Shalat gerhana bulan atau shalat khusuf disyariatkan dikala terjadinya gerhana bulan. Apa hukumnya, bagaimana tata caranya, adakah doa khusus dan acuan khutbah dari Rasulullah? Berikut ini pembahasannya.
Hukum Shalat Gerhana
Gerhana merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, Islam mensyariatkan shalat gerhana. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya yakni malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud terhadap matahari dan jangan (pula) kepada bulan, namun bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, kalau kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 37)
Syaikh Wahbah az Zuhaili menerangkan, yaitu melaksanakan shalat saat terjadi gerhana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang gerhana dan shalat gerhana:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ
“Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Terjadinya gerhana matahari atau bulan itu bukanlah sebab akhir hayat seseorang atau kehidupannya. Oleh karena itu, jika kau melihat gerhana bergegaslah untuk melaksanakan shalat.” (HR. Muslim)
Dari ayat dan hadits tersebut serta hadits yang lain, para ulama menerangkan bahwa shalat gerhana hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat disarankan) baik untuk laki-laki maupun untuk wanita.
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan
Shalat gerhana bulan boleh dilaksanakan sendiri-sendiri, boleh pula dilaksanakan secara berjama’ah, dengan khutbah atau tanpa khutbah.
Namun, berjamaah di Masjid yang ditempati shalat Jumat lebih utama alasannya adalah dahulu Rasulullah mengerjakannya secara berjamaah di Masjid. Imam mengeraskan bacaannya (surat Al Fatihah dan surat lainnya) dan ada khutbah setelah shalat gerhana. Shalat gerhana bulan dikerjakan dua rakaat, dalam setiap rakaat dua kali ruku’. Bunda Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- جَهَرَ فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengeraskan bacaannya ketika shalat gerhana bulan, dia shalat empat kali ruku’ dan empat kali sujud. (HR. Bukhari)
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menerangkan, sebelum shalat gerhana dimulai, hendaklah muadzin mengumandangkan lafadz “ash shalaatu jaami’ah.”
Ringkasan Tata Cara
Secara ringkas, berikut ini metode shalat gerhana bulan:
1. Niat
2. Takbiratul Ihram
3. Membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya. Disunnahkan surat yang panjang dan dibaca jahr (keras) oleh imam.
4. Ruku’ Disunnahkan waktu ruku’ lama, seperti waktu berdiri.
5. Berdiri lagi kemudian membaca Al Fatihah dan surat lainnya. Disunnahkan lebih pendek ketimbang sebelumnya.
6. Ruku’ lagi Disunnahkan waktunya lebih pendek dari ruku’ pertama.
7. I’tidal
8. Sujud
9. Duduk di antara dua sujud
10. Sujud kedua
11. Berdiri lagi (rakaat kedua), membaca surat Al Fatihah dan lainnya. Disunnahkan surat yang panjang.
12. Ruku’. Disunnahkan waktu ruku’ usang, seperti waktu berdiri.
13. Berdiri lagi lalu membaca Al Fatihah dan surat yang lain. Disunnahkan lebih pendek daripada sebelumnya.
14. Ruku’ lagi. Disunnahkan waktu ruku’ lebih pendek dari ruku’ pertama.
15. I’tidal
16. Sujud
17. Duduk di antara dua sujud
18. Sujud kedua
19. Duduk Tahiyah selesai
20. Salam
Setelah simpulan shalat gerhana, khatib memperlihatkan khutbah.
Hadits Tata Cara Nabi Shalat Gerhana
Sebagaimana hadits-hadits berikut ini:
خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِىَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ الأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ سَجَدَ – وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ – ثُمَّ فَعَلَ فِى الرَّكْعَةِ الأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ
Pada dikala Nabi hidup, terjadi gerhana matahari. Rasulullah keluar ke masjid, berdiri dan membaca takbir. Orang-orang pun berdatangan dan berbaris di belakang beliau. Beliau membaca surat yang panjang. Selanjutnya ia bertakbir dan ruku’. Beliau memanjangkan waktu ruku’ hampir menyerupai waktu bangkit.
