh (tak terbagi): enam tahun dari kelas 1 hingga kelas 6 untuk Sekolah Dasar/MI; tiga tahun dari kelas 1 hingga kelas 3 Sekolah Menengah Pertama/MTs; dan tiga tahun dari kelas 1 hingga kelas 3 Sekolah Menengan Atas/MA atau Sekolah Menengah kejuruan/ MAK. Setiap kelas membutuhkan waktu satu tahun. Pada setiap tahun itu pula masih dibagi lagi, dalam bentuk caturwulan ataupun semester. Itulah yang dimaksud dengan metode unit waktu. Hingga ketika ini, metode unit waktu yang dikenal dalam pelaksanaan pendidikan ialah sistem caturwulan dan metode semester. Dalam tata cara caturwulan, waktu satu tahun dibagi menjadi tiga unit waktu masing-masing empat bulanan. Dari sini kemudian diketahui adanya caturwulan I, II, dan III. Pembagian unit waktu mirip itu berimplikasi pada penyusunan kurikulum untuk tiap-tiap tingkat. Pada setiap simpulan caturwulan, anak akan menerima nilai hasil belajar (rapor). Dengan demikian, dalam satu tahun anak akan mendapatkan tiga rapor. Sebagai pola, kurikulum 1968 dan sebelumnya merupakan kurikulum yang menggunakan tata cara caturwulan. Sitem unit waktu yang kedua yakni tata cara semester. Dalam sistem semester, waktu satu tahun dibagi menjadi dua unit waktu. Masing-masing semester terdiri atas enam bulan, dengan 16 sampai 20 minggu mencar ilmu efektif. Sebagai catatan penting, pembagian tiap tahun menjadi dua semester tidak berarti setiap tahun dibagi menjadi dua unit waktu yang terpisah. Itu semua dimaksudkan demi tercapainya tujuan pendidikan di sekolah yang teralokasikan ke dalam satuan-satuan program. Setiap satuan acara mesti tertuntaskan dalam waktu satu semester (enam bulan). Bahan pelajaran yang disusun dalam kurikulm juga dibedakan dalam semester-semester tersebut. Kurikulum 1975, 1984, sampai yang kini merupakan kurikulum dengan tata cara unit waktu semester.
5) Pengalokasian Waktu
Pengalokasian waktu menyangkut jatah waktu untuk masing-masing mata pelajaran dan isi acara tiap mata pelajaran tersebut pada tiap tingkat sekolah. Sebagaimana Saudara ketahui, berapa usang (jam) anak ada di sekolah dalam tiap minggu? Keseluruhan jam tersebut bukankah dipakai untuk menempuh sekian jumlah mata pelajaran? Dengan demikian, bukankah mesti dikerjakan pembagian jatah jam untuk tiap-tiap mata pelajaran? Jawabannya yakni Ya. Kemudian, bagaimanakah membagi jam/waktu yang ada untuk sejumlah mata pelajaran tersebut? Inilah bahasan penting dalam hal pengalokasian waktu.
a) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran
Berapa jamkah yang mesti diberikan untuk setiap mata pelajaran dalam setiap minggu? Pertanyaan ini penting dijawab alasannya jumlah jam yang tersedia dalam setiap minggu terbatas. Kalau saban hari rata-rata waktu sekolah dari pk. 07.00 hingga pk. 13.00, bermakna ada 300 menit. Setiap jam pelajaran rata-rata 45 menit, maka dalam satu ahad diperoleh jumlah jam pelajaran: 300/45 x 6 hari = 40 jam.
Selanjutnya, jumlah jam/minngu tersebut mesti dibagi untuk semua mata pelajaran yang ada secara adil. Adil tidak bermakna dibagi rata, melainkan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang meliputi bobot dan kedudukan masing-masing mata pelajaran.
Pada dasarnya ada beberapa usulandalam memilih alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran.
Ø Besar kecilnya peranan suatu mata pelajaran untuk meraih tujuan pendidikan,yang dikaitkan dengan forum dan spesialisasinya. Mata pelajaran yang besar peranannya mesti diberi jatah waktu yang lebih banyak dari padamata pelajaran yang lain. Namun, ini bukan bermakna menganakemaskan sebuah mata pelajaran tertentu dan menganaktirikan pelajaran yang lain. Hal itu semata-mata lebih didasarkan pada penempatan suatu mata pelajaran sesuai dengan kedudukannya secara proporsional dan logis.
