Tata Cara-Tata Cara Dalam Filsafat


SISTEM- SISTEM DALAM FILSAFAT
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI dan LOGIKA
1.      Ontologi ( Metafisika )
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu ihwal yang ada. Sedangkan,  berdasarkan perumpamaan yaitu ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam faktor Ontologi diharapkan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah  ilmu. Landasan-landasan itu lazimnya kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat sebuah perkiraan dalam faktor ontologi ini. Asumsi ini memiliki kegunaan saat kita akan menanggulangi suatu urusan. Dalam perkiraan juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi urusan-urusan tertentu, yaitu: Determinisme (sebuah paham pengetahuan yang serupa dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, alasannya adalah paham ini ditentukan oleh suatu peristiwa terlebih dulu), Fatalisme (suatu paham yang berfungsi selaku paham penengah antara determinisme dan opsi bebas), dan paham opsi bebas. Setiap ilmuan mempunyai perkiraan sendiri-sendiri untuk merespon suatu ilmu dan mereka memiliki batasan-batas-batas sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita menggunakan sebuah paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berserakan.
Ontologi membicarakan wacana yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas wacana yang ada yang universal, memperlihatkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap realita, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang mencakup semua realitas dalam semua bentuknya.
a.       Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-anutan materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para hebat selanjutnya di fahami selaku upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi memperlihatkan aspek materialisme dari mental.
b.      Metode dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, adalah : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat lazim yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi yaitu abstraksi metaphisik.
2.      Epistemologi ( Ilmu wawasan )
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan mirip apa pengetahuan tersebut.
Pengetahuan yakni jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti pertumbuhan zaman. Semakin banyak ilmu yang kita ketahui, kian banyak khasanah kita. Dan wawasan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang menimbulkan ilmu zaman dahulu dan zaman kini berbeda. Misalnya, ditinjau dari sisi ilmu teknologi. Teknologi zaman dulu dan zaman sekarang sangat berlainan jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut meningkat dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa nalar, yakni: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
  • Analogi, analogi dalam ilmu bahasa ialah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
  • Silogisme, silogisme yaitu penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak eksklusif, yang konklusinya ditarik dari premis yang ditawarkan sekaligus.
  • Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi perihal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
  • Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi suatu struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya, premis mayor : semuaorang karenanya akan mati.
premis minor  : Hasan yakni orang
3.      Aksiologi ( filsafat nilai )
Aksiologi (etika) pendidikan, sasaran utamanya menumbuhkan nilai kebaikan dalam sikap insan sehingga menjadi matang dan pandai (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional yaitu perlaku yang mengandung kebenaran, dan syarat dengan akal. Kecerdasan emosional yaitu sebuah perilaku yang dibangun berdasarkan dasar ontologi dan epistemologi pendidikan (Suhartono, 2007: 140). Kecerdasan spiritual menjadi basis dari kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional. Tanggung jawab pencerdasan emosioanal selain keluarga, institusi pendidikan, juga masayakat. Masyarakat ialah keseluruhan entitas social sehingga memiliki peran sentral dalam pencerdasan emosional. Meskipun ketiga unsur tersebut bertanggung jawab atas pencerdasan emosional namun pada hakekatnya pencerdasan emosional berada pada individu masing-masing, yang ialah makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
Aspek aksiologi ialah aspek yang membahas wacana untuk apa ilmu itu dipakai. Menurut Bramel, dalam faktor aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk menanggulangi suatu masalah sosial kalangan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melaksanakan sosialisasi perihal menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil inovasi tersebut. Dan budbahasa yakni hal yang paling sukar dipahami dikala sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, watak yakni suatu tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang berperan namun bukan dalam segala hal. Sesuatu mampu dibilang ilmu bila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge ialah keahlian maupun keahlian yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari sebuah objek. Sains ialah kumpulan hasil observasi yang berisikan pertumbuhan dan pengujian hipotesis, teori, dan versi yang berfungsi menerangkan data-data.
4.      Logika ( Cara berfikir logis )
Logika ialah cabang filsafat yang berpangkal pada daypikir, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan selaku fasilitas ilmu. Dengan fungsi selaku dasar filsafat dan fasilitas ilmu,maka akal ialah “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis nalar didefinisikan: Teori wacana penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari sebuah pangkal-pikir tertentu, yang lalu ditarik sebuah kesimpulan.
Logika yaitu ilmu wawasan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetauan ini menguraikan perihal hukum – hukum serta cara – cara untuk meraih kesimpulan.