Selanjutnya dia mengangkat kepala dan membaca “Sami’allaahu liman hamidah, rabbanaa walakal hamdu”. Lalu bangkit lagi dan membaca surat yang panjang, tapi lebih pendek dibandingkan dengan bacaan surat yang pertama. Kemudian dia bertakbir dan ruku’. Waktu ruku’ ini lebih pendek dibandingkan dengan ruku’ pertama. Setelah itu dia sujud.
Pada rakaat selanjutnya, dia melaksanakan perbuatan yang sama sampai sempurnalah empat ruku’ dan empat sujud.
Setelah itu matahari timbul mirip biasanya, yakni sebelum beliau pulang ke tempat tinggal. Beliau terus bangun dan menyampaikan khutbah, memuji Allah dengan puji-kebanggaan yang patut bagi-Nya. Tak usang lalu, beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan ialah dua tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Terjadinya gerhana matahari atau bulan itu bukanlah alasannya adalah kematian seseorang atau kehidupannya. Oleh alasannya itu, bila kau melihat gerhana bergegaslah untuk mengerjakan shalat.” (HR. Muslim)
Niat Shalat Gerhana Bulan
Semua ulama setuju bahwa tempat niat adalah hati. Melafalkan niat bukanlah sebuah syarat. Artinya, tidak mesti melafalkan niat. Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan, berdasarkan jumhur ulama selain madzhab Maliki, melafalkan niat hukumnya sunnah dalam rangka menolong hati mendatangkan niat. Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat sebab tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika menjadi makmum, lafadz niat shalat gerhana bulan sebagai berikut:
Lafadz niat shalat gerhana bulan sebagai makmum
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْخُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat shalat gerhana bulan dua rakaat selaku makmum sebab Allah Ta’ala”
Jika menjadi imam, lafadz niat shalat gerhana bulan sebagai berikut:
Lafadz niat shalat gerhana bulan selaku imam
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْخُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat shalat gerhana bulan dua rakaat selaku imam sebab Allah Ta’ala”
Jika sendirian, lafadz niat shalat gerhana bulan selaku berikut:
Lafadz niat shalat gerhana bulan sendirian
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْخُسُوْفِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat shalat gerhana bulan dua rakaat alasannya Allah Ta’ala”
Waktu Shalat Gerhana Bulan
Waktu pelaksanaan shalat gerhana bulan terbentang semenjak mulainya gerhana (bulan mulai tertutupi) sampai gerhana rampung (bulan kembali ke kondisi semula). Syaikh Wahbah az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menerangkan, jika gerhana bulan terjadi hingga pagi hari, maka waktu shalat gerhana bulan berakhir dengan terbitnya matahari. Namun beliau tidak berakhir dengan terbitnya fajar.
Khutbah Shalat Gerhana
Disunnahkan ada khutbah sesudah shalat gerhana berjamaah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkannya dalam hadits di atas. Isi khutbah Rasulullah ialah memuji Allah dengan puji-pujian kepadaNya, lalu dia bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ
“Sesungguhnya matahari dan bulan ialah dua tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Terjadinya gerhana matahari atau bulan itu bukanlah karena maut seseorang atau kehidupannya. Oleh karena itu, jika kau melihat gerhana bergegaslah untuk melaksanakan shalat.” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain beliau bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu yaitu dua tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah karena kematian atau kehidupan seeorang. Maka kalau engkau melihatnya, ingatlah dan berzikirlah kepada Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan, dalam khutbah shalat gerhana hendaknya disampaikan terhadap jamaah perihal taubat dari segala dosa, berbuat kebaikan mirip sedekah, berdoa dan beristighfar.
Doa sesudah Shalat Gerhana
Disunnahkan berdoa setelah shalat gerhana. Doa di waktu ini merupakan salah satu doa yang mustajabah.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ فَإِذَا رَأَيْتُمْ كُسُوفَ أَحَدِهِمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يَنْكَشِفَ مَا بِكُمْ
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu yaitu dua tanda kekuasaan Allah, supaya hamba takut kepadaNya. Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah alasannya adalah ajal seeorang. Maka jika engkau melihatnya, maka shalatlah dan berdoalah hingga gerhana itu tersingkap dari kalian” (HR. An Nasa’i; shahih)
Demikian panduan/tatacara shalat gerhana bulan mulai dari aturan, niat, waktu, doa hingga acuan khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam bish shawab.