Ø Keluasan, kompleksitas, dan taraf kesulitan masing-masing mata pelajaran. Ini pada dasarnya bersifat relatif. Semua menjadi sangat tergantung pada forum dan spesialisasinya. Untuk mata pelajaran yang cakupannya luas, beliau perlu diberi jam/ waktu yang lebih banyak. Yang memilih keluasan dan kedalaman suatu mata pelajaran yaitu misi dan keutamaan lembaga/sekolah itulah.
Ø Peranan mata pelajaran dalam penyiapan lulusan suatu sekolah sesuai dengan misinya. Berdasarkan misi ini, dikenal ada sekolah yang menyiapkan untuk melanjutkan ke tingkat sekolah di atasnya; ada pula yang menyiapkan lulusannya eksklusif terjun ke dunia kerja. Bagi sekolah yang merencanakan lulusannya untuk studi ke jenjang di atasnya tentu akan memberi porsi waktu yang lebih terhadap mata pelajaran dengan isi bahan yang bersifat keilmuan. Sebaliknya, sekolah yang mempersiapkan lulusannya menggeluti ke dunia kerja tentu akan memberi jam yang lebih banyak pada mata pelajaran yang menekankan pada keterampilan kejuruan.
Mata pelajaran yang kurang lebih berperan sama berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tadi diberi jatah waktu yang relatif sama pula. Pemberian jatah waktu tiap mata pelajaran mampu juga didasarkan pada satuan yang ditetapkan. Misalnya pada kurikulum 1984, jatah waktu ditunjukkan dengan satuan kredit semester (sks) atau lazimdisebut “kredit”. Mata pelajaran yang tergolong penting diberi sks yang lebih besar ketimbang mata pelajaran lain. Dari sisi ini, Anda jadi mampu menyaksikan mata pelajaran mana saja yang tergolong penting dan lebih banyak didominasi bagi sekolah tertentu menurut bobot sks mata pelajarannya.
b) Pengalokasian waktu untuk pokok-pokok bahasan tiap mata pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki sejumlah pokok bahasan yang berlawanan-beda. Penentuan jumlah jam/waktu dalam satu semester untuk setiap pokok bahasan juga mangalami masalah yang serupa dengan pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran. Hal ini terjadi karena jam yang dialokasikan untuk setiap mata pelajaran akan terkait dengan ketersediaan waktu untuk memberikan keseluruhan pokok bahasan yang ada dalam mata pelajaran tersebut. Sebagai teladan, ada mata pelajaran dengan alokasi 2 jam/ahad. Dalam satu semester terdapat 18 ahad. Berarti total ada 36 jam tatap muka untuk mata pelajaran tersebut dalam satu semester. Jumlah total 36 jam inilah yang mesti dipakai untuk menyampaikan (menuntaskan) bahan mata pelajaran itu dengan aneka macam pokok bahasan yang ada, termasuk di dalamnya tes formatif dan tes sumatif. Jadi, pembagian waktu untuk setiap pokok bahasan dalam sebuah mata pelajaran juga harus menimbang-nimbang hal-hal berikut.
Ø Peranan setiap pokok bahasan dalam pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan instruksional mapun kurikuler yang terumuskan dalam bentuk kompetensi dasar. Pokok bahasan yang memiliki peranan lebih besar harus diberi alokasi jam lebih banyak ketimbang pokok bahasan lainnya.
Ø Keluasan, kompleksitas, dan tingkat kesulitan tiap pokok bahasan. Pokok bahasan yang cukup luas, rumit, dan memiliki tingkat kesulitan tinggi harus diberi jatah jam lebih banyak, sebab lazimnya membutuhkan waktu penyuguhan yang lebih lama.
Ø Aspek ranah kemampuan yang menjadi aksentuasi pokok bahasan yang dimaksud. Pokok bahasan itu menekankan kemampuan kognitif ataukan keahlian? Ranah keterampilan umumnya membutuhkan jam yang lebih banyak, sebab untuk sampai pada penguasaan keahlian perlu melewati aspek pengetahuan apalagi dulu.
Pengalokasian waktu tiap pokok bahasan mampu juga telah diputuskan dalam kurikulum. Namun, pembagian waktu tersebut lazimnya masih bersifat garis besar dalam satu semester. Misalnya ada pokok bahasan yang mendapatkan alokasi 10 jam/semester. Selanjutnya, bagaimanakah 10 jam tersebut digunakan untuk menyampaikan seluruh materi pokok bahasan tersebut? Kurikulum lazimnya tidak mengaturnya. Guru harus membaginya sendiri dengan memperhatikan sub-sub pokok bahasan yang ada di dalamnya.
