Teater Dan Pluralisme

Dibandingkan dengan media yang lain, teater lebih bersifat multi-dimensi dan kesannya pendekatan teater bersifat holistik. Ada komponen tekstual (unsur cerita, obrolan), komponen lakon, bagian pemeran, komponen musik dan artistik.

Unsur yang majemuk ini membuat teater lebih mungkin menyerap berbagai komponen dan keragaman budaya sebanyak-banyaknya. Teater dan pluralisme jadinya bukan hal yang abnormal. Pertama, dari aspek bagian-bagian teater, dan kedua dari aspek keanekaragaman media dalam teater. Singkatnya, pada dirinya teater itu sendiri berisikan pluralitas media dan komunikasi.

Teater pada dirinya berisikan berbagai media. Musik, cerita, lakon, kostum, tata-ruang, yaitu media dalam teater.

Pluralitas media ini memungkinkan teater menyerap keragaman dan perbedaan budaya. Unsur musik mampu digali dari berbagai kekayaan musik etnis, baik instrumen maupun melodinya. Unsur cerita mampu digali dari persoalan- persoalan lokal, mitologi, legenda dan kisah rakyat. Unsur tata-ruang dan busana dapat digali dari seni arsitektur, hiasan dan busana lokal. Lalu bentuk teater itu sendiri mampu berupa atau mengadaptasi teater rakyat yang bermacam-macam (ketoprak, opera Batak, lenong, ludruk, dan lain-lain).

Meski demikian, pluralisme pada dasarnya suatu praksis hidup sebab merupakan sebuah pencapaian. Sebagai praksis hidup, pluralisme dalam teater perlu diupayakan. Ia harus menjamah dua faktor penting media: (1) konten teater dan (2) pengelolaan.

Pada media cetak, konten meliputi berita, foto gosip, fitur, profil, wawancara, opini, dan iklan-iklan. Dan yang juga penting disimak yakni pencitraan melalui kata-kata dan deskripsi. Konten teater harus mendukung pluralisme tergolong bebas bias jender dan kekerasan, mencakup kata-kata, mulut badan, musik, hiasan panggung dan kisah itu sendiri. Sedangkan pengorganisasian mencakup pengelolaan teater sebagai organisme hidup. Hal penting yang perlu diamati dalam pengelolaan teater agar mendukung pluralisme ialah berkeadilan jender dan non-diskriminasi.

  Pengertian Dan Pengenalan Iptables

Pengambilan keputusan tidak dimonopoli oleh laki-laki dan mengupayakan kepemimpinan bareng (collective leadership) dan praksis bareng (shared praxis).

Berdasarkan alasan collective leadership, team work dan shared praxis tersebut, maka pengelolaan teater mensyaratkan adanya interaksi di antara kepelbagaian dan perbedaan. Pluralisme ialah suatu pencapaian sebab itu perlu dibangun prosedur dan sikap yang mendukung. Interaksi mengandaikan partisipasi aktif semua pihak. Ada dua hal dalam pengelolaan teater terkait dengan hubungan-hubungan insan yang bersifat pengembangan partisipasi:

a) Seluruh anggota teater mencar ilmu menyebarkan relasi-korelasi dengan sesama anggota. Misalnya, mencar ilmu menerima kekurangan dan keunggulan orang lain, berguru toleransi atas perbedaan-perbedaan, berguru menerima kritik, berguru mengembangkan tenggang rasa dan solidaritas;

b) Pengorganisasian. Pengorganisasian di sini adalah belajar bersama dan berhubungan. Meningkatnya interaksi dibutuhkan dapat mendorong anggota untuk lebih menghargai pendapat orang lain dan mengalahkan kepentingan langsung untuk mencapai tujuan bersama.

Karena itu, Apa Saja Manfaat Teater bagi Komunitas?

Aspek-aspek kehidupan komunitas yang diberdayakan sekurangnya meliputi:
1) Tekstual-konseptual. Bagaimana menggali kekayaan budaya (musik, legenda/mitologi/dongeng rakyat, dekorasi, dll.) untuk memperkaya dan memperkuat pementasan? Atau, jika kisah bertolak dari Kitab Suci, maka bagaimana membangkitkan teks-teksnya untuk abad sekarang?

2) Seni tugas yang mencakup artikulasi fisik (tubuh), rasa, bunyi, dan imajinasi. Anggota teater berlatih mendapatkan dan mengenali fisiknya (tubuh), mendapatkan lapisan-lapisan perasaan dan kesadaran, mengartikulasikan ucapan/bunyi, berbagi imajinasi dan berlakon.

3) Meningkatkan kepekaan badan lewat olah tubuh, olah rasa, dan olah suara.

4) Analisa sosial bersama. Belajar memperoleh, memahami dan memetakan duduk perkara-persoalan hidup pribadi, kolektif maupun masalah sosial yang lebih luas.

5) Dalam konteks korelasi-korelasi sosial komunitas, teater mendorong anggota-anggotanya untuk menyebarkan interaksi, partisipasi dalam keberagaman dan perbedaan anggota-anggota teater. Teater juga menyediakan peluang untuk berguru pengorganisasian diri (self-organizing) bagi komunitas serta berguru bekerjasama meraih tujuan bersama. Pengembangan relasi sosial yang menekankan pada interaksi, partisipasi, serta kerjasama dan kerja bersama untuk mencapai tujuan bersama juga menempatkan pementasan teater selaku suatu proses dibandingkan dengan hasil selesai.

  Identifikasi Penyebab Stress Ketika Unbk

6) Mencipta media. Teater komunitas pertama-tama yaitu media rakyat dari, oleh dan untuk komunitas. Penciptaan teater selaku media komunitas membuka jalan masuk rakyat untuk ikut terlibat aktif dalam proses bermedia dan menjadi subyek media dan bukan semata obyek.

Sumber:
MODUL PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KAPASITAS
Sebuah Panduan untuk Fasilitator

Penulis: Thompson Hs dan Rainy MP Hutabarat

Penerbit:
YAKOMA-PGI Alamat: Jalan Cempaka Putih Timur XI/26 Jakarta 10510