➡ Tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syari’at yaitu dosa yang sangat besar, alasannya adalah puasa termasuk kewajiban yang agung bahkan tergolong rukun Islam yang lima. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda wacana dua malaikat yang menenteng beliau di dalam mimpi ia –dan mimpi para nabi ‘alaihimussalaam adalah wahyu-,
ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا قَوْمٌ مُعَلَّقُونَ بِعَرَاقِيبِهِمْ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
“Kemudian keduanya membawaku, maka tiba-tiba ada satu kaum yang digantung terikat di pergelangan kaki-kaki mereka, dalam kondisi robek mulut-verbal mereka serta mengalirkan darah, saya pun berkata: Siapa mereka? Dia menjawab: Mereka ialah orang-orang yang berbuka puasa sebelum dihalalkan atas mereka untuk berbuka puasa.” [HR. An-Nasaai dalam As-Sunan Al-Kubro dari Abu Umamah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 3951]
➡ Oleh alasannya itu wajib bagi seorang muslim yang mengetahui orang yang tidak berpuasa tanpa alasan syar’i untuk menegurnya dan menasihatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak bisa maka dengan lisannya, dan apabila beliau tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya keyakinan.” [HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]
➡ Hadits yang mulia ini juga memperlihatkan bahwa wajib bagi pemerintah untuk mengganti kemungkaran dengan tangan, alasannya adalah pemerintah mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melakukannya. Asy-Syaikh Al-‘Allaamah Ibnu Baz rahimahullah berkata,
فالإنكار يكون باليد في حق من استطاع ذلك كولاة الأمور، والهيئة المختصة بذلك فيما جعل إليها، وأهل الحسبة فيما جعل إليهم، والأمير فيما جعل إليه، والقاضي فيما جعل إليه، والإنسان في بيته مع أولاده وأهل بيته فيما يستطيع
“Maka mengingkari kemungkaran hendaklah dikerjakan dengan tangan bagi siapa yang memiliki kesanggupan untuk melakukannya, mirip pemerintah, tubuh khusus yang diperintahkan untuk itu, petugas amar ma’ruf nahi mungkar yang diperintahkan, gubernur/walikota yang diperintahkan, hakim yang diperintahkan, dan setiap orang di dalam rumahnya kepada bawah umur dan keluarganya yang berada dalam batas kemampuannya (untuk mengingkari dengan tangan).” [Majmu’ Al-Fatawa, 6/51]
➡ Dan membuka warung makan di siang hari bulan Ramadhan serta memasarkan masakan kepada orang-orang yang tidak mempunyai argumentasi syar’i untuk berbuka puasa, seperti bukan alasannya adalah haid, nifas, musafir dan orang sakit, maka tergolong kemungkaran.
Salah seorang ulama mazhab Syafi’i, Asy-Syaikh Abu Bakr Ad-Dimyathi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وذلك كبيع الدابة لمن يكلفها فوق طاقتها، والأمة على من يتخذها لغناء محرم، والخشب على من يتخذه آلة لهو، وكإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان، وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا
“Yang demikian itu (sebagai acuan menjual barang yang dapat mengantarkan kepada maksiat) mirip menjual hewan tunggangan yang hendak dibebani melampaui kemampuannya, budak perempuan yang mau dipekerjakan untuk nyanyian yang haram, kayu untuk dibuat alat hiburan yang melupakan, muslim mukallaf memberi makan kepada orang kafir mukallaf di siang hari Ramadhan, demikian pula memasarkan masakan terhadap orang yang ia ketahui atau beliau sangka akan memakannya di siang hari Ramadhan.” [I’aanatut Thaalibin, 3/30]
Ulama mazhab Syafi’i lainnya, Asy-Syaikh Sulaiman bin Umar Al-Azhari Asy-Syafi’i rahimahullah menyebutkan fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Asy-Syihab Ar-Romli Asy-Syafi’i rahimahullah,
يَحْرُمُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَسْقِيَ الذِّمِّيَّ فِي رَمَضَانَ بِعِوَضٍ أَوْ غَيْرِهِ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ إعَانَةً عَلَى مَعْصِيَةٍ
“Haram atas seorang muslim memberi minum kepada orang kafir yang tinggal di negeri muslim pada siang hari Ramadhan, apakah dengan cara dijual atau dengan cara lain, alasannya adalah itu mempunyai arti membantu dalam kemaksiatan.” [Haasyiatul Jamal ‘ala Syarhi Manhajit Thullaab, 5/226]