2. Bagaimana Strategi Pelaksanaan kurikulum?
Strategi pelaksanaan kurikulum yakni cara-cara yang mesti ditempuh untuk melakukan sebuah kurikulum sekolah, yang mencakup: pelaksanaan pengajaran/ pembelajaran, evaluasi, bimbingan dan penyuluhan, dan pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan. Strategi pelaksanaan kurikulum ialah bagian yang tergolong dalam bidang garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum ini, maka para pelaksana (kepala sekolah dan guru) memiliki pedoman kerja yang pasti, sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar.
a. Pelaksanaan Pengajaran
Saudara pasti masih ingat, bahwa kurikulum ialah sebuah program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk meraih sejumlah tujuan pendidikan. Dalam interaksi pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan hal yang sangat penting. Dari pelaksanaan pengajaran inilah hasil suatu proses pembelajaran (mencar ilmu dan mengajar) dinilai sukses atau tidak. Di antara hal yang termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran ialah pemilih-an sistem dan alat/media pendidikan yang dipakai. Pemilihan tata cara bersahabat kaitannya dengan tujuan, bahan/materi, keadaan siswa, dan guru. Ini semua biasanya tidak mampu dipisahkan dan selalu harus memperhitungkan sarana-prasarana serta keadaan sekolah. Sebagai acuan, dalam pelajaran Bahasa Indonesia terdapat materi berpidato. Karena berpidato ialah suatu keahlian berbahasa yang bersifat produktif, maka tata cara yang tepat adalah demonstrasi (praktik pidato). Bukan sekedar mempel-ajari teori pidato. Pengetahuan perihal desain, mekanisme, dan strategi pidato memang dibutuhkan, tetapi tidak cukup berhenti di situ. Melainkan harus berlanjut hingga pada praktik berpidato. Selanjutnya supaya pembelajaran lebih menumbuhkan hasrat, maka diharapkan media audio-visual. Dengan cara ini, siswa dapat memberi ide versi bagaimana orang dapat berpidato dengan baik. Namun, pemilihan media audio-visual (rekaman) ini cocok bagi sekolah yang memiliki fasilitas itu. Bagi sekolah yang tidak mempunyai akomodasi audio-visual, maka guru mesti mencari media lain atau taktik lain yang tepat. Misalnya, dengan menugasi anak untuk mencermati kegiatan pidato pada siaran televisi atau radio di rumah. Strategi pelaksanaan pengajaran biasanya dalam bentuk tatap tampang di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebelum-nya. Dalam banyak sekali kemajuan kurikulum di Indonesia planning pembelajaran ini dikenal dengan istilah-perumpamaan Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam planning pembelajaran itu dicantumkan komponen-unsur tujuan/kompetensi, aktivitas pembelajaran, materi pelajaran, tata cara/ alat/media, dan evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam mengajar.
Strategi pelaksanaan pengajaran yang lain ialah tata cara modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran. Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul diperlukan murid mampu berguru sendiri berdasarkan isyarat -isyarat yang dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid mencar ilmu sendiri, maka modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan pengajaran lain yaitu Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket pelajaran yang berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat penilaian dan umpan baliknya. Strategi ini juga menawarkan potensi siswa mencar ilmu sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di akademi tinggi dalam program belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
b. Pendekatan Keterampilan Proses