Berdasarkan proses pikiran sehat dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, akal dibedakan atas logika deduktif dan akal induktif. Logika deduktif adalah metode pikiran sehat yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan selaku kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam akal ini yang khususnya ditelaah adalah bentuk dari kerjanya nalar jikalau sudah runtut dan sesuai dengan pertimbangan nalar yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain alasannya proses penyimpulannya yaitu tepat dan sah. Logika induktif yaitu sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada sebuah kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Kesimpulan hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan – pernyataan yang telah diajukan. Bagi logika deduktif ada perangkat hukum yang dapat diterapkan ampir – ampir secara otomatis, sedangkan bagi logika induktif tidak ada  aturan – hukum yang demikian itu kecuali hukum – aturan probabilitas. Sejarah Perkembangan Logika :
  • Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), selaku sebuah ilmu ihwal aturan-aturan berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya tulis Aristoteles tentang akal diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
  • Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan paling besar dalam logika ialah penafsirannya perihal pemahaman yang mungkin dan juga perihal sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran nalar. Bagian gres ini disebut Eisagoge, adalah sebagai pengirim Categorie. Dalam bab gres ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang umum disebut dengan pembagian terstruktur mengenai. Dengan demikian, nalar menjadi tujuh bab.
  • Tokoh nalar pada zaman Islam ialah Al-Farabi (873-950 M) yang populer ahli dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam aneka macam bidang ilmu dan karya tulis jago-mahir pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bab logika dan menambahkan satu bab gres sehingga menjadi delapan bab.
  • Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran nalar sampai masa ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula memanfaatkan aneka macam nama untuk tata cara penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam suatu sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini berjulukan Summulae.
  • Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa kepada akal dan merekomendasikan penggunaan tata cara induksi secara lebih luas. Serangan Bacon kepada akal ini mendapatkan sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, lalu perhatian lebih ditujukan terhadap penggunaan tata cara induksi.
  • Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan nalar Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan bundar-bundar untuk melukiskan kekerabatan antarterm yang populer dengan sebutan circle-Euler.
  • John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan metode induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi membutuhkan induksi dan sebaliknya induksi membutuhkan deduksi bagi penyusunan asumsi perihal hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bab-bab yang saling terpisah, tetapi bekerjsama saling menolong. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi tata cara induksi, populer dengan istilah Four Methods.
  • Logika Formal sehabis kurun Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan kala ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor nalar simbolik intinya sudah dimulai oleh Leibniz.
  • Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan menggunakan simbol-simbol yang cukup luas dan tata cara analisis berdasarkan matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan spesialis matematika Inggris memberikan perlindungan besar terhadap akal simbolik dengan pemikirannya tentang kekerabatan dan negasi.
  • Tokoh logika simbolik lainnya adalah John Venn (1834-1923), beliau berupaya menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-bulat yang sekarang terkenal selaku diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan kekerabatan-korelasi dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan korelasi merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.Perkembangan nalar simbolik meraih puncaknya pada permulaan kala ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica menunjukkan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.
  • Di Indonesia pada awalnya akal tidak pernah menjadi mata pelajaran pada sekolah tinggi-perguruan tinggi umum. Pelajaran logika hanya dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan sekolah tinggi-sekolah tinggi Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada abad sekarang ini nalar di Indonesia telah mulai meningkat sesuai kemajuan logika pada lazimnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.
a.       Peran Logika dalam Ilmu
Untuk menemukan sebuah kebenaran kita menggunakan akal yang pada dasarnya berisikan angkah- langkah selaku berikut.
·         Perumusan duduk perkara : yang merupakan pertanyaan perihal objek empiris yang jelas batas- batasnya, serta mampu diidentifikasikan aspek- faktor yang terkait di dalamnya.
·         Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis : yang ialah agumentasi yang menjelaskan kekerabatan yang mungkin terdapat antara berbagai aspek yang saling mengait dan membentuk konstelasi masalah. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis- premis ilmiah yang telah teruji kebenaannya dengan mengamati faktor- aspek empiris yang relefan dengan permasalahannya.
·         Perumusan hipotesis yang merupakan balasan sementara atau prasangka terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.
·         Pengujian hipotesis yang ialah pengumpulan fakta- fakta yang relefan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
·         Penarikan kesimpulan yang merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.Hipotesis yang diterima dianggar menjadi pengetahuan karena telah memenuhi patokan keilmuan yakni telah teruji kebenarannya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu ialah kumpulan wawasan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya sudah diuji secara empiris dengan tahapan- tahapan yang menggunakan logika. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolute melainkan kebenaran yang berfaedah bagi manusia dalam tahap kemajuan tertentu.
b.      Hubungan nalar dalam ilmu
Penalaran ialah suatu proses  berpikir yang membuahkan wawasan.  Agar wawasan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu mesti dilaksanakan suatu cara tertentu.  Suatu penarikan kesimpulan gres dianggap shahih (valid) jikalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilaksanakan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut dinamakan logika, dimana akal secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih.
Oleh alasannya adalah itu cukup terperinci bahwa logika ialah wawasan wacana kaidah berpikir dengan jalan asumsi yang masuk akal , dan logika ialah sebuah akal sehat dimana sehabis itu akan muncul suatu metafisis  “benar atau salah.”