Fatwa Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia,
لا يجوز فتح المطعم في نهار رمضان للكفار ولا خدمتهم فيه؛ لما فيه من المحاذير الشرعية العظيمة، من إعانة لهم على ما حرم الله، ومعلوم من الشرع المطهر أن الكفار مخاطبون بأصول الشريعة وفروعها، ولا ريب أن صيام رمضان من أركان الإسلام، وأن الواجب عليهم فعل ذلك مع تحقيق شرطه وهو الدخول في الإسلام
“Tidak boleh membuka rumah makan di siang hari Ramadhan untuk orang-orang kafir dan menolong mereka untuk makan, karena itu sungguh terlarang dalam syari’at, yaitu menolong mereka untuk melaksanakan apa yang Allah haramkan, karena dimaklumi bahwa orang-orang kafir pun ditugaskan untuk mengamalkan pokok syari’at dan cabangnya, dan tidak diragukan lagi bahwa puasa Ramadhan termasuk rukun Islam, maka wajib atas mereka berpuasa dengan memenuhi syarat puasa, ialah masuk Islam.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/37 no. 17717]
Asy-Syaikh Al-Faqih Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
لا يجوز فتح المطاعم ولو للكفار -وطبعاً للمسلمين غير مفتوحة- في أيام رمضان، ومن رأى منكم صاحب مطعم فتحه في رمضان وجب عليه أن يبلغ الجهات المسئولة لمنعه، ولا يمكن لأي كافر أن يظهر أكلاً أو شرباً في نهار رمضان في بلاد المسلمين، يجب أن يمنع من ذلك
“Tidak boleh membuka warung makan walau untuk orang-orang kafir -dan pastinya bagi kaum muslimin juga dihentikan dibuka- selama siang hari bulan Ramadhan. Barangsiapa yang melihat pemilik warung makan yang membukanya di siang Ramadhan maka wajib bagi yang melihat tersebut untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang (pemerintah) untuk melarangnya, dan dihentikan bagi orang kafir siapa saja untuk menampakkan acara makan dan minum di siang hari Ramadhan di negeri-negeri muslim, wajib untuk mencegahnya.” [Al-Liqo’ Asy-Syahri, no. 8]
➡ Karena tidak sepantasnya seorang muslim meridhoi atau bahkan membantu orang-orang yang melaksanakan kemungkaran besar ini. Allah ‘azza wa jalla telah mengingatkan,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kau dalam (menjalankan) kebaikan dan takwa, dan jangan bahu-membahu dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu terhadap Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Maidah: 2]
➡ Dan tidaklah pantas bagi setiap muslim untuk mendiamkan kemungkaran sebab takut celaan media. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا لَا يَمْنَعَنَّ رَجُلًا هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ إِذَا عَلِمَهُ
“Perhatikanlah, janganlah rasa segan kepada insan membatasi seseorang untuk mengucapkan yang benar dikala dia telah mengetahuinya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 168]
➡ Inilah hikmahnya mengapa dipersyaratkan untuk diangkat sebagai pemimpin atau para pembantunya adalah orang-orang yang berpengaruh dan terpercaya, semoga tidak mudah ditekan oleh pihak lain dalam menegakkan aturan, tidak terkecuali tekanan media-media perusak bangsa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْرِفَ الْأَصْلَحَ فِي كُلِّ مَنْصِبٍ فَإِنَّ الْوِلَايَةَ لَهَا رُكْنَانِ: الْقُوَّةُ وَالْأَمَانَةُ. كَمَا قَالَ تَعَالَى: إنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ وَقَالَ صَاحِبُ مِصْرَ لِيُوسُفَ عَلَيْهِ السَّلَامُ إنَّك الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Sepantasnya seseorang mengetahui (memilih) yang paling patut dalam setiap jabatan, alasannya kepemimpinan mesti memiliki dua rukun, ialah kuat dan amanah, sebagaimana firman Allah,
إنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan yaitu orang yang kuat lagi amanah.” (Al-Qoshosh: 26)
Dan berkata penguasa Mesir terhadap Nabi Yusuf ‘alaihissalaam,
إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Sesungguhnya engkau pada hari ini di sisi kami ialah orang yang besar lengan berkuasa lagi amanah.” (Yusuf: 54).”[Majmu’ Al-Fatawa, 28/253]