Saudara, pendekatan kemampuan proses telah kita kenal semenjak Kurikulum 1984. Hingga saat ini pendekatan tersebut masih sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Pendekatan kemampuan proses menekankan terlaksananya komunikasi dua arah dalam proses pembelajaran. Komunikasi dua arah mengindikasikan adanya peran serta aktif pada diri guru dan murid. Dalam proses pembelajaran murid terlibat secara fisik dan mental, sehingga apa yang diperoleh siswa mampu lebih mendalam. Melalui keterampilan proses, siswa didorong untuk mendapatkan info (ilmu), mengurus, memanfaatkan, dan mengomunikasikannya. Dalam hal ini, siswa tidak cuma mempelajari isi pelajaran, tetapi juga mencar ilmu bagaimana belajar (learning how to learn). Keterampilan “menerima” pengetahuan itulah yang sungguh ditekan-kan pada pendekatan keterampilan proses. Penerapan pendekatan itu diawali dengan acara pemanasan, yakni mengarahkan siswa pada pokok persoalan yang mau dipelajari. Misalnya dengan mengulas pelajaran ahad kemudian yang terkait, meminta pertimbangan siswa, dsb. Kegiatan ini mengondisikan siswa untuk siap dalam belajar, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kegiatan dilanjutkan dengan serangkaian aktivitas mengamati, menginterpretasikan, meramalkan, mendapatkan desain, merencanakan aktivitas lanjutan, melaksanakan observasi, dan mengomunikasikan hasil temuan. Tampaknya, tindakan pendekatan keterampilan proses sangat menekankan pada kegiatan akademik belaka. Nilai akademik memang kental sekali, namun di tengah pelaksanaan proses berguru sebetulnya terbangun juga perilaku-sikap sosial melalui kerja sama antarsiswa dalam kalangan dengan perilaku sportif saling mendukung. Misalnya, untuk mendapatkan sebuah rancangan anak harus melakukan serangkaian prosedur. Dalam prosedur ini bisa jadi ada acara yang berat jikalau dilaksanakan anak seorang diri. Untuk mengatasinya, seorang siswa mampu melakukan pekerjaan sama dengan siswa yang lain. Namun, kolaborasi itu tetap harus dibangun menurut tanggung jawab individu. Bukan sekedar ikut secara golongan, tetapi siswa tertentu boleh untuk tidak melakukan apa-apa. Hal penting lainnya dalam keahlian proses ialah mengkomunikasikan hasil temuan. Melalui acara ini siswa dilatih untuk bisa mengumumkan temuannya secara ekspresi atau tulis. Bentuk mulut contohnya dengan cara presentasi dalam diskusi. Adapun tulis misalnya dengan menciptakan laporan tertulis, membuat poster (terlebih bisa dipamerkan), dsb.
c. Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga aktivitas pokok, yakni aktivitas intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiganya merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan pada suatu sekolah. Kegiatan intrakurikuler ialah acara utama persekolahan yang dijalankan dengan memakai jatah waktu yang telah diputuskan dalam struktur acara. Kagiatan ini dikerjakan guru dan siswa dalam jam-jam pelajaran tiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dijalankan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran, baik yang termasuk program inti ataupun acara khusus.
1) Kegiatan Kokurikuler
Saudara, kegiatan kokurikuler merupakan acara yang dimaksudkan untuk lebih menmperdalam dan menghayati bahan pelajaran yang telah dipelajari dalam aktivitas intrakurikuler di dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara perorangan atau golongan. Dalam hal ini, hal yang perlu diamati yaitu menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpang-tindihan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Selain itu, juga perlu dijaga agar para siswa tidak ”overdosis” karena semua guru memberi peran dalam waktu yang bersama-sama, sehingga siswa menanggung beban yang sungguh berat. Oleh sebab itu, kerjasama dan kerja sama antarguru merupakan hal yang perlu dijalankan, contohnya, melalui analisis pokok bahasan semenjak permulaan dan mendesain kegiatan kokurikulernya.
Dari pokok-pokok landasan pelaksanaan aktivitas kokurikuler, hal-hal yang mesti diamati guru dalam merancang dan melakukan aktivitas kokurikuler yaitu selaku berikut.
a) Kegiatan kokurikuler ialah aktivitas yang berhubungan pribadi dengan aktivitas intrakurikuler. Tujuannya, untuk memperlihatkan peluang terhadap siswa mendalami dan menghayati bahan pelajaran.
b) Tidak menjadikan beban berlebihan bagi siswa.
c) Tidak menyebabkan komplemen beban ongkos yang memberatkan siswa atau orang renta.
d) Penanganan acara kokurikuler dilakukan dengan metode administrasi yang terstruktur, pemantauan, dan penilaian.
2) Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan selaku aktivitas yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa, menyebarkan nilai-nilai atau sikap, dan menerap-kan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran acara inti dan opsi. Walapun sama-sama dijalankan di luar jam pelajaran di kelas, kalau dibandingkan kokurikuler, aktivitas ekstrakurikuler ini lebih menekankan pada kegiatan golongan. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan minat dan talenta siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya.Pelaksanaannya dikerjakan oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk. Kegiatan keolah-ragaan seperti bola basket, bola voli, dan pencak silat, dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula dalam bidang penalaran mirip jurnalistik dan golongan ilmiah akil balig cukup akal. Juga, dalam bidang seni seperti drama, lukis, dan tari. Keseluruhan bidang ini ialah wahana untuk memperluas wawasan, serta membangun nilai dan perilaku faktual siswa.
d. Bimbingan Karier
Bimbingan karier ialah aktivitas tutorial untuk membantu para siswa memahami dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depannya. Pelaksanaan tutorial (dan penyuluhan) mampu dilakukan secara perorangan maupun kelompok, dengan menekankan pada pertumbuhan dan kecenderungan individu. Bimbingan dan penyuluhan ini khususnya dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memutuskan opsi acara (bidang keilmuan) yang terkait dengan kurun depannya, seperti dalam pemilihan acara (IPA, IPS, atau Bahasa) dan penyeleksian jurusan/sekolah tinggi tinggi bila siswa akan melanjutkan sekolah.
e. Penilaian
Penilaian dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tujuan pendidikan telah diraih sehabis berakhirnya kegiatan pembelajaran. Sasaran penilaian ini meliputi keseluruhan proses maupun hasil yang dicapai dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Penilaian ini mesti bersifat objektif, menyeluruh, dan berkelanjutan. Objektivitas dimaksudkan biar penilaian mampu menggam-barkan kondisi yang bantu-membantu. Sifat menyeluruh berkenaan dengan evaluasi terhadap semua faktor kemampuan (kognitif, afektif, psikomotot). Berkesinambungan artinya penilaian dilakukan terus menerus, terjadwal, dan bertahap, serta berjalan selama proses pembelajaran hingga kegiatan rampung pada penghujung semester. Dikaitkan dengan satuan materi dan waktu pelaksanaan, dalam penilaian dikenal adanya penilaian formatif, subsumatif, dan sumatif. Penilaian formatif dijalankan untuk memeriksa penguasaan hasil mencar ilmu siswa yang berkaitan dengan unit materi tertentu. Hasil evaluasi ini mampu dimanfaatkan selaku umpan balik oleh guru dan siswa untuk menyaksikan ketercapaian tujuan belajar berkenaan dengan unit tertentu. Penilaian subsumatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada unit materi yang lebih luas, contohnya pada tengah semester. Adapun evaluasi sumatif ialah evaluasi yang meliputi seluruh unit bahan dan dilaksanakan pada akhir semester.
f. Administrasi dan Supervisi Pendidikan
Pelaksanaan kurikulum di sekolah melibatkan banyak aspek, baik yang bersifat insan maupun material. Kesemuanya itu harus terkelola secara baik dengan pendayagunaan secara efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Administrasi pendidikan di sekolah bekerjasama dengan: pengaturan proses pembelajaran, peralatan pembelajaran, pemanfaatan dan pemeliharaan gedung, peralatan, keuangan, dsb. Agar dapat mendukung secara maksimal pencapaian tujuan pendidikan, maka semua itu mesti dijalankan secara sistematis, terinci, dan terpola. Supervisi pendidikan merupakan pinjaman yang diberikan terhadap seluruh staf sekolah untuk menyebarkan situasi pembelajaran yang lebih baik. Bantuan yang diberikan mampu mencakup dilema teknis administratif maupun teknis edukatif. Supervisi ini harus dijalankan secara terpola, sistematis, demokratis, kooperatif, konstruktif, dan kreatif.
SIMPULAN
Adapun yang mampu disimpulkan dari makalah ini yakni Organisasi kurikulum ialah hal yang paling penting dalam mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu pengorganisasian dalam kurikulum sangat dibutuhkan dan diharuskan untuk meraih tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki citra yang terperinci tentang tujuan program pendidikan, materi didik, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau versi kurikulum yang dianutnya.
Adapun cara yang mesti dilaksanakan untuk meraih tujuan pendidikan ialah dengan menyusun struktur acara organisasi kurikulum yakni struktur vertikal dan struktur horizontal. Struktur horizontal berhubungan dengan bagaimana materi/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam contoh-contoh tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.
SARAN
Adapun rekomendasi yang ingin disampaikan yaitu :
1. Kepada para pendidik mesti mampu mengorganisasikan kurikulum sehingga tujuan pendidikan bisa diraih;
2. Kepada para calon pendidik/guru agar bisa mengambil pengalaman dari makalah ini perihal Organisasi Kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1982. Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah; Sebuah Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan. Yogyakarta: BPFE.
Sukmadinata, Nana Saodih